Seven

461 71 5
                                    


Aku termangu saat Asher menjauhkan bibirnya dariku. Dia tidak pernah menciumku di bibir. Tidak pernah seintim ini. Walau ciumannya terkesan bersahabat dan hanya berupa sapuan ringan, tapi sesuatu dalam tatapan Asher mengatakan padaku bahwa ada sesuatu yang lain di baliknya. Asher tampak... frustrasi. Bibirnya membentuk garis tipis dan kerutan dalam terbentuk di antara kedua alis gelapnya.

"Why did you do that?" Aku bertanya lirih, memegangi bibirku yang masih hangat oleh ciumannya. Pandangan Asher jatuh pada jariku yang berada di bibir. Perubahan pada raut wajahnya mengejutkanku. Rona yang muncul di pipi Asher, bahkan lebih gelap daripada saat dia bersama Melissa.

"I don't know, Sky. Kurasa karena kebiasaan. Aku tidak pernah tahan melihatmu menangis."

Bahuku lunglai oleh rasa kecewa. Rasanya bahkan lebih buruk daripada saat aku melihatnya begitu akrab dengan Melissa.

"Stop doing that. I don't need your comfort."

Hening. Tidak ada reaksi apa pun dari Asher. Dia hanya menatapku dalam tanpa melepaskan pegangannya dari sikuku.

"I don't know what happened to me." Asher mengatakannya dengan suara serak. Sesuatu berkelebat di mata hazel-nya. "I keep making excuse to you. Keep lying. I don't think it's normal because I suppose to like Melissa."

"Aku tidak mengerti," kataku bingung. Asher mendekatkan tubuhku kepadanya hingga aku dapat merasakan panas tubuhnya. Juga sesuatu yang lain. Mataku terbelalak lebar. Kini kusadari bahwa rona di wajah Asher bukan disebabkan oleh rasa malu.

"Yeah... This is crazy," dia berkata canggung. "Kau teman baikku. But, I got turned on by just seeing you on that bikini. It didn't happen when I'm with Melissa."

"Aku... aku akan memakai T-Shirt-ku." Hanya itu tanggapan terbaik yang dapat kuberikan. Situasi ini sungguh asing dan memalukan. Bagi kami berdua.

"Lebih baik begitu." Akhirnya, Asher melepaskanku, melempar pandangan pada air kolam yang tenang sementara aku mengenakan T-Shirt-ku kembali.

"Sudah." Asher menoleh begitu aku mengucapkan kata tersebut. "Lebih baik?" tanyaku kikuk.

Dari tatapan matanya, aku tahu T-Shirt yang kupakai tidak banyak membantu. Tubuhku basah dan kini T-Shirt putih tersebut melekat bagai kulit kedua bagiku. Namun kulihat Asher mengangguk.

"Mau duduk sebentar denganku?" usul Asher sambil tersenyum kaku. Aku mengangguk, lalu mengambil tempat di sebelahnya yang telah lebih dulu berada di kursi. Selama beberapa saat, yang kami berdua lakukan hanya menatap air kolam dalam diam.

"About what you said earlier... " Asher mulai bicara, tapi aku memotongnya seketika itu juga.

"Sudah kukatakan bahwa kau tidak perlu menjawabnya."

Asher memalingkan wajah kepadaku, berubah serius. "Tidak adil untukmu, Sky. Kau harus tahu bagaimana perasaanku."

Dadaku berdebar kencang, menunggu penuh antisipasi. Asher tidak membiarkanku tersiksa terlalu lama.

"Saat ini, aku lebih ingin bersamamu daripada dengan Melissa. Tapi aku juga tidak bisa bilang bahwa aku menyukaimu dengan cara seperti itu. You've been my friend for my whole life."

Bahuku terkulai setelah mendengar jawaban Asher. Rasa kecewaku terdengar jelas. "So, it's a no?"

"I didn't say that. Aku hanya butuh waktu untuk terbiasa dengan hal ini. Terus terang, aku tidak pernah mengira bahwa kau menganggapku seperti itu. As a potential boyfriend, not just friend. Aku tidak tahu apa yang kau lihat dariku."

Just... Friends?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang