Part 9

27 2 4
                                    

Hujan masih belum reda. Ismaya makin gelisah, ia takut Ibu bakal tahu ia berencana untuk kabur malam ini. Maya tak akan bisa terus bertahan tetap tinggal di sini bersama ibu juga ayah tirinya. Sejak pertama Ibunya meminta ijin untuk menikah lagi, Ismaya sudah sangat curiga akan tabiat Iskandar, ayah tirinya yang hanya terpaut lima belas tahun tahun dengannya. Artinya, suami Ibu jauh lebih muda usianya ketimbang Ibu.

"May, kamu sudah tidur?"

"Sudahlah, Bu... Anak sudah tidur ya ndak usah diganggu." suara Iskandar membujuk ibu masih terdengar dari luar pintu kamarnya.

Maya tetap bersembunyi di balik selimut, meringkuk di atas ranjang. Pura-pura tidur sambil menunggu hujan reda. Lamunan Maya kembali menerawang pada kejadian satu bulan belakangan ini. Seperti tadi pagi, ketika ia mandi. Ia merasa ada sepasang mata yang mengamatinya dari pentilasi atas pintu. Sepertinya itu bukanlah sekali.

Hingga pada akhirnya, seminggu yang lalu, di saat sang Ibu pergi ke warung, Maya memergoki iskandar mengintipnya saat ia berada di kamar mandi. Hampir saja Ismaya menjerit, berteriak memaki lelaki hidung belang yang tak tahu diri itu. Tapi, ia urungkan karen teringat sakit jantung yang di derita Ibunya. Saat itu, Maya memilih bungkam dan tetap merahasiakan semua kelakuan bejad Iskandar. 

Tapi tidak untuk malam ini.  Bagaimana pun ia harus pergi dari rumah ini sebelum hal yang lebih buruk terjadi kepadanya. Maya semakin mantap setelah ia mengalami kejadian dua malam yang lalu. Di mana Iskandar berani masuk ke kamarnya, di saat sang Ibu sudah tertidur. Andai Ismaya tidak segera bangun saat itu, dan andai Maya tak menyimpan pisau di balik bantalnya, mungkin ia sudah menjadi mangsa bagi Iskandar.

Malam ini, tepat pukul setengah dua belas malam, secara diam-diam ia pergi dari rumah. Meninggalkan sang Ibu dan suami barunya. Maya takut jika kejadian yang membuat ia tak memiliki ayah, akan terjadi lagi kepadanya. Bagaimana pun, ia tak mau, kisah kelam yang menimpa dirinya terjadi padanya. 

Ismaya pergi, ia berjalan menyusuri malam sendirian.  Hanya berbekal beberapa ratus ribu uang yang ia kumpulkan dari sisa gajinya, dan beberapa setel pakaian dalam tas ransel yang dibawanya. Ia tak menyangka jika menaiki taksi online tetap saja rawan kejahatan. Diturunkan di jalan tentu saja hal yang tak pernah ia duga sebelumnya. Hingga tepat di sebuah tikungan yang jauh dari pemukiman, ia mendengar pemuda dengan sepeda motor menghadangnya.

"Dek mau ke mana, Dek.  Cantik banget sih." Pemuda itu mulai berani mencoleknya.

Maya ketakutan, ia melangkah mundur tapi sayang pemuda lainnya justru ikut mengepungnya. Ada yang memegang tangannya, mencolek punggung, hingga menarik jilbabnya. Beruntung Tuhan masih memberikan perlindungan hingga ia bertemu seorang lelaki yang menolongnya. Lelaki itu telah berhasil membuat salah seorang pemuda babak belur hingga membuat yang lainnya ketakutan. Tak sampai di situ, Maya mengira para pemuda itu tidak akan menyerang lagi. Ternyata, salah serorang dari mereka justru mengambil kayu yang hendak dipukulkan ke lelaki yang menolongnya. Ismaya yang melihat spontan berlari dan menghalangi hingga hantaman kayu balok itu tepat mengenai kepalanya.

Saat itu semua jadi terasa gelap. Dan ia tak merasakan apa-apa lagi. Sampai pada akhirnya ia sudah berada di sebuah klinik rumah sakit. Dan barulah ia tahu siapa yang menolongnya. 

"Begitulah ceritanya, Bu...." Maya mengakhiri ceritanya penuh derai air mata.

Semua yang mendengar sungguh tak percaya jika perjalanannya adalah karena sebab yang sungguh jauh dari bayangan mereka.

(Ini masih baru 500 kata. Belum dilanjut.)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Tanpa SyaratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang