02

20 4 6
                                    

••• BAGIAN 2 •••

~○~


Sore ini tepat pukul empat, aku sudah kembali ke taman. Dua buku yang aku beli di bazar kemarin telah ku kemas dengan kertas kado motif balon.

Aku melihat keadaan sekitar, cukup ramai. Kuberanikan diri mendekat kearah ilalang lebat yang kujadikan tempat menyimpan kaleng suratku. Baru saja tanganku terulur, ada yang mengejutkanku, seseorang menyentuh pundakku.

"Reisha?"

Aku langsung menegakkan tubuhku, menatap sejenak wajah lelaki di hadapanku ini.

Matanya? Bibirnya? Kenapa tidak asing? Tapi aku tidak mengenalnya. Aku pernah bertemu? Hah, mungkin bayangan belaka.

Aku menggelengkan kepalaku, menunduk dan berdiri menyamping darinya.

"Maaf, aku belum mengenalmu."

"Linggar." Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

Aku menatap tangan itu sejenak lalu menjabatnya, berkenalan.

"Reisha."

"Aku tahu."

Aku hanya mengangguk, menyimpan anak rambutku ke belakang telinga dan merapikan bajuku sesantai mungkin. Ya anggap saja supaya lelaki di hadapanku tidak curiga dengan gerak-gerikku tadi.

"Hei?"

"Ah, iya?"

"Sepertinya kamu tidak penasaran."

"Maksudnya?" Tanyaku canggung, pandanganku lurus kedepan, mataku terus saja bergerak kesana kemari mencari titik fokus yang tak kunjung temu.

"Tidak mau bertanya, bagaimana aku mengenalmu?"

"Oh itu, kenapa?"

"Santai saja Reisha. Kamu terlihat begitu gugup. Tenang saja, aku tidak akan menyakitimu."

"Iya."

"Reisha_____"

Plak

Aku langsung menampar punggung tangan lelaki itu, saat dengan lancangnya memegang sebelah pipiku.

"Maaf." Ucapku lirih.

"Maaf Reisha, aku yang salah. Tapi, aku lebih suka kalau bicara itu seperti ini." Ucapnya santai, dia menunduk dan menatap wajahku dari bawah. "Kamu melihat mataku dan aku melihat matamu."

"Aku belum mengenalmu."

"Kita sudah berkenalan tadi, namaku Linggar dan namamu Reisha. Apa perlu kita berkenalan lebih dalam?"

"Tidak. Terus terang saja, ada apa kamu menemuiku?"

"Kalau aku jawab akan menembakmu dan mengajakmu berpacaran, kamu mau?"

Aku menatap lelaki itu dengan ujung mataku, aneh. Baru kenal sudah ngajak pacaran? Baru pacaran ngajak nikah? Baru ijab sah bisa-bisa langsung minta cerai. Wah, suram banget.

"Aku bercanda. Jangan dianggap serius."

"Lalu?"

"Aku akan menikah."

Seketika mataku melebar, bibirku membulat sempurna. Tatapanku terus terkunci pada lelaki di depanku ini.

"Bukan denganmu," katanya, dia menyentil dahiku dengan senyum merekahnya. "Aku akan menikahi Gita."

"Mbak Gita?"

"Iya. Dia saudaramu, bukan?"

"Kok tiba-tiba gini?" Aku langsung menarik tangan lelaki itu sampai ke bangku taman. Mengajaknya duduk dan berbincang tentang masa depannya. Jangan sampai baru ijab qobul, Mbak Gita di ceraikan olehnya.

Thank You, My Boy (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang