Storia Passata ✔

272 7 0
                                    

Bagian 2

Moscow, Rusia. 2005

Bukan inginnya menjadi lemah, tetapi takdir tergerak untuk membuatnya lemah. Ia tidak meminta hidup, tetapi takdir memilihnya untuk bertahan hidup.

Diusianya yang masih belia, ia terjebak di sebuah rumah penjualan manusia. Dimana ia diperbudak dan harus menerima takdirnya yang mengenaskan. Dijadikan pemuas nafsu dari orang-orang yang memiliki uang.

Bukan tidak pernah mencoba untuk kabur, tetapi berkali-kalipun ia mencoba ia akan diburu dan dibawa kembali ke tempat hina ini. Ia akan dihukum dengan tidak diberi makan dan akan berakhir dengan dirinya yang pingsan dan jera.

Dirinya dihinakan luar biasa. Mereka menganggapnya seperti binatang, tidak ada rasa kemanusiaan di tempat ini. Manusia? Seolah mereka pantas disebut sebagai manusia. Bahkan binatang pun lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan mereka.

Berharap adalah suatu kesalahan untuknya. Dia sendiri di dunia ini, bahkan orang yang seharusnya merawat dan menjaganya justru merekalah yang mendorongnya masuk ke tempat ini. Orang tuanya dengan tega menjualnya pada seorang wanita bernama Elena Crows dan dia dibawa ke tempat ini.

Sebelum ia benar-benar dibawa, ia memberontak dan menolak untuk pergi. Bagaimana pun, ia ingin hidup bersama orang tuanya, ia ingin bermain dengan kakaknya, ia masih ingin hidup bersama keluarganya. Tetapi lagi-lagi manusia dewasa yang ia sebut sebagai orang tua tidak menginginkannya. Mereka mengejeknya seolah dirinya adalah sebuah kesalahan. Seolah terlahirnya ia ke dunia adalah hal fatal yang harus di musnahkan.

"Setidaknya berguna sedikit untuk orang yang sudah memberimu makan. Kadang aku menyesal membesarkan anak tidak berguna sepertimu. Sudah benar jika kau tidak terlahir saja."

Kalimat terakhir yang ia terima dari seseorang yang ia sebut Ayah. Seseorang yang seharusnya menjaganya. Entah bagaimana tetapi hanya dirinya yang terasingkan dari keluarga. Hanya dirinya yang dianggap sebagai kesalahan.

Lalu, dimana letak salahnya?

Selain psikisnya yang dihancurkan. Fisiknya pun tidak lepas dari sasaran sebagai pengganti samsak. Tak jarang ia dipukuli, ditampar dan dibanting berkali-kali hanya karena ia meminta sedikit ketenangan.

Apa gunanya dia hidup? Apa arti sebuah kehidupan?

Di tempat ini ia jadi benar-benar mengerti. Jika di dunia ini tidak ada manusia tulus. Tidak ada manusia yang benar-benar peduli pada sekitar. Tidak ada harapan pada manusia lain. Hanya dirinya sendirilah yang benar-benar peduli.

Pintu ruangan tempat gadis itu tidur terbuka. Menampilkan sosok wanita dengan pakaian kurang bahan. Dia Elena Crows. Wanita yang membelinya agar ia bisa dijadikan ladang uang untuk disuguhkan pada pria-pria berdompet tebal.

"Heh, gadis kecil! Layani pelanggan di kamar no 13."

Gadis kecil itu mengangguk kaku. Sebenarnya ia tidak menginginkan hal ini terjadi di hidupnya. Berkumpul dengan manusia kotor dan juga hina bukanlah impian hidupnya.

Namun, Tuhan benar-benar tidak adil terhadap hidupnya. Keluarga, teman, bahkan Tuhan tidak berada disisinya kala ia membutuhkan pertolongan.

Sepertinya gadis itu lupa. Jika, dia sendirian di dunia yang kejam ini. Tanpa keluarga, tanpa teman, juga tanpa bimbingan dari Tuhan.

Kakinya dengan gontai mengikuti langkah wanita setengah telanjang itu. Ia menghela nafas. Kesal dengan keadaan yang menimpanya.

Lalu, ia di hadapkan dengan pintu dengan No.13 yang tertera di depannya. Ia meragu. Namun, tatapan tajam sang penjual itu membuatnya menciut takut.

Ia masuk kedalam ruangan terkutuk itu. Terdapat seorang pria yang sedang duduk berselonjor di atas ranjang, membaca sebuah buku. Kala suara pintu terdengar. Lelaki itu mengalihkan atensinya, ia tersenyum. Senyum yang membuat tengkuk gadis kecil itu meremang takut. Ia takut.

Gadis itu menoleh ke belakang. Namun, yang ia temukan hanya sebuah pintu yang sudah di tutup. Ia menghela nafas. Ia ingin menangis. Dan gadis itu, masih berdiri di tempatnya.

Gadis kecil itu tersentak, kala suara bariton pria yang sedang duduk itu terdengar.

"I-iyaa.." Gadis itu mencicit takut kala langkah kakinya bergerak pelan menuju si pria pembeli itu. Bolehkah ia melawan?

Sepertinya pintu itu tidak terkunci. Ia sudah lelah di jadikan budak pemuas nafsu. Ia tidak ingin hidupnya terus seperti ini.

Bolehkan ia kembali melawan? Dan bolehkan dia berharap kali ini ia bisa lolos dari tempat terkutuk ini?

Bolehkan sekali lagi ia berharap.kepada Tuhan? Merapalkan doa yang ia harap dapat terkabul? Jika tidak ada yang mau membantunya, bisakah dia sendiri yang membantu dirinya?

Namun, rencana yang ia susun di kepalanya harus lenyap. Ketika tangannya di tarik paksa dan tubuhnya di lemparkan ke atas ranjang.

"Kau lama... Baiklah sebagai hukuman aku ingin bermain kasar..."

Gadis itu menggeleng. Menolak kesakitan dan rasa hina yang kembali ia rasakan.

Tuhan... Jika benar kau ada, maka tolonglah aku...

Air matanya luruh bersamaan dengan robekan di bajunya. Ia benar-benar akan dihinakan kembali.

Dan sakit itu kembali ia dapatkan kala pria itu menyetubuhinya dengan kasar. Penghinaan yang kesekian kali juga rasa sakit yang tergores kembali di hatinya. Membuat psikisnya mungkin jauh dari kata baik.

Psikisnya terguncang. Di usianya yang masih belia, dia harus menerima penolakan dari orang tuanya, di buang dan di jual ke tempat terkutuk ini, juga mendapat penghinaan telak pada dirinya.

Dia sudah berada diambang kehancuran. Ahh tidak! Tidak! Dia memang sudah hancur, bahkan sebelum ia di lahirkan ke dunia ini.

Salam Pho🎭

K A M U F L A S E ( PROSES REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang