"Mbak Adiva terakhir datang bulan kapan?" ujar Bidan Diana saat memeriksa Adiva.
Tadi subuh setelah merasakan kondisinya membaik Adiva langsung membersihkan diri dan mengambil air wudhu lalu salat. Barulah setelah itu Azzam mengantarkan Adiva periksa ke bidan langganan Adiva sejak masih kecil. Selain sabar Bidan Diana juga sudah menjadi bidan delima yang tidak mungkin diragukan lagi kemampuannya.
Sebelum menjawab pertanyaan Bu Diana sejenak Adiva menatap Azzam penuh makna. Adiva baru menyadari jika selama usia pernikahan mereka yang memasuki tiga bulan ini tamu bulanan Adiva baru datang satu kali. Jika dihitung dari terakhir kali menstruasi hingga saat ini maka sudah terhitung tujuh minggu Adiva tidak menstruasi.
Seketika Azzam tersenyum lebar lantas menjawab, "Istri saya terakhir menstruasi sekitar 7 minggu lalu Bu." Adiva terkejut mendengar jawaban Azzam. Tak menyangka jika suaminya itu hafal dengan jadwal menstruasinya padahal dirinya sendiri tak pernah menandai waktunya.
Bu Diana mengulas senyuman lalu memanggil asistennya sembari mengulurkan sesuatu yang Azzam ketahui sebagai alat tes kehamilan. Dengan ragu Adiva bangun dari ranjang lalu mengikuti asisten Bidan Diana tadi memasuki kamar mandi.
Selama menunggu Adiva berada di dalam kamar mandi Azzam tak henti berdoa dalam hati. Tak lama Adiva ke luar kemudian duduk di samping Azzam dengan ekspresi bingung. Bidan Diana menerima hasil tes Adiva dari asistennya lalu menunjukkan alat kecil berbentuk panjang dengan dua garis berwarna pink itu kepada Azzam dan Adiva.
"Alhamdulillah," ucap Azzam dengan perasaan bahagia. Akhirnya Allah mengabulkan doa dan memberikan amanat itu padanya.
"Selamat Mbak Adiva, sebentar lagi Mbak akan menjadi seorang ibu. Selamat juga untuk calon ayahnya," ucap Bidan Diana dengan tersenyum sedangkan Adiva hanya mampu terdiam sembari mencoba mencerna semua kalimat yang didengarnya.
"Benarkah aku hamil?" gaung hatinya tak percaya.
*****
Sepanjang perjalanan pulang, senyuman terus terlukis di bibir Azzam. Namun tidak dengan Adiva yang memang belum siap menjadi seorang ibu. Usianya saja baru genap 21 tahun dua hari lagi. Sejujurnya Adiva ingin menunda memiliki momongan tapi Adiva tidak berani mengatakannya kepada Azzam yang memang sudah menantikan kabar baik itu.
Sesampainya di rumah, Adiva langsung menuju dapur untuk membasahi kerongkongannya yang terasa kekeringan. Sebagai suami tentu saja Azzam merasakan perubahan sikap Adiva yang tiba-tiba diam.
"Apa kamu tidak bahagia Dek?" tanya Azzam yang sukses membuat Adiva tersedak dan menyemburkan air minum dari dalam mulutnya. Seketika Azzam panik lalu mengelus punggung Adiva dengan lembut sembari meraih tisu dan mengelap bibir Adiva.
Baru saja Azzam kembali membuka kata saat tiba-tiba ponselnya berdering. Azzam segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku lalu menerima telepon tersebut.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh," jawab Azzam pada seseorang di balik sambungan telepon.
....
"Maaf Pak Yunus, sepertinya saya tidak bisa mengikuti rapat dengan para dekan. Istri saya sedang sakit," balas Azzam lagi dengan menatap ke arah jam di tangannya.
....
"Baiklah, terima kasih. Sebentar lagi akan saya kirimkan file proker fakultas PAI melalui surel," terang Azzam sambil menatap Adiva. Tentu saja Azzam tidak mungkin meninggalkan Adiva sendiri di rumah dalam kondisi sakit.
Tak lama Azzam memutuskan sambungkan telepon setelah mengucapkan salam.
"Mas klo ada urusan penting pergi aja. Aku nggak papa di rumah," ucap Adiva dengan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Hati Satu Cinta (End)
RomanceRate 18+ Blurb Perpisahan dengan seorang sahabat terbaik beserta dengan cinta pertamanya tentulah hal yang tak mudah bagi Adiva Dania Khanza, gadis berusia 18 tahun itu. la terisak tatkala harus melambaikan tangannya melepas Aldebaran Malik pergi me...