B.I.L.O.V.A (12)

356 84 41
                                    

Keesokan harinya, Lovandras sejujurnya malu menampilkan wajahnya di hadapan Pabio. Ia tidak sadar semalam ia nangis di dalam pelukan Pabio. Ia sampai merutuki dirinya karena tidak bisa mengontrol emosinya. Sebenarnya ia tidak terlalu mengingat ucapan Pabio saat ia memeluknya ia hanya mengingat saat Pabio memberi kecupan di puncak kepalanya. Ia mencoba mengingatnya namun alhasil kepalanya menjadi pusing.

Lovandra meminta agar Tania yang membawa mobil. Di dalam mobil, ia bersandar pada jok mobil sambil memijit pelipisnya. Tania merasa ada sesuatu yang terjadi semalam pada Lovandra sehingga ia mencoba menanyakannya.

"Cicak!"

"Hua mana cicak!"

"Itu... di kursi lo."

"Mana anjir gak ada."

"Emang gak ada" Tania terkekeh.

"Sialan lo" maki Lovandra.

"Lagi ada 'something'?."

Lovandra menghela napasnya "Gue bodoh, gue gak bisa ngontrol emosi, gue gak tau gimana nantinya ketemu sama Pabio."

"Maksud lo?" tanya Tania bingung.

"Gue udah pernah cerita kan sama lo tentang Raka. Nah semalam dia datang ke pernikahan Dean. Gue belum siap hadapi situasi saat dia ada didepan gue. Jadinya Pabio bawa gue ke taman dekat sana. Gue nangis, Nia. Gue terbawa emosi sampai akhirnya gue meluk Pabio walaupun Pabio gak nolak sih. Tapi gue malu ketemu sama dia nanti."

Tania manggut-manggut mengerti sekarang. "Kenapa lo harus malu toh dia juga gak nolak kan kecuali nih ya dia bersikap biasa aja disitu baru lo malu."

"Tapi kan di surat itu hanya boleh pegangan tangan doang."

"Lo yakin selama sebulan lebih ini kalian cuman pegangan tangan doang. Ayolah Lov, it's just a point. Buktinya kalian berdua loh sama-sama ngelanggar"

Lovandra mengingat kejadian semalam saat Pabio menangkupkan wajahnya dan menghapus air matanya kemudian memeluk dan bahkan menciumnya. Lovandra menggelengkan kepalanya mengenyahkan pikiran yang ada di otaknya sekarang.

"Tuh kan pasti ada lagi yang lain, tell me what?"

"He kisses my forehead." jawab Lovandra sambil menunjuk dahinya. Tania justru bertepuk tangan senang mendengarnya.

Di kantor Lovandra benar-benar menjauhkan diri dari Pabio. Setiap ia melihat atau berpapasan dengannya ia langsung berbalik arah. Seperti sekarang ia hanya termenung melihat tumpukan berkas di mejanya dimana ia harus ke ruangan Pabio untuk meminta tanda-tangannya.
"Bodo amat lah."

Ia mengetuk pintu kayu itu lalu memutar knop kemudian mendorong pelan untuk melihat situasi di dalam. Kosong. Lovandra masuk perlahan dan berjalan ke meja kerja Pabio. Ia meletakkan berkas itu dan menempelkan sticky note. Saat ia berbalik justru Pabio sudah berada di ambang pintu.

"Ini berkas yang perlu bapak tanda-tangani." ucapnya saat Pabio berdiri didepannya.

Lovandra berjalan melewatinya namun Pabio menahan pergelangan tangannya lalu menarik pelan Lovandra agar berdiri di hadapannya. Lovandra sedikit terkejut namun ia langsung merubah raut wajahnya. Ia mengamati wajah Pabio dan ia merasa kalau Pabio saat ini sedang ada masalah.

"Lov" ucap Pabio tepat di manik mata Lovandra.

"Maafkan aku". Lovandra mengernyit bingung.

"Aku... tidak bisa menepatinya."

Pabio merogoh kantong di jasnya dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya

"Halo"

"........"

B.I.L.O.V.A [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang