4. Maaf.

68 15 0
                                    

Selamat membaca 💕💕





***

Mita memejamkan mata bersama isak tangisnya yang masih tersisa. Dia menyandarkan kepala di pangkuan Mira.

Mira membelai rambut  adiknya pelan. "Lupakan. Itu bukan kesalahanmu."

Mita hanya diam. Dia menariknapas dalam mencoba menghentikan tangisnya.

Arka sesekali menatap kaca spion dengan penuh rasa sesal. Memeriksa keadaan dua gadis yang duduk di jok belakang. "Maaf. Aku tidak tahu akan menjadi seperti ini. Ini salahku."

Tidak ada yang menjawab. Perjalanan itu kembali hening.

Ketiganya terjebak dengan pikiran dan rasa takut masing-masing. Terselip rasa penyesalan di hati ketiganya. Membuat mereka menghela napas di waktu yang hampir bersamaan.

Mereka kembali ke lokasi pemotretan. Mira dan Arka kembali bekerja, memenuhi tanggung jawab mereka. Meninggalkan Mita di ruang ganti sendiri selama beberapa jam lamanya.

Mita memeluk lututnya dan menatap kosong. Dia duduk diam di atas sofa merah. Sesekali air matanya masih menetes. Mengingat hari di mana dia melakukan kesalahan besar beberapa tahun yang lalu. Sekalipun Mira selalu mengatakan itu bukan kesalahannya, tapi tetap saja rasa sesal tak mampu Mita hilangkan dari benaknya.

Tidak berapa lama. Arka masuk dan melihat keadaan Mita yang mengenaskan. Wajah pucat, mata yang tidak juga mengering, pandangang sayu yang kosong.

Arka mendekat. Tepat di depsn Mita, dia menyodorkan satu kaleng kopi. "Untukmu. Permohonan maafku."

Mita mengangkat wajah, dia menatap Arka sesaat, lalu kopi di tangan pria itu. Mita menerimanya. "Aku yang seharusnya minta maaf. Aku mengotori mobilmu." Mita membuka lalu meminumnya.

"Seharusnya aku tidak memintamu turun hanya karena itu," lirih Arka.

"Itu karena kau tidak tahu." Mita kembali menunduk.

"Jadi, kau memaafkanku?" tanya Arka ragu.

Mita hanya mengangguk singkat, disusul dengan anggukan Arka. "Baguslah." Arka berbalik akan meninggalkan ruangan. Tapi, langkahnya terhenti di ambang pintu. Arka kembali berbalik dan menatap Mita. "Tadi, Mira memintaku untuk mengajakmu jalan-jalan di luar. Bagaimana? Matahari terbenam terlihat bagus di sini." Arka hampir saja melupakan permintaan Mira itu.

Mita membalas tatapan Arka. Dia ragu, untuk apa jalan-jalan dengan pria pink ini. Bukankah lebih baik dia tetap di ruangan.

"Kau tidak akan menyesal. Aku janji," lanjut Arka.

Mita akhirnya beranjak, dan mengikuti langkah Arka meninggalkan ruangan. "Kamu sudah selesai pemotretannya?" Mita membuka suara ketika mereka berjalan meninggalkan gedung.

"Bagianku sudah selesai. tinggal menunggu Mira selesai, setelah itu kita jalan bertiga." Arka tersenyum.

Senyuman yang untuk pertama kalinya terlihat manis di mata Mita. "Kenapa kamu suka sekali warna pink? Warna itu kan untuk perempuan, selain itu warna pink sangat menjijikkan."

Arka menoleh sesaat. "Apa ada aturan warna untuk perempuan atau pria? tidak ada kan? Pink tidak menjijikkan, justru terlihat manis dan ceria."

"Tapi, ..." Mita tidak melanjutkan ucapannya. dia memilih kembali diam.

Arka sempat menoleh sesaat. Lalu kembali menatap depan. Arka dan Mita berhenti di dekat tebing, yang menampilkan pemandangan menakjubkan, suara angin dan juga sentuhannya, suara burung camar dan juga kepaan sayapnya.

PINK ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang