Flashback
"Apa yang akan kaulakukan padaku?" Silenna kecil bertanya. Badannya gemetar ketakutan dan marah. Ia ingin membunuh Ethaian yang telah membunuh keluarga dan orang-orang desa, tapi untuk berdiri saja ia tak bisa. Seperti ada tali yang mengikat kakinya.
Ethaian tersenyum sadis. Silenna tak melihat bayangan anak kecil dari Ethaian. Hanya setan yang menginginkan kematian. Anak genius yang gila.
"Maukah kauikut denganku? Aku akan memberikanmu tunjangan hidup sampai kau mati, kau tak perlu khawatir kekurangan uang."
Silenna meremas tangan. Pipinya lengket karena air mata. Sudah cukup lama ia menangis, sambil menatap desa yang dihanguskan dan membuat sesak napas karena banyaknya kepul asap. Pembantaian itu terus berlangsung, tak peduli seberapa keras ia berteriak dan merengek.
Semua berlalu begitu cepat. Ketika ia sedang bermain di teras rumah, mereka datang lewat pintu masuk desa. Silenna kecil terkesiap, mendapati mereka menyelonong ke dalam rumahnya dan membuat kekacauan. Ia dicekal, melihat dengan mata kepala sendiri ketika mereka membabat habis keluarganya. Masih terngiang jelas ketika ibunya menyuruhnya kabur.
Atas perintah setan berkedok anak kecil, ia dibawa ke tepi jurang. Berduaan saja dengan anak itu. Betapa terkejutnya ia menyadari itu ialah anak yang sama dengan anak ditemuinya beberapa hari yang lalu.
"Halo, aku Ethaian. Kau masih mengingatku–– betul, aku yang bertanya pusaka Lyfalia. Terima kasih atas informasinya dan tak kusangka kau anak Lyfalia."
Silenna mengedipkan mata, mengusir kejadian barusan dari kepalanya. Ia tak tahu siapa itu Ethaian. Tapi yang jelas, ia telah membuat kesalahan besar yang takkan dimaafkan siapapun. Rasanya ia ingin membalikkan waktu.
"Berani-beraninya kau bertanya begitu. Aku takkan mengikutimu."
"Ah, tapi aku memaksa. Bagaimana?"
Silenna menggigit bibir. Semua ini, bagaimana ia bisa merubahnya? Terlambat. Bodoh. Bedebah. Tiga kata itu terngiang-ngiang, darahnya terasa mendidih karena amarah. Silenna pasrah. Kalaupun dibenci nanti, itu memang pantas didapat penghancur sepertinya.
"Kauakan mendapatkan banyak sekali kenikmatan hidup. Aku menjaminnya. Aku melakukan ini karena aku melihat potensi darimu. Potensi yang sangat dalam."
"Aku tetap tak sudi. Lebih baik kau tak bisa menggunakannya, daripada aku menyerahkan diri padamu. Camkan itu baik-baik, Ethaian," kata Silenna. Ethaian mengulas senyum, Silenna menjadi salah kaprah dan kebingungan.
Ethaian merenggut dagunya, dan mata mereka bertembung dalam jarak yang sangat dekat. Silenna merasakan wajahnya memerah, lantas memaki diri. Bukan waktunya untuk malu. "Silenna, Silenna, aku akan membebaskan keluargamu. Dan aku akan menjadikanmu ratuku. Bukankah itu yang kauinginkan? Posisi yang tinggi?"
Silenna tercekat. Bingung menjawab apa. Ia tahu jika ibu dan kakaknya masih hidup, sedang bertarung mati-matian di sana. Jika ada cara menyelamatkan mereka, tentu Ethaian ialah jalannya. Dan ia suka berhayal menjadi ratu kerajaan, menjadi penguasa tertinggi di mana dirinya tak bisa dijangkau seenaknya oleh orang lain.
Ethaian berbisik, suaranya rendah dan memabukkan. "Bayangkan kerajaan ada berada di bawah kekuasanmu dan kau bisa melakukan apapun semaumu. Takkan ada yang menghalangimu. Kauakan memiliki semuanya. Harta, tahta, reputasi. Bukankah itu sangat seru, Silenna? Aku akan membebaskan ibu dan kakakmu yang masih hidup."
Silenna layaknya ranting yang diterpa angin berhari-hari. Goyah. Tawaran itu menggiurkan, mengesampingkan apa yang dilakukan Ethaian pada semua orang. "Dan aku akan memberimu banyak makanan manis," tambah Ethaian. Silenna menjilat bibir. Tubuhnya menggigil skeptis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Country (3) : Curse from the Past (√)
FantasyAkhir-akhir ini Sharley sering mengalami pusing, mimisan, dan mimpi buruk. Sharley tak tahu mengapa, padahal dia menjaga kesehatan tubuhnya dengan baik. Hal ini membuat Asher dan Cleon cemas. Asher berkata kalau ini bukanlah penyakit biasa, tapi dia...