Tentu saja Kayla seharusnya tahu kalau ia tidak bisa terus-terusan kabur dari masalah 'anak'. Pada ulang tahunnya yang ke-27, ia terlalu senang karena akhirnya ia mendapat promosi di tempatnya bekerja, dan thesisnya diterbitkan sebagai jurnal kesehatan dalam bidang psikologi. Ia merasa kalau keputusannya untuk mengejar prestasi sama sekali tidak sia-sia.Tapi mungkin karena terlalu senang, ia lupa meminum pilnya malam itu, saat ia merayakannya berdua dengan Zai di kamar mereka. Dan mungkin karena terlalu senang pula, ia membiarkan Zai menikmati malam itu sampai puncaknya. Tentu saja ia lupa akan konsekuensinya sampai beberapa minggu berikutnya.
Hari itu ia pulang malam sekali setelah bekerja, dan Zai sudah tidur lebih dulu begitu ia sampai di rumah. Pagi harinya ia bangun lebih telat daripada biasanya, dan Zai tampaknya sudah pergi kerja lebih dulu tanpa membangunkannya. Ia bisa maklum akan hal itu, karena yang semakin sibuk bukan hanya dirinya.
Saat ia berjalan ke kamar mandi untuk bersiap menghadapi hari itu, ia merasa langkahnya tidak seimbang. Kepalanya entah kenapa terasa pusing-dugaan awalnya adalah karena ia telalu banyak lembur dan pola makan yang tidak teratur. Saat akhirnya ia sampai di kamar mandi, tempat pertama yang ditujunya justru adalah lubang kloset, di mana ia langsung memuntahkan isi perutnya yang sejak awal tidak banyak.
Setelah mualnya berkurang, ia bergegas mandi dan bersiap untuk pergi kerja karena ia memang sudah telat. Dengan tergesa-gesa, ia berpakaian, turun ke dapur untuk membuat roti bakar tanpa selai, dan memakannya sambil memakai sepatu. Ia berjalan ke mobilnya sambil memeriksa agendanya dengan terburu-buru, memastikan tidak ada seorangpun pasiennya yang membuat janji dengannya pagi itu.
Tapi lalu ia menyadari hal lain saat melihat tanggal-tanggal yang tertera dalam agendanya. Karena terlalu sibuk, ia memang sering tidak memperhatikan-apalagi mencatat-kapan ia terakhir kali menstruasi. Selama ini haidnya selalu lancar dan tanpa masalah. Tapi terakhir kali ia haid adalah saat Zai mengajaknya menonton pertandingan kriket, dan ia ingat sekali mereka bertengkar hebat karena Kayla tidak membiarkan suaminya menonton pertandingan dengan tenang dengan terus mengeluh mengenai pinggangnya yang sakit. Dan itu sudah lebih dari tiga minggu yang lalu.
Kayla berhenti di depan pintu mobilnya yang terbuka, memandangi tanggal-tanggal di agendanya lekat-lekat, seolah-olah berusaha melihat sesuatu yang mungkin tidak terlalu jelas dilihatnya. Ia membolak-balik buku agenda itu beberapa kali hanya untuk memastikan apa yang sudah diduganya sejak tadi.
Tidak, ia tidak ingin mempercayai itu begitu saja, terutama saat karirnya sedang berada di puncak seperti saat ini. Ia melempar agenda tersebut ke kursi penumpang dan langsung memasuki mobilnya. Pikirannya campur aduk oleh berbagai macam hal selama perjalanan menuju tempat kerjanya. Ia bahkan tidak fokus saat salah seorang pasiennya berkonsultasi padanya. Ia memang mencatat apa saja yang dikatakan pasien tersebut, tapi sama sekali tidak ingat apa yang sudah dicatatnya. Ia bahkan tidak ingat apa saja saran yang diberikannya untuk pasien-pasien tersebut.
Hari itu sebenarnya ia tidak perlu lembur karena tidak banyak pasien yang datang untuk berkonsultasi—yang juga berarti tidak banyak laporan yang harus diselesaikannya. Tapi ia memilih untuk tinggal di kantornya lebih lama, membenamkan wajah dalam telapak tangannya memikirkan situasinya saat ini. Saat sekretarisnya meminta izin untuk pulang, ia masih berada di kantornya, tidak melakukan apapun yang berhubungan dengan pekerjaan. Setiap detik yang ia gunakan untuk memikirkan kondisinya saat ini begitu menyiksanya, ia bahkan tidak sadar kalau ia sudah berada di kantor itu selama tiga jam sejak jam kerjanya berakhir.
Pada akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari kantor dan mencari tempat lain untuk berpikir. Tapi di tengah perjalanan, entah kenapa ia justru malah mengarahkan mobilnya menuju apotek dekat rumahnya. Ia mengambil alat tes kehamilan dari salah satu rak dan membayarnya dengan uang lebih di kasir tanpa meminta kembalian. Setelah itu ia buru-buru pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby, My Angel
ChickLitKayla selalu ingin menjadi wanita karir yang sukses, dan suaminya mengerti akan hal tersebut. Tapi tentu saja tidak semuanya dapat berjalan semudah itu. (c) 2015 MarumeChiisa, for the story and all the media used