BAGIAN 6

726 51 0
                                    

Bagian 6 :

"Tar gimana udah mendingan?" teriak ku pada Tari di luar toilet. Ini kesalahan Tari yang memakan bakso dengan lima sendok sambal dan berakhir diare.

"Kayak nya gue mau pulang aja deh," ucap Tari keluar dari toilet dengan wajah pucat.

"Kamu tunggu sini aja, aku mau ambil tas kamu sekalian ijin ke guru." ucap ku sambil mengusap keringat di dahi Tari. Aku bergegas menuju ke kelas tak ingin membuat Tari menunggu lama.

"Ini tas nya Tar, aku udah pesenin gojek, kalau udah sampek rumah langsung minum obat sama perbanyak minum air putih." aku menyerahkan tas berwatna pink ke Tari.

"Makasi," lirihnya.

"Run, gue boleh mintak tolong?" Kata Tari memegang tangan ku.

"Mintak tolong apa?" tanya ku.

Tari menoleh ke arah kanan dan kiri, memastikan sepi. Tari mengambil tanganku dan menaruh rokok ditangan ku. aku melotot, jantung ku sudah berdebar melihat benda itu.  "Kamu apa-apaan sih Tar." Aku mencoba mengembalikan benda itu lagi kepada Tari tapi dia menolak.

"plisss, bantu gue. Orang nya udah banyar tiga kali lipat." Tari memegang  tangan ku lagi dengan raut wajah yang pucat, aku jadi tidak tega. "plisss Run, gue udah pakek uang nya buat beli buku adek gue. Gue bikinin seblak deh sebagai ucapan terimakasih."

Aku menjadi bimbang, tak tega melihat raut wajah Tari yang pucat dengan wajah memohon. apalagi keadaan Tari saat ini ekonominya tidak baik-baik saja. Bisnis rumah makan milik orang tua nya gulung tikar gara-gara sepi dan papanya Tari kenak tipu. Tapi aku takut menjual rokok itu dan berakhir diruang BK.

"Tenang aja, enggak bakal ada yang tahu. buktiknya gue jual sebulan ini enggak ada yang tahu." ucap Tari meyakinkan ku.

"Beneran enggak akan ketahuan?" tanya ku sekali lagi. "Kalau ketahuan gimana?"

"Gue bakal tanggung jawab."

"Oke aku bantuin," Aku akhirnya menggaguk tidak yakin. Tari membalasku dengan tersenyum lalu memeluk ku senang. Aku tidak tahu kalau itu pelukan terakhir yang Tari berikan kepadaku.

"Makasiii banget Run, janjian nya jam setengah 11 di taman belakang sekolah. Gue bakal chat orang nya. oh iya nama orang nya, Gabriel. Tapi sebelum lo kasih ke orang nya lo bilang mawar merah."

Aku mengetuk-ngetuk sepatuku dengan gugup. Ini pertama kalinya aku melanggar peraturan sekolah. Aku menggeram kesal kenapa lama sekali sih orang itu, aku sampai harus rela bolos karena ini. Kalau sampai jam 11 dia belum datang aku akan pergi.

"ekhem"

Aku bernafas lega akhirnya orang itu datang, "Mawar merah." aku berbalik ke arahnya dan menyerahkan rokok itu tanpa melihat wajah nya karena perbedaan tinggi kami yang berbeda.

"Sialan, kenapa harus lo sih."

Jantung ku berdebar kencang, mati aku ini suara Lakeswara. Aku mendongak ke atas untuk memastikan nya. Lutut ku terasa lemas, buliran keringat membasahi dahi ku. Aku secara sepontan menutup mata ku dan mengantupkan kedua tangan ku.

"Plisss Lakeswara, jangan aduin aku ke Bk. Bukan aku yang jual." kataku dengan berkaca kaca. Aku takut masalah ini bakal merembet ke pemanggilan orang tua. Menggunakan rokok saja itu dilarang di sekolah apalagi memperjual belikan, kesalahan ini cukup fatal. Pasti Lakeswara akan mengadukan ini kepada BK.

"Terus kalau bukan lo siapa? Buktinya lo pegang rokok." Jawabnya dengan nada agak tinggi.

Aku sontak langsung membuang rokok itu. "A.. Ak...aku cuma disuruh Tari, tadi Tari sakit perut terus dia mintak tolong buat ngasih ini ke Gabriel." Dalam hati aku mengucapkan maaf ke Tari karena menyebutkan namanya. Aku tidak mau kenak kasus sendirian. Masalah utamanya ada di Tari.

"Kenapa enggak lo tolak aja." ucap Lakeswara menatap ku datar.

"Kata Tari orang nya udah bayar tiga kali lipat. Terus uang nya udah dipakek buat beli buku adik nya." ucap ku sambil menangis. Aku tidak peduli tanggapan Lakeswara kalau aku perempuan yang cengeng. Aku sudah ketakutan.

"Jangan bilang ke siapa-siapa ya Lakeswara." ucapku dengan air mata berlinang.

Lakeswara terlihat mengacak-ngacak rambut nya kesal, lalu dia diam sebentar seperti tengah memikirkan sesuatu. "Oke gue enggak akan bilang ke siapa-siapa tapi dengan satu syarat. Lo jadi asisten gue, tugas gue sekarang di Dewan Siswa cukup banyak sama ketabahan jadi ketua kelas. Lo cuma bantu bantuin gue aja."

"Tapi kan di dewan siswa ada wakil sama sekertaris kamu jad___"

Lakeswara melotot, "oh jadi lo enggak mau, oke fine gue juga enggak peduli sih kalau tiba tiba nama lo di panggil ruang bk nanti."

"Oke oke aku mau." jawab ku cepat.

Oke Aruna ucapkan selamat tinggal pada ketenangan.

My Tsundere LakeswaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang