BA 6

78 16 17
                                    

Maaf banget karena lama gak up 😔
Lagi sibuk banget.
Sebenernya butuh banget dukungan dari kalian 🥲

Jangan lupa follow, tekan bintang dan tinggalkan komentar sebanyak-banyaknya.

Dukungan kalian sangat berarti buat Aku.

Oh iya, kalian tau cerita ini dari mana?
Kasih jawabannya dikolom komentar ya 😉

Jangan lupa tandain typo di setiap paragraf.

happy reading...

____________________________________________

"Mbok, ini tolong ditaruh di meja makan ya." Ami Meila menyodorkan sepiring ayam rica-rica buatannya ke Mbok Jumi ART bagian masak di rumah Lingga yang sudah bekerja mulai dari Lingga menempati rumah ini.

"Inggih, Mi." Mbok Jumi meraih piring yang berisi ayam rica-rica tersebut.

Ami Meila melepas celemek yang melindungi bajunya, mencuci tangannya kemudian berjalan keluar dapur, menaiki tangga yang berada disebelah ruang tamu untuk menuju ke kamarnya.

Entah mengapa Ami Meila ingin berhenti saat melintas di depan kamar Al. Ami Meila berdiri di ambang pintu yang setengah terbuka, memperhatikan anaknya yang sedang khusyuk berdo'a. Dalam hati Ami Meila mengaminkan do'a yang dipanjatkan anaknya itu.

"Ami." Panggil Al saat dia mengetahui keberadaan Ami Meila di ambang pintu kamarnya.

Al menghampiri Ami Meila dan mencium tangannya takzim.

"Mas tadi mau cerita apa sama Ami? Sini duduk. Mumpung masih ada waktu sebelum Magrib." Ami Meila menuntun Al untuk duduk di tepi ranjang milik Al.

Al merosot dari duduknya, dia bersimpuh di depan kaki Aminya. Al merebahkan kepalanya dipangkuan Ami Meila, tangannya dilingkarkan dipinggang Ami Meila. Posisi ini menjadi favorit Al ketika dia terpuruk ataupun lelah dengan keadaan.

"Allah mau ngasih kejutan apa sih Mi? Kok prosesnya sampai kayak gini banget."

Ami Meila mengelus kepala Al yang masih terbalut kopiah rajut berwarna putih itu.

"Mas, Mas tau kan kalau sabar itu pilar kebahagiaan manusia? Mas juga pasti tau macam-macam sabar itu dalam hal apa aja." Ami Meila terus mengelus kepala Al dengan lembut.

"Dua tahun Mas memendam ini Ami. Sekarang ijinkan Mas buat nangis sekali aja, sebelum kembali membohongi diri." Cairan bening mulai keluar dari sudut mata Al tanpa dikomando.

"Salah satunya adalah sabar dalam menghadapi takdir dan cobaan yang diberikan Allah." Ami Meila mulai menjelaskan tak menghiraukan Al.

Cairan bening yang keluar dari sudut mata Al semakin deras. Dia semakin mengeratkan pelukan tangannya dipinggang Aminya. Wanita berdaster hitam dengan hijab bergo itu tetap setia mengelus rambut yang terbalut kopiah rajut berwarna putih itu.

"Selama paru-paru masih memompa oksigen ke tubuh kita, ujian dan cobaan tidak akan pernah berakhir Mas. Karena ujian dan cobaan adalah sunatullah, sesuatu yang tidak bisa kita hindari."

Ami Meila menjeda ucapannya, menunduk melihat sang putra yang selama ini terlihat kuat ternyata rapuh, persis seperti dugaannya. Al selalu menyelesaikan masalahnya sendiri, berusaha menutupi apapun yang membuatnya sedih. Ami Meila mengetahui kerapuhan hati Al yang berusaha dia sembunyikan. Memang sudah hakikatnya seorang Ibu tidak pernah bisa dibohongi dengan kata 'Mas gak papa, gak papa Ami, Mas baik-baik aja Mi'.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Begin AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang