Eight

450 68 11
                                    

Bukan hal mudah untuk bersikap biasa saat aku bertemu Asher di pagi hari. Namun, aku berusaha. Lebih tepatnya, kami berusaha. Aku melambaikan tangan dengan canggung ke arahnya saat kami berpapasan di bawah tangga. Tatapan Asher padaku terlihat... hangat. Dia yang pertama kali menghampiriku, membanjiri indra penciumanku dengan aroma sabun yang menguar dari tubuhnya.

"Bagaimana tidurmu?" tanya Asher sambil menggosok tengkuknya. Dia sering melakukan itu bila sedang gugup.

"Nyenyak. Kau?"

"Lumayan."

Kami sama-sama terdiam. Sesuatu berkelebat di raut wajah Asher, sebelum akhirnya dia berdeham canggung. "Sebenarnya, aku hampir tidak tidur semalaman."

Melihat kejujurannya, kuputuskan untuk melakukan hal yang sama. "Aku juga. Logan mengomeliku karena aku terus berguling di atas ranjang dan membuatnya tidak bisa tidur."

Aku dan Asher tertawa, merasakan suasana kikuk yang melingkupi kami berdua perlahan terkikis.

"Where's Melissa?"

Pertanyaanku memudarkan senyum Asher. Dia tampak tidak nyaman saat menjawab. "Saat aku turun, dia sedang di kamar mandi. Kau tidak bersama Logan?"

"Dia masih tidur. Aku benar-benar mengganggu tidurnya semalam."

Kami berpandangan sejenak, lalu tersadar bahwa suasana villa memang masih sepi. Hanya ada aku dan Asher serta dua orang teman Melissa yang berselonjor di sofa ruang tengah.

"Aku kelaparan. Mau cari sarapan?" ajak Asher. Meski nada bicaranya ringan, tapi aku dapat mendeteksi harapan yang terselip dalam suaranya.

"Oke." Aku menjawab singkat, dan dia tidak membuang waktu untuk segera menggamit tanganku lalu membawaku pergi.

Tidak banyak percakapan yang terjadi selama kami menuju ke restoran yang menyediakan menu sarapan. Aku dan Asher memesan bagel dan membungkus beberapa untuk Logan dan Melissa. Kami memilih untuk makan di mobil karena suasana restoran yang ramai hingga tidak ada lagi tempat untuk duduk.

"Punyamu yang tidak pakai acar." Asher menyerahkan sebuah kantong kertas coklat kepadaku. Aroma bagel yang baru dipanggang serta telur dan keju menggugah selera makanku.

"Kau masih ingat." Aku berkomentar ringan.

"Aku tidak pernah lupa." Asher balas menyeringai lebar.

Aku sedang mengunyah bagel-ku ketika kurasakan mata Asher yang mengawasiku.

"Apa?" tanyaku heran karena dia tidak juga mengalihkan tatapannya dariku.

"Saus." Asher berkata singkat. Pandangannya masih terkunci pada bibirku. "Ada saus. Di situ." Dia menunjuk sudut mulutku.

Tanganku bergerak untuk mengelap, tapi Asher menangkap pergelanganku. "Let me do it for you."

Aku terpana ketika Asher mencondongkan tubuh, lalu mencium tempat yang tadi dia tunjuk. Lidah Asher terjulur untuk menjilat sisa saus yang ada di sana. Andai memang benar-benar ada. Wajahku sudah sangat merah saat akhirnya Asher menarik diri. Bagel di tanganku masih tersisa sebagian, tapi aku tidak lagi memiliki keinginan untuk menghabiskannya. Perutku bergolak dan dadaku berdebar begitu kencang setelah ciuman Asher.

"Sudah bersih." Asher berujar puas. Ada kilat jail di kedua bola matanya.

"Lama-lama, kau jadi makin mirip Logan," ucapku dengan kepala tertunduk untuk menyembunyikan rona di wajah.

Komentarku mendapat hadiah raut tidak suka Asher. "Logan pernah menciummu selain saat pool party?"

Andai Asher tidak bilang bahwa dia masih bingung dengan perasaannya, aku pasti mengira dia sedang cemburu.

Just... Friends?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang