One

566 76 10
                                    

"Wake up, sleepyhead."

Kubuka mata perlahan, mengedip cepat saat cahaya mentari menyinari wajahku. Aku mengerang panjang, menarik selimut lebih tinggi hingga menutupi kepala.

"What are you doing here, Asher?" Pertanyaanku setengah teredam di dalam selimut. Gelak tawanya yang familiar mengalun merdu di dalam kamarku, kemudian kurasakan selimutku yang ditarik hingga terbuka. Udara dingin menerpa tubuhku yang hanya dibalut tanktop dan celana piyama.

"I'm not wearing a bra!" Dengan panik, kutarik kembali selimut hingga menutupi tubuhku. Tawa Asher kembali terdengar. Tempat tidurku melesak oleh berat badannya saat dia berbaring di sebelahku.

"Sejak kapan kau malu padaku?" Asher bertanya geli.

"Sejak umur kita bukan 10 tahun lagi!" ketusku tanpa berani berbalik menghadapnya. Aku bersyukur selimut yang tebal memisahkan tubuh kami yang nyaris berdempetan. Namun Asher sama sekali tidak menyadari keresahanku karena kedekatan kami. Dia merapatkan dadanya di punggungku, meletakkan dagu pada bahuku yang terbuka.

"Bangun," bisiknya di telingaku. Aku tahu dia hanya bermaksud menjailiku. Meski tak urung wajahku merona karena kedekatan kami.

"Menyingkir, Asher. Tempat tidurku terlalu sempit untuk kita berdua." Aku berusaha menjaga nada suaraku tetap datar. Masih tidak berani menoleh ke arahnya. Napas hangatnya menyapu permukaan kulitku. Jantungku berdebar tidak karuan, hingga aku yakin Asher bisa mendengarnya. Tidak. Itu hanya kekhawatiranku yang terlalu berlebihan.

"You're really grumpy today. Kau sedang PMS ya?"

Kulempar salah satu bonekaku hingga mendarat di wajah Asher karena pertanyaan yang dia lontarkan dengan ringan tersebut. Lagi-lagi, Asher tidak dapat membendung tawanya. Namun kali ini, dia bangkit dari tempat tidur dan hanya berdiri di sebelahnya.

"Sky... "

"Ya. Ya. Aku bangun." Kurapatkan selimut sambil membawa diriku duduk. Raut wajah Asher berubah saat dia melihatku lebih seksama. Dia pasti menyadari kernyitan serta wajahku yang kuyu.

"Kau sakit?" Asher kembali ke tempat tidur, kali ini duduk di tepinya.

"Menstrual cramps," tukasku seraya memegangi perut yang nyeri. Tidak ada gunanya lagi merasa malu di depan Asher. Dia mengenalku terlalu baik.

"Oh... okay." Asher menanggapi dengan kikuk. Dia pasti tak mengira kalau leluconnya tentang PMS ternyata benar. "Well... do you need something? Teh? Ng... coklat?"

"I just need to rest. Rasa sakitnya akan berkurang setelah beberapa saat."

"Berapa lama?"

"Seharian. It happens every month. Don't worry. Kenapa kau ke sini?"

"Tadinya aku ingin mengajakmu nonton Survival di bioskop." Asher menyebut judul film yang telah dia tunggu sejak lama. Aku tersenyum tipis, memasang tampang bersalah.

"I'm sorry. Aku tahu kau sangat menantikan film ini, tapi aku tidak bisa menemanimu sekarang."

"No problem. Kita nonton kapan-kapan saja." Asher mengedikkan bahu ringan.

Tubuhku kembali rebah di tempat tidur, kali ini berbaring menyamping agar dapat menatapnya. "Kau tidak harus pergi denganku."

"Aku sudah janji akan nonton denganmu." Asher membalas santai. "Lagipula, kau temanku yang paling asyik."

Aku tertawa kecil, lalu meringis saat rasa sakit itu datang lagi.

"Kau yakin tidak butuh apa-apa?" Asher bertanya cemas. Meski agak canggung, tapi dia berusaha menyingkirkan rasa tidak nyamannya saat membahas topik tentang menstruasi ini.

Just... Friends?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang