"Apa? Aku tak salah dengar?"
Sharley berkedip-kedip. Ini terlalu di luar dugaannya. Asher yang menyatakan perasaan sekaligus berterima kasih karena dia telah menemaninya cukup lama. Dia menggigit lidah sampai berdarah dan berusaha menajamkan telinga. Angin yang berhembus tidaklah menampar keras dan mengejeknya, tapi angin membelai lembut seolah membujuknya untuk menjawab pernyataan Asher.
Pipi Asher merona tipis. Kelihatan sekali kalau dia berusaha menyiapkan momen malam ini sebaik-baiknya supaya tak tampak konyol karena menyatakan perasaan sambil tergagap. Asher bukanlah sosok blak-blakan dan lebih memilih memendam semuanya dan ini pun terlampau mengejutkan.
Kupu-kupu seolah menggelitik perut Sharley. Jantungnya sangat berdebar sampai terdengar jelas. Kerongkongan terasa sangat kering. Telinganya merah. Ketika Asher meraih tangannya, sensasi menyengat menjalar ke seluruh pembuluh darahnya. Asher meletakkan tangan Sharley ke dadanya. Dia merasakan dengan jelas detak jantung Asher yang berdebar. Atau itu suara jantungnya sendiri, yah?
"Kau tahu kalau aku takkan berdebar begini kalau bersama perempuan lain. Dan apa kelihatannya aku bermain-main?"
Setelah melihat tatapan Asher, jelas itu bukan main-main belaka. Sejauh apapun Sharley melihatnya, hanya keseriusan yang didapat dari Asher. Mukanya tambah merah, apalagi saat Asher sengaja mengelus pipinya.
Haruskah aku mengatakannya sekarang? Kalau aku juga jatuh cinta padanya. Sharley tak bisa menyembunyikan ini karena tak mau membohongi perasaannya sendiri. Selama ini, dia memendam perasaan dan menginjak-injaknya. Berharap rasa itu menghilang saja, tapi rasa itu terus tumbuh, tak peduli seberapa banyak dia berusaha menginjaknya.
Lidahnya kelu dan cairan darah membasahi mulut. Wajahnya telah semerah kepiting rebus dan Asher pun menunggu jawabannya. "Aku ... engghh ...." Tangan Asher berhenti di leher, dia tak sabar mendengar jawaban Sharley. Guna memancing, dia mendekatkan wajah. Sharley gelagapan.
"Aku juga menyukaimu!" teriaknya dengan sangat malu. Asher menarik wajahnya, kemudian terkekeh. Dia menangkupkan kedua tangan di pipi Sharley, membuat Sharley terpaksa mendongak padahal hatinya sedang kacau balau.
"Aku sudah menduganya," tutur Asher. Sharley merasa setakberdaya kelinci. Tentu saja Asher menduganya. Dia sering merona kalau bersama Asher, dan Asher orangnya peka. Dia ingin menenggelamkan diri ke danau.
"Aku menunggumu mengatakan itu. Sudah lama aku menduganya, tapi aku sabar menunggu. Karena aku tahu, akulah yang harus menembakmu lebih dulu. Bukannya dirimu. Sebagai pria sejati, dia takkan membiarkan perempuan yang disukainya menembaknya lebih dulu."
Satu tangan Asher melingkari pinggang Sharley. Sharley merasa sepanas kompor. Satu tangan lain menyapu pipi dan bibirnya. Asher mendekatkan wajah lagi dan Sharley terlalu kaku untuk menolak. "Jadi, maukah kau menjadi pacarku?" kata Asher.
"Iya. Aku mau." Bunga-bunga seolah bermekaran di sekitar mereka. Dan Sharley tak sanggup membendung kesenangannya. Meski wajahnya sudah tak dikondisikan seberapa merah, tapi gejolak kesenangan memenuhi dirinya. Tangan kokoh Asher merengkuh badannya seperti membawa porselen yang gampang pecah.
"Baguslah, hadiahku berjalan dengan baik." Asher makin mendekat, napasnya terdemhar sangat jelas. Sharley menutup mata, tahu kalau Asher mau menciumnya. Namun baik Asher maupun dia, masih awam dengan yang namanya cinta. Alhasil, gerakan Asher kaku. Tangan di pinggangnya saja terasa sangat tegang.
Mereka makin dekat. Hidung mancung mereka telah bersentuhan. Napas mereka beradu, menipiskan oksigen. Jantung mereka saling berdentam karena tegang, tapi hasrat membuncah dari dalam diri mereka. Tanpa sadar, Sharley meremas kardigan Asher.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Country (3) : Curse from the Past (√)
FantasiAkhir-akhir ini Sharley sering mengalami pusing, mimisan, dan mimpi buruk. Sharley tak tahu mengapa, padahal dia menjaga kesehatan tubuhnya dengan baik. Hal ini membuat Asher dan Cleon cemas. Asher berkata kalau ini bukanlah penyakit biasa, tapi dia...