Four

322 65 3
                                    

"Where's your jacket?"

Asher melontarkan pertanyaan tersebut saat aku baru saja menginjakkan kaki keluar rumah. Kulempar tatapan heran kepadanya.

"I don't need jacket. It's summer," jawabku.

Raut wajah Asher menunjukkan ketidaksukaan yang jelas terhadap jawabanku. "Bajumu terlalu terbuka, Sky."

Alisku terangkat tinggi, lalu kepalaku tertunduk mengamati tanktop bermotif bunga serta celana jeans selutut yang kukenakan. "Kau berlebihan." Aku tergelak kecil.

"Aku bisa melihat garis bra-mu."

"Oh...shut up. Bahkan ayahku tidak berkomentar soal itu."

"I'm serious, Sky. Ini. Pakai punyaku." Asher melepas kemeja luarnya, memberikannya padaku hingga hanya kaus tanpa lengan yang melekat di tubuhnya. Aku sudah bersiap untuk protes lagi, tapi tatapan tajam Asher menghentikan niatku. Dengan jengkel, kusambar kemeja yang dia sodorkan, memakainya di atas tanktop-ku.

Aku masuk ke dalam mobil Asher, duduk di kursi penumpang sementara dia meletakkan barang-barang kami di dalam bagasi. Asher menyusulku lalu menempatkan diri di balik kemudi. Tidak ada percakapan yang terjadi hingga beberapa saat berlalu.

"Kau marah?" Kudengar suara Asher yang bertanya lembut.

"Tidak," jawabku singkat, melihat pemandangan di luar jendela tanpa keinginan untuk menatapnya.

Sebuah tepukan lembut di puncak kepala membuatku menoleh. Asher tersenyum, hanya melirikku sebentar melalui sudut matanya karena tidak ingin kehilangan konsentrasi mengemudi.

"I just want to protect you, Sky."

"I don't need it. Kau tidak punya hak untuk mengaturku, Asher. Kita hanya teman."

"Kita sahabat."

"Exactly. You're not my father. Or my boyfriend." Kulipat tangan di depan dada seraya menyandarkan punggung dengan kesal.

Asher tidak berkata-kata. Hanya fokus pada lalu lintas di depannya. Tidak lama, dia memecah kesunyian di antara kami.

"Sorry. Sebenarnya, aku agak khawatir karena acara menginap ini."

Aku mengembuskan napas dengan keras. "So, it's all about Melissa."

"No. It's about you."

Jawaban Asher mengembalikan perhatianku kembali kepadanya. Seketika aku paham saat melihat wajahnya yang berubah serius.

"Asher..."

"Kau bawa baju renang?" Dia langsung memotong perkataanku.

"Ya."

Pegangannya di roda kemudi mengetat. Kernyitan dalam timbul di antara kedua alis tembaga Asher. "Aku bisa bilang pada Melissa kalau kita tidak jadi ikut."

"Aku ingin ikut."

"But, Sky... "

"Aku tidak akan cerita pada orang lain tentang asal-usul lukaku. Kau tidak perlu khawatir."

"Bukan begitu." Asher menukas kasar. "Aku tidak peduli meski kau cerita. That was my fault. I deserve... "

"Ash." Genggamanku di lengan Asher menghentikan kalimatnya. Sudah lama aku tidak memanggilnya dengan nama tersebut sejak kecil. Asher pasti menyadarinya, hingga senyum tipis muncul di raut wajahnya yang tadi berkerut.

"Bukan aku satu-satunya yang terluka." Kuraba bekas luka memanjang yang berada di lengan bawahnya. Milik Asher tidak sejelas milikku, karena luka yang dia alami dulu tidak sedalam lukaku. "Lagipula, kejadian itu bukan salah siapa-siapa. Kita hanya anak kecil ceroboh. Kau berusaha melindungiku."

Just... Friends?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang