🌻 Keenam 🌻

363 76 22
                                    

🎵Langit Sore : Rumit

Silakan Vote dan Komen jika Anda telah membaca cerita ini, terima kasih
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Sana hanya diam tanpa sepatah kata pun. Ia hanya bisa fokus pada jalanan ibukota yang tampak ramai seperti biasanya. Sana sedang dalam perjalan pulang dengan menumpang mobil Jin.

Sejak kelas berakhir Jin tidak berhenti mengajaknya berbicara. Bahkan sekarang pun dia masih saja berbicara meskipun Sana tidak benar benar mendengarkannya. Sana masih saja acuh pada laki laki yang masuk list orang paling tampan di sekolahnya itu.

"Sana, Kamu ada masalah? Kok Kamu diem aja dari tadi?" Sana menoleh dan menjawab pertanyaan Jin dengan gelengan.

"Enggak kok" ucap Sana singkat.

"Oke" untuk sejenak akhirnya suasana menjadi hening. Perlahan otak Sana memulai imajinasinya. Membayangkan apa saja yang dilakukan Hayoung dengan sahabat tercintanya sekarang.

Apa Sehun akan memperlakukan Hayoung sama seperti dia memperlakukan dirinya? Apa Hayoung akan mendapatkan perlakuan yang jauh lebih spesial? Sana ingin tahu. Tapi dia terlalu gengsi untuk menanyakan hal konyol seperti itu pada Sehun. Toh, Sana bukanlah siapa siapa Sehun. Hanya teman bermainnya sehari hari.

"Gimana cara biar Aku bisa dapetin hatimu?" Suara Jin menghentikan pikiran Sana tentang Sehun. Sana tertegun mendengar nada serius dari ucapan laki laki di sebelahnya itu.

"Kenapa Kamu gigih banget sih? Apa spesialnya Aku? Perasaan masih banyak cewek lain di sekolah kita" Sana masih berusaha menahan rasa canggungnya.

"Apa cinta masih membutuhkan alasan untuk hadir?" Bibir Sana kelu. Tidak tahu harus memberi jawaban seperti apa untuk pertanyaan Jin.

"Please, berhenti Jin. Aku gak mau Kamu buang buang waktu cuma buat dapetin cinta dari Aku. Karena itu percuma"

"Apa ada orang lain di hati Kamu sekarang?" Sana masih diam tanpa memberi jawaban.

"Apa itu Sehun?"

***

Aku menghempaskan tubuhku di atas kasur. Kubenamkan wajahku ke dalam empuknya bantal. Pertanyaan terakhir Jin tentang Sehun berhasil menghentikan waktuku untuk sejenak. Lagi lagi aku tidak bisa menjawab pertanyaannya. Aku hanya bisa mengelak dengan berbagai alasan. Tapi untung saja sepertinya dia percaya dengan omong kosongku.

Hingga akhirnya aku memilih untuk mengistirahatkan pikiranku yang mulai lelah. Aku tidak ingin lagi memikirkan tentang hari ini. Sudah cukup.

***

Sudah hampir lima menit aku berdiri di depan pintu rumah Sana tapi tetap saja tidak ada tanda tanda pintu akan terbuka. Untuk sekali lagi aku menekan tombol bel rumahnya masih berharap ada orang yang akan membukakan pintu untukku. Tapi tetap saja nihil. Akhirnya aku memilih untuk kembali ke rumahku.

Tepat di langkahku yang kedua pintu rumah Sana terbuka. Menampilkan sosok Sana yang masih memakai seragam sekolah tapi tidak dalam keadaan yang rapi. Rambutnya berantakan khas seperti baru bangun tidur.

"Hun, kenapa?" Ucapnya dengan suara parau.

"Mau makan kue sama Aku? Mama sama Papa masih belum balik dari rumah sakit soalnya" memang dasar bodoh. Aku memang bodoh. Padahal aku memang membeli kue ini untuk Sana tapi mulutku tidak mengatakannya dan malah mengajak Sana makan bersama.

"Kue?" Aku hanya mengangguk. Aku menyodorkan sekantong plastik berisi kue muffin.

"Muffin?" Aku mengangguk sekali lagi. Mata Sana langsung berbinar ketika tebakannya benar.

"Aku mau. Tapi Aku ganti baju dulu ya"

"Oke" jawabku singkat. Sana lantas berlari cepat masuk kembali ke dalam rumahnya. Aku juga ikut masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Sekitar dua menit kemudian Sana akhirnya kembali turun dengan pakaian tidurnya.

"Ayo" ajaknya. Dia langsung menyambar tanganku dan menariknya. Seketika aku langsung bangkit dari posisi dudukku.

Aku lega melihat Sana kembali tersenyum dan semangat seperti sekarang. Sebelumnya aku khawatir melihat perubahan sikapnya tadi. Tapi sekarang aku sedikit merasa lebih tenang.

Aku dan Sana sampai di kamarku. Dengan cepat Sana terjun menjatuhkan tubuhnya di atas kasurku.

"Tadi Kamu pulang sama Jin?" Tanyaku pada Sana yang sekarang tengah sibuk memakan muffin.

"Hmmm" jawabnya seraya mengangguk.

Aku diam seketika. Pikiranku mulai melayang. Membayangkan Sana bersama Jin membuat beberapa pertanyaan muncul di otakku. Apakah Sana akan memperlakukan Jin sama seperti dia memperlakukanku? Atau Sana akan memberikan perlakuan spesial pada Jin? Secara laki laki itu terang terangan menyatakan perasaannya pada Sana. Tapi apa hakku berpikiran seperti itu. Sana pun hanya sahabatku jadi akh tidak punya hak untuk menanyakan hal konyol seperti itu.

"Kamu gak mau?" Tanya Sana membuyarkan lamunanku. Aku hanya mengampirinya dan ikut duduk di kasur.

"Mau?" Aku mengangguk dan Sana langsung menyuapiku muffin di tangannya.

"Gimana tadi di toko buku? Udah dapet bukunya?"

"Ya" jawabku singkat.

Aku langsung mengambil tas sekolah dan mengeluarkan sebuah buku yang tadi aku beli. Aku membeli dua buku. Buku pertama memang sengaja aku beli untuk latihan olimpiade. Dan buku kedua sengaja aku beli untuk kuberikan pada Sana.

"Ini buat Kamu" Sana langsung menyatukan alisnya, heran denganku.

"Apa ini?" Sana mengambil buku yang aku sodorkan untuknya.

"Buat kamu. Sapa tahu kamu jadi kutu buku" seketika tawanya pecah. Aku bingung bagina mana yang sebenarnya lucu.

"Kenapa Kamu ketawa?" Tanyaku penasaran.

"Gak apa apa. Makasih banget ya udah di beliin buku" aku mematung, tubuhku menegang saat Sana memeluk tubuhku.

"Makasih buat sahabatku yang satu ini sampe perhatian banget beliin buku" ucapnya sekali lagi masih dalam posisi memelukku.

"Iya iya. Udah jauh jauh" tanganku langsung mendorong jauh tubuh Sana hingga dia terhempas ke permukaan kasur.

Aku lantas bangkit dan mulai bersiap untuk mandi. Aku melirik Sana yang sekarang mendengus kesal padaku. Dia juga mulai melancarkan sumpah serapahnya padaku. Tapi aku tidak menghiraukannya dan tetap masuk ke dalam kamar mandi.

Sekitar dua puluh menit aku mandi. Setelah keluar dari kamar mandi aku menemukan Sana yang sudah tertidur di kasurku. Aku hanya bisa menghela nafas. Jika sudah seperti ini, aku tidak akan tega membangunkannya. Aku hanya bisa menelpon rumahnya dan memberitahu mamanya jika Sana berada bersamaku.

Aku mulai menidurkan tubuhku di samping Sana. Aku sengaja memiringkan tubuhku menghadap Sana yang sudah terlelap.

Sana, apa di kehidupan selanjutnya kamu akan terlahir sebagai Sana sahabat dari Oh Sehun? Batinku dalam hati. Tapi seketika aku memejamkan mataku saat melihat Sana akan membuka matanya.

Sebuah sentuhan lembut terasa di pipiku. Aku menahan nafas berusaha senatural mungkin layaknya orang tidur. Jantungku mulai berpacu. Menanti dengan perasaan cemas sebenarnya apa yang akan dilakukan Sana padaku.

"Hun, apa kamu udah tidur?" Aku diam tidak memberi respon. Selang beberapa detik Sana mulai melanjutkan ucapannya. Ucapan yang berhasil membuat waktuku seakan berhenti untuk sejenak. Ada perasaan dilema yang ternyata akan berdampak berkepanjangan pada kehidupanku dengan Sana.

"Hun, Kamu tahu gak kalo Aku cemburu waktu Kamu sama Hayoung tadi?"

"Apaansih? Dasar Sana bego. Sehun itu lagi tidur mana denger. Lagipula Sehun itu juga bukan siapa siapa Kamu. Inget cuma temen aja"

Sana benar benar mencintaiku?

-end-

"Cinta itu sederhana, yang rumit itu kamu. Mencintaimu itu mudah, yang sulit adalah membuatmu mencintaiku"

By. Langit Sore : Rumit ❤

FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang