03

20 4 5
                                    

••• BAGIAN 3 •••

~○~

Rumahku sekarang sudah seperti gudang. Semua barang-barang pernikahan Mbak Gita disimpan di rumahku. Sudah ada yang dibungkus, ada juga yang masih tercecer asal-asalan. Aku melirik kearah sudut ruangan kamar kosong sebelah kamarku, ada 15 tandan pisang disana.

"Dikira penangkaran monyet kali ya?"

Elisa belum keluar dari kamar mandi, Shella masih menerima telfon di halaman belakang. Sedangkan aku? Berdiam diri, duduk di sofa sambil makan camilan.

"Assalamu'alaikum Khadijah."

Aku langsung tersedak camilanku, Mas Linggar mengucapkan salam tepat di sebelah telingaku. Aku meraih satu gelas air putih lalu kutenggak sampai tandas.

"Ada salam itu dijawab! Nggak sopan kamu."

"Wa'alaikumsalam, Mbak Gita mana?"

"Ada, nanti nyusul."

"Dimana teman-teman kamu itu?"

"HALLO ADIK-ADIK YANG TERCINTA. AYO BANTU MBAK GITA BUNGKUSIN LAGI YA."

Aku dan Mas Linggar menoleh kebelakang, ada Mbak Gita yang membawa satu kardus serta empat paperbag di sebelah tangannya.

"Loh, pada kemana nih anak-anaknya?"

"Ada Mbak, Elisa di kamar mandi, Shella di belakang."

Mbak Gita mengangguk mengerti, berjalan mendekat kebelakang Mas Linggar lalu menyenggol bahunya dengan tidak santainya.

"Sayang, itu barangnya di ambil! Enak banget cuma jalan nggak bawa apa-apa!"

Mas Linggar hanya cengar-cengir sambil menggaruk belakang kepalanya. Mbak Gita mungkin gereget, sampai akhirnya tingkah konyol itu membuat aku tertawa, Mas Linggar didorong paksa oleh calon istrinya, Mbak Gita. Ya memang lebih baik dipaksa sih, daripada tidak bertindak sama sekali.

Lagian tahu sendiri laki-laki, tapi nggak mau direpotin.

Mas Linggar membawa barang-barangnya masuk kedalam rumah, lebih tepatnya di ruang santai depan televisi.

Aku, Elisa, Shella, Mbak Gita, Mas Linggar dan Uwa juga ada disini. Membungkus semua barang-barang yang diperlukan.

Elisa bertugas memasang pita, Shella yang membungkus, dan Mbak Gita yang mengatur letak serta modelnya. Uwa menyiapkan segala keperluan, mencatat apa yang perlu di beli juga merapikan barang yang sudah dikemas. Aku bertugas menulis undangan, eum maksudku nama orang yang diundang, sedangkan Mas Linggar? Dia mengikutiku. Tidak ada bosan-bosannya sama sekali.

"Mas, bolpointnya habis."

"Ambil sendiri lah."

"UWA, CALON MAN___"

Mas Linggar langsung membungkam mulutku, dia bangkit dan mencari bolpoint pengganti untukku. Sepertinya caraku sangat tepat.

"Nah gitu dong. Calon mantu yang baik."

"Reisha?" Panggil uwa dari arah belakang dengan melambaikan tangannya. Aku buru-buru mendekat dan meninggalkan kegiatanku sebentar.

"Iya, uwa perlu bantuan?"

"Undangannya sudah selesai?"

"Belum. Masih kurang 12 lagi."

"Ada sisa?"

"Ada, 5 kayaknya."

"Tambahin ya, dari desa namanya Laila, Nabila, sama Sartika."

"Iya. Nanti Reisha tambah namanya. Uwa perlu bantuan lagi?"

Thank You, My Boy (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang