EXTRA PART 3

52 3 1
                                    

Mita menghela napas tipis, lalu menekan bel dari sebuah pintu hitam.

Tidak berapa lama, pintu itu terbuka dan menampilkan wajah Vivi di sana. Vivi tidak tersenyum sama sekali. Sorot matanya justru terlihat marah. "Kenapa mengunjungiku? Bukankah kita bukan sahabat lagi." Vivi bicara ketus pada Mita. Dia kesal, Mita menyembunyikan banyak hal darinya.

Mita menghilang, menyimpan banyak luka, menanggung sendiri rasa sakit. Tanpa dia tahu sama sekali.

"Tidak begitu, Vi. Aku mohon, jangan usir aku." Mita memohon. Dia memasang wajah sedih yang biasanya mampu membuat Vivi luluh.

"Apa karena lo sudah bahagia jadi ingat dengan gue? Ke mana aja lo beberapa tahun ini? Apa yang lo sembunyiin dari gue? Apa gue nggak berarti apa-apa untuk lo?" Vivi menangis sambil terus berteriak. "Lo nyebelin Mit."

Mita tersenyum. Dia maju dan memeluk Vivi. "Aku kangen sama kamu, Vi."

"Lepaskan. Dasar sialan." Berbeda dengan apa yang dia ucapkan, tangannya justru membalas pelukan Mita dengan erat.

"Bagaimana kabarmu? Apa aku tidak salah dengar, kau menjalin hubungan dengan Niel?" Mita langsung mengungkapkan pertanyaannya. Pernyataan yang menganggu pikirannya sebelum datangbkebtempat ini.

"Jangan bahas itu. Gimana sama lo?" Vivi merenggangkan pelukannya. "Lo utang banyak cerita sama gue."

Mita mengangguk. "Aku akan menjawab semuanya. Tapi, setelah itu. Jawab pertanyaanku tadi."

"Oke. Masuklah." Vivi menggeser tubuhnya meminta Mita masuk dan duduk tenang di sofa kesayangannya.

Cerita itu pada akhirnya terungkap, Vivi mendengarkan dengan baik. Dengan sesekali berdiri untuk mengambil cemilan, atau minuman.

Vivi terharu, tapi tentu saja tetap kesal pada keputusan Mita yang tidak melibatkan dirinya. Dia merasa Mita sudah tidal menyayanginya lagi, mengingat dia mampu menyemvunyikan semua ini dari Vivi.

Mita tersenyum kala cerita sedihnya berubah menjadi cerita bahagia. Hingga sang waktu menggilas siang lalu berubah menjadi petang.

Bel apartemen Vivi kembali berbunyi. Vivi beranjak lalu membukanya. "Mit. Jemputan lo datang."

Vivi kembali melenggang masuk dan kembali duduk di sofa. Arka tersenyum ketika bertemu mata dengan Mita. Dia duduk di samping kekasihnya itu. Mita mengelus pipi Arka sesaat. "Lelah?"

Arka mengangguk lalu menyandarkan kepalanya di bahu Mita. Vivi mencibirkan bibir. Tidak bertemu beberapa tahun membuat couple di depannya ini tampak semakin menjijikkan. "Sebaiknya kalian langsung pulang saja. Jangan ganggu gue."

"Kenapa. Bilang saja iri." Arka menatap Vivi sekilas.

"Iri. Hah .... Untuk apa? Lo pikir gue nggak bisa kayak gitu?" Vivi tidak mau kalah. "Ingat ya Tuan, kita tidak saling mengenal. Dengan menjadi tunangannya tidak membuat saya menyukai Anda."

"Najis disukai sama kamu."

Di tengah pembicaraan yang belum ada titik terangnya itu, suara pintu terdengar. Vivi membelalakkan mata. Dia berdiri lalu berlari menuju pintunya.

"Sayang." Sebuah pelukan dan juga suara yang otomatis membuat Arka dan Mita menoleh bersamaan.

Vivi memukul punggung pria itu dan mulai panik. "Lepaskan. Ada Mita dan tunangannya."

Perlataan itu seketika membuat sang pria melepaskan pelukan.

"Hai Niel. Senang melihatnya. Vivi gadis baik." Mita tersenyum dengan adegan yang tersaji di depannya.

Niel tersenyum dengan kaku. Dia melirik Vivi sesaat. Lalu menatap Mita dan Arka. Niel tidak suka pada Arka, itu tidak bisa di ubah. Dia sudah menjalin hubungan dengan Vivi, tapi masih ada sedikit rasa suka pada Mita. Rasa sukanya tidak mungkin hilang begitu saja, mengingat sudah berapa lama dia menjatuhkan hatinya pada Mita.

PINK ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang