*Sarah POV*
Pernah nggak sih kamu merasa mau nangis tiba-tiba, marah tiba-tiba, merasa hampa tiba-tiba, pengen teriak tiba-tiba, dan itu semua terjadi bersamaan dalam satu waktu tanpa alasan yang jelas. rasanya sangat sulit untuk dijelaskan. intinya seperti orang gila yang kehabisan akal sehat. aku merasakan itu sekarang. aku tidak bisa mengendalikan diri. kepalaku mau pecah.
***
Brian mengajak Ayana dan aku keluar tepat saat orang tua Halim datang. aku tidak mengerti mengapa aku seperti tidak rela melihat dia terbaring disana, dan lebih tidak rela lagi harus meninggalkannya. aku ingin sekali memarahinya karena sampai terluka, aku ingin sekali bertanya mengapa dia bisa sampai jatuh.
Sekali lagi aku melakukan hal yang sangat konyol, kembali ijin sejenak kepada Brian turun dari mobil untuk melihat Halim ke ruangan yang barusan kami tinggalkan. aku tau bukan tidak mungkin tindakanku memancing pertanyaan dari Brian nanti. tapi daripada berdebat sia-sia dia hanya memintaku untuk jangan lama-lama karena besok pagi dia mau keluar kota.
***
Aku tidak mengatakan apa-apa kepada orang tua Halim saat berada di ruangan itu. aku hanya duduk disamping Halim.
"Bangun kamu brengsek! buka matamu, jangan buat aku seperti orang gila, katakan padaku sekali lagi tentang perasan gilamu. mungkin aku tidak akan lari lagi"
kalimat itu hanya bisa kuucapkan dalam hati. aku tidak pernah peduli dengan apapun dalam hidup ini tetapi mengapa aku harus peduli dengan manusia aneh ini? mata ini juga sudah terasa panas.
Aku menyentuh kelingkingnya pelan, kemudian menggenggam jemarinya. sangat dingin. kemana perginya jemari kasar yang selalu membuat aliran darahku panas? kemana perginya kekuatan jemari kasar yang sudah menodai pikiranku?
Halim. bangun. aku berjanji akan jujur tentang apa yang kurasakan. akan kukatakan semua nya, walaupun aku tidak bisa menjanjikan apa-apa.
Perasaan yang kupunya maupun perasaan yang kamu punya adalah luka bagi orang-orang yang kita sayangi. kita adalah luka bagi satu sama lain.
Apa yang bisa kita perbuat melawan semesta? tapi meskipun begitu kita hanya perlu jujur kan? kamu hanya ingin tau apa perasaanku kan? maka segera bangun!
Bagiku kau adalah luka. luka yang kurindu.
Sedari awal kita harusnya sadar
tidak semua yang datang akan selalu menetap
mari kita anggap kita hanya saling singgah untuk memberi sedikit warna
sampai suatu waktu kita lupa dan tidak tertarik lagi membahas apapun lagi tentang kegilaan yang kita punya
kita akan biarkan semua ingatan itu hilang,
seperti tersapu deburan ombak di tepi pantai
***
Aku harus segera pulang saat ibunya Halim menyuruhku untuk pulang saja. katanya wajahku pucat, bisa jadi itu hanya sebuah alasan untuk mengusirku. lagipula meraka orang tuanya, aku bisa apa?
Saat hendak pulang baru aku dengan jelas melihat wajah ayahnya. mirip. dengan agak canggung aku permisi, dengan wajah yang tidak kalah canggung dia hanya mengangguk. saat sudah melangkah aku merasa dia masih terus menatapku dari jauh. atau mungkin hanya perasaanku saja.
***
"Sejak kapan adek gue jadi seseorang yang peduli?"
"Ayo jalan aja deh, besok Lo mau berangkat cepat ke luar kota kan?"
"Huh, tidak sopan banget sih adek gue"
"Ah, bising" jawabku singkat.
"Puas Lo udah liat keadaan dia gitu kak Sarah?" tiba-tiba saja Ayana berbicara. tentu aku bingung, Brian apalagi.
"Maksud Lo apa sih Yana?"
"Yah, abis tadi kita udah samaan lihat ke dalem. eh malah pigi lagi liat sendirian. apa kurang puas tadi jenguknya? kenapa sih kak?"
"Gue pusing dengar pertanyaan ngawur lo bocah, gue mau tidur"
"Sampe kapan Lo kayak gitu terus si kak? bohongin diri terus"
Jlebbb!!!
Please Ayana jangan katakan apa-apa lagi. jangan membuat suasana lebih kacau. tanpa kamu katakan apapun aku sudah berhasil mengacau keadaan dengan memiliki rasa ini.
Brian berdehem. tanpa menginterupsi apa-apa dia segera melajukan mobil. aku tau Brian menatapku sekilas dengan tatapan tajam. makanya aku langsung menutup mata untuk pura-pura tidur, dan disamping itu karena aku juga benar-benar pusing.
Tidak seperti biasa yang selalu rame kalau bertiga begini. kali ini semua orang terhanyut dalam pikiran masing-masing. hanya ada nyanyian, lagu dari radio. itu cukup menolong untuk situasi ini.
Akhirnya sampai juga. kami segera turun.
"Sarah, besok kita harus bicara"
Setelah berkata demikian Brian berjalan mendahuluiku.Aku berharap bukan hal yang buruk. tapi firasatku berkata lain. Brian bukan tipe orang yang memanggilku dengan sebutan kamu kalau bukan situasi yang sangat serius.
Hanya Tuhan yang tau apa yang akan terjadi besok.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosa Kebahagiaan
RomanceDua orang beda kepribadian, beda keyakinan, beda hobby, beda gaya hidup, beda penampilan, beda makanan kesukaan, dan tidak saling mengomentari satu sama lain. begitu awalnya. hingga suatu hari ada sebuah keadaan yang menjungkirbalikkan dunia keduan...