🌻 Ketigabelas 🌻

367 53 9
                                    

🎵Ran : Dekat di Hati

Silakan Vote dan Komen jika Anda telah membaca cerita ini, terima kasih
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Sana POV

Aku mengikat tali sepatuku kuat kuat. Pagi ini udara sangat dingin. Saking dinginnya sampai membuat gigiku beradu satu sama lain. Akhir pekan sebenarnya adalah waktuku untuk beristirahat, maksudku tidur sampai matahari sudah meninggi. Tapi semua harapan weekend yang indah itu sirna saat suara Sehun dan tendangan dari kakinya menghentakan tubuhku. Aku terpelanting dan terguling sampai terjatuh di permukaan lantai. Aku menggeram panjang tapi Sehun langsung melempar handukku yang biasa aku gantung di gantungan belakang pintu. Dia menyuruhku untuk cepat mandi. Apa dia sudah gila? Apa dia tidak tahu jika udara sedang dingin dinginnya. Dia memang sudah gila.

Saat aku tidak menggubrisnya, dengan santainya ia menyiram segelas air di wajahku. Ya Tuhan, andai aku tidak mencintainya mungkin sudah kulenyapkan dia saat itu juga. Tapi ketika aku mulai kesal dan melihat wajahnya yang begitu tampan dengan rambutnya yang sedikit basah seketika itu juga rasa marahku teredam. Aku bangkit lalu tanpa basa basi masuk ke dalam kamar mandi. Aku tahu jika air akan sedingin es pagi ini. Tapi aku tidak lagi peduli.

Sampai ketika tubuhku sudah berdiri di depan pintu rumah lalu membukanya dan ternyata aku baru sadar jika sekarang masih subuh. Langit saja keunguan dengan matahari yang sinarnya belum terlalu terang. Aku tertegun di ambang pintu. Diam tidak bisa berkata kata. Aku mengepalkan tangan erat erat dan memutar tubuh dan melihat tajam pada Sehun yang cuma berdiri memasang wajah tanpa dosanya.

"Apa?" Ya Tuhan, dia masih bisa bertanya padaku. Apa dia benar benar sudah gila? Kenapa aku bisa mencintainya? Aku lalu menggeram dan menghentakkan kakiku karena semakin kesal melihat sikap Sehun. Aku tidak kuasa memarahinya jika sudah begini.

"Kamu itu udah gila ya? Kenapa ngajak Aku jogging subuh subuh begini sih?"

"Emang kenapa? Sehat dong"

Aku menggeram lagi dan semakin kesal. Karena sudah malas berdebat dengan Sehun, aku memilih memutar tubuhku dan melajutkan langkahku, meninggalkan dirinya yang masih berdiri di depan pintu rumahku.

Aku hanya diam dan tidak mengajaknya berbicara. Sehun pun juga diam. Dia terus berlari di sampingku. Sesekali aku melirik padanya yang semakin tampan dengan keringat yang membasahi pelipis dan rambutnya.

"Ngapain liat liat? Awas jatuh cinta"

Aku memutar bola mata, kesal mendengar ucapannya. Padahal ucapannya itu benar. Tapi ketika Sehun terlalu pede seperti itu malah membuatku tidak sudi mengakuinya.

"Bisa diem gak sih? Ngapain jatuh cinta sama Kamu. Bisa bisa Aku mati muda gara gara bosen diajak baca ensiklopedia terus sama Kamu. Terus Kamu itu gak pernah peka sama sekitar. Pokoknya lurus aja. Gak noleh kanan kiri"

Sehun tersenyum miring.

"Kalo Aku noleh kanan kiri. Kamu bisa Aku abaikan loh. Terus kalo Aku peka, mungkin sekarang Aku gak lari sama sahabatku, tapi sama kekasihku"

Aku menghentikan lariku seketika. Memastikan jika telingaku sedang sehat wal afiat. Bahkan baru kemarin aku membersihkannya. Masa sekarang telingaku bermasalah? Itu pasti tidak mungkin. Tapi tadi Sehun benar benar mengatakan hal yang membuat jantungku berdisko hampir meloncat keluar dari tempatnya.

"Kenapa berenti?"

"Tadi Kamu bilang apa?" Tanyaku meminta Sehun mengulang lagi ucapannya, cuma ingin memastikan telingaku baik baik saja.

"Kalo Aku noleh kanan kiri, Kamu bisa Aku abaikan. Apalagi ditambah peka, mungkin sekarang Aku lagi lari sama kekasihku bukan sahabatku"

"Kekasih?" Aku ingin Sehun menjelaskan kata kekasih yang ia gunakan itu.

FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang