Ten

702 73 10
                                    

Benturan itu keras hingga membuatku jatuh tersungkur. Pedih terasa di bagian samping betisku yang tergores permukaan kasar semen. Namun itu hanya luka kecil yang kudapatkan dibanding dengan orang yang tengah mendekapku erat.

Asher menubrukku tepat sebelum Ford tersebut melindasku, praktis melemparkan tubuhnya ke arahku. Lengannya terkunci di seputar tubuhku saat dia menggunakan tubuhnya sendiri sebagai alas. Terdengar bunyi berderak mengerikan ketika kami mendarat dengan keras di permukaan beton. Aku berbaring menyamping dengan wajah terkubur di dadanya. Degup jantung Asher terdengar begitu dekat dengan telingaku. Saling berkejaran liar bagai derap kaki kuda.

"Are you okay?" Asher melonggarkan rangkulannya hanya untuk mengecekku. Jemarinya gemetar saat dia menjalankannya di seputar pipiku. Sentuhan Asher terasa dingin dan aku dapat melihat jelas ketakutan yang membayang di matanya.

Aku tak bisa langsung meresponnya karena terlalu shock. Otakku masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Tangan Asher yang berada di wajahku masih belum berhenti bergetar, tapi senyum di wajahnya merekah lebar.

"This time, I got you," ucapnya penuh kelegaan. Kalimat Asher mengembalikanku pada masa kecil. Saat dia terlalu kecil untuk melindungiku.

"Are you insane, Dude?!" Seruan penuh amarah itu membuat aku dan Asher menoleh.

Logan mendaratkan kepalannya pada bagian bagasi Ford putih yang hampir melindasku. Meneriaki pengemudinya. Pria yang kukenali sebagai salah satu teman Melissa, tampak pucat saat keluar dari mobilnya.

"Aku... aku tidak melihatnya." Dia berujar terbata.

"Pasang matamu baik-baik, Sialan! Kau hampir membunuh seseorang!" hardik Logan tanpa peduli bahwa pria itu nyaris mengencingi diri sendiri karena terlalu takut.

Logan berlutut di sebelahku dan Asher yang belum juga melepaskan rangkulannya. Dia langsung melihat luka goresan di sepanjang lututku, menilai keparahannya.

"It's just scratches. She'll be alright. Kau terluka di tempat lain?" tanya Logan kepadaku.

Pada akhirnya, aku berhasil mendorong kata-kata keluar dari pita suaraku. "I'm... I'm alright."

Logan mengangguk singkat sebelum memindahkan perhatiannya pada Asher. "You okay?"

"Yeah."

Asher melepaskanku, membawa tubuhnya ke posisi duduk. Seruan kesakitannya membuatku panik seketika.

"Ash, what's wrong?!"

Asher memegangi lengan yang tadi dia gunakan sebagai alas pendaratan kami.

"Don't move. Let me see." Logan mengambil alih, kini memusatkan perhatian sepenuhnya pada Asher. Dia mengamati pusat rasa nyeri yang membuat Asher berseru. Tidak sulit. Asher berbaring di lantai beton dengan sebelah tangan memegangi pundaknya. Dia pasti baru merasakan sakitnya saat menggunakan tangan tersebut untuk mencoba duduk.

"You dislocated your arm," ujar Logan setelah menyingkirkan tangan Asher yang sebelumnya berada di pundak.

"It's just sprained." Asher berkata keras kepala. Logan mengetatkan cengkeramannya di bahu Asher hingga kembali mengundang teriakan kesakitan dari mulut Asher. Kali ini jauh lebih keras dari sebelumnya.

"Fuck!" Asher memaki kasar sambil memegangi kembali bahunya yang berdenyut nyeri.

"My mom's a doctor. Trust me." Logan berkata tenang. Sepenuhnya mengabaikan pelototan marah Asher.

Aku tidak bisa setenang Logan. Tubuhku mulai bergetar bersamaan dengan diriku yang mulai terisak.

"I'm sorry... I'm sorry, Ash.... " Aku berkata tersendat-sendat, tersedak oleh air mataku sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Just... Friends?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang