🌻Keenambelas🌻

137 29 2
                                    

Sana bagaikan separuh kehidupanku. Satu-satunya wanita yang kubiarkan bertumbuh bersamaku. Berbagi bahagia maupun duka. Bercerita tentangnya tidak cukup hanya selembar dua lembar. Bahkan mungkin kamus kalah tebal. Terlalu banyak ceritaku bersamanya.

Hari ini hari ulang tahunnya. Hari yang selalu ditunggu-tunggu olehnya karena selalu penasaran dengan kado apa yang akan aku berikan padanya. Aku belum memutuskan. Rencanaku, aku ingin membawanya ke mal dan membiarkannya memilih sesuai dengan keinginannya. Rencana darurat saat aku sudah lelah memikirkan kado terbaik untuknya.

Sebenarnya aku tidak pandai memilih. Sejak kecil aku sering keliru memilih kado yang sesuai dengan selera Sana. Meskipun begitu Sana tetap menghargai pemberianku. Saking menghargainya, dia memiliki lemari khusus untuk memajang setiap kado yang kuberikan padanya. Hampir separuh dari lemari itu berisi buku, tentu karena aku menyukai buku. Aku lupa jika Sana tidak begitu suka. Sana lebih memilih diberi aksesoris dan aku buta akan hal itu.

Aku pernah membelikannya sepasang sapu tangan tapi ternyata tetap gagal. Seisi rumah tertawa saat Sana membuka kado dariku. Ibuku sampai menutupi wajahnya dengan bantal sofa saking malunya. Aku tidak tahu letak kesalahanku dimana. Namun dari intonasi tertawa semua orang pastilah hal itu sangat memalukan dan begitu fatal. Aku berbisik bertanya pada Sana yang masih terpingkal-pingkal dimana letak kesalahannya.

"Kamu ngapain beliin ini?"

"Itukan sapu tangan? Apanya yang salah? Kenapa pada ketawa?"

Sana menepuk jidatnya dan kembali tertawa. Sana membuka bungkusannya dan aku baru paham kalau ternyata aku salah membeli. Itu bukan sapu tangan melainkan sebuah celana dalam. Aku malu setengah mati. Kenapa aku bisa seceroboh itu.

"Aku bener-bener gak tau. Mbak-mbak tokonya bilang itu sapu tangan."

Aku masih terus membela diri karena memang pelayan tokonya memberi tahu kalau itu adalah sapu tangan. Aku tidak berbohong sama sekali. Apalagi memiliki pikiran mesum. Sejak saat itulah aku sedikit trauma membeli sapu tangan. Kalaupun aku mau beli, aku aka pastikan dengan benar kalau yang kubeli itu sapu tangan bukanlah celana dalam.

Kado itu memang memalukan tapi Sana masih memajangnya di lemari kadonya. Aku rasanya ingin mengambilnya lagi dan membuangnya. Tetapi Sana selalu memergokiku saat ingin membuangnya. Dia mengomel tanpa tahu perasaan maluku yang sudah mencapai ubun-ubun setiap kali melihat lemari itu.

Hal itu yang membuatku berpikir ulang saat akan memberikan Sana kado. Aku tidak mau kadoku yang terpajang selanjutnya lebih memalukan dari celana dalam itu. Cukup itu saja. Apalagi ulang tahun kali ini adalah ulang tahun ketujuh belasnya. Aku harap ulang tahunnya kali ini menjadi kenangan yang indah dalam hidupnya.

Aku mengklaksoni rumah Sana menunggu batang hidungnya muncul di beranda rumah. Sopir pribadi ayahnya menyapaku seraya mengingatku untuk sabar. Sudah menjadi kebiasaan Sana molor setiap pagi.

"Ayo berangkat." Sana muncul dengan penampilan tidak biasanya. Rambutnya yang biasanya ia urai kini diikat kuncir kuda dengan poni yang yang sedikit menutupi jidatnya. Aku sempat terpana sejenak memandangi perubahan penampilannya. Begitu cantik, lebih cantik dari biasanya.

"Hei, ayo berangkat. Tadi klakson-klakson. Sekarang suruh berangkat malah diem aja."

"Oke."

Aku sengaja tidak mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Aku akan mengucapkannya bersamaan dengan pemberian kadoku nanti.

Hingga pertengahan hari aku masih bingung apa kado yang pas untuk kuberikan pada Sana. Aku tidak bisa meminta pendapat ke teman-temanku karena temanku hanyalah Sana. Hingga Hayoung memanggilku. Akhirnya kuputuskan untuk bertanya padanya. Mungkin dia bisa membantuku karena mereka sesama perempuan siapa tahu seleranya sama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang