Sharley pikir ia akan bangun di kasur empuk kamarnya yang berada di istana Noctis. Ia ingin menghambur ke pelukan Papanya dan menangis sejadi-jadinya. Namun bukannya bangun di kasur, ia bangun di ruangan serba putih. Terdengar tetes-tetes air dari kejauhan, dan ia tak bisa menebak ini di mana.
Di dekat kakinya, terdapat sepasang kaki bersepatu boot kinclong bermotif rumit. Sharley mendongak, mendapati sesosok pria yang sudah tak asing lagi. Jubah pendeknya berkibar ditiup angin, menggerakkan bros berrantai di leher. Pakaiannya masih ala keluarga kerajaan, tapi tak terlalu mewah. Untuk pertama kali, Sharley melihatnya dengan rambut disisir ke belakang. Menampakkan bekas luka di dekat alis. Dan dia lebih tua dibanding yang diingat Sharley.
"Sharley Alerian, selamat, kau menang," kata Ethaian. Wajahnya tanpa ekspresi, pun tak menatap Sharley dengan tatapan kebencian.
Sharley meneguk ludah, gugup. Ethaian yang ini lebih dewasa, sekitar berumur tiga puluhan. Sharley berkesimpulan jika ia bertemu dengan Ethaian asli yang telah mati. Bukan Ethaian yang terobsesi padanya lepas pergi ke masa lalu. Ethaian yang ini ialah versi selepas Mezcla tercipta.
"Terima kasih," balas Sharley. Ia berdiri dan menatap Ethaian lurus.
"Sekarang, semuanya sudah berubah. Tak ada Mezcla, tak ada kaum tertinggi. Semua sama rata 'kan?"
"Iya, semua kaum sama rata. Aku pikir lebih baik tak ada kasta lagi di Hyacintho."
"Lantas bagaimana kauakan menghadapi publik? Mereka takkan terima jika Mezcla musnah. Dan tak ada yang sanggup merubah masa lalu lagi. Buku itu hanya aku yang memilikinya, tapi ibumu telah memusnahkannya. Sekarang, buku itu kemungkinan besarnya sudah tak ada.
"Huh, aku sungguh heran kenapa ruang rahasia tak melenyapkan buku itu saja. Padahal ruangan itu tak terikat waktu, sanggup menunjukkan masa lalu dan masa depan. Tapi sepertinya nasib baik berpihak padamu."
Ethaian menyeringai dan matanya berkedut. "Kau masih marah?" Sharley dengan polosnya bertanya.
"Aku adalah jiwa sebelum kau mengubah masa lalu. Aku tak mencintaimu sama sekali. Seharusnya aku marah, ya? Ya, aku marah padamu. Tapi di satu sisi, aku tak ingin memarahimu. Setelah menunjukkan visi-visi itu, kupikir akan membuatmu menyerah.
"Tapi kau malah membantah dan membuat risiko sangat besar. Dari semua keturunanku, kaulah yang paling menyebalkan sekaligus membanggakan. Aku tak tahu cara menggambarkan perasaanku, tapi jangan senang. Aku hanya mengatakannya."
Mendengar itu dilengkapi ekspresi kosong, Sharley hampir meledakkan tawanya. Dia berdehem, berusaha menyamarkan kedutan bibir.
"Tentang publik, aku bersiap menghadapi mereka. Aku telah membuat perubahan besar dan mungkin saja akan dibuang dari Hyacintho. Aku sudah bersiap dengan semua itu. Bahkan jika harus dibenci keluargaku, tapi aku sudah berjanji akan menjaga Papa, jadi, meski nanti Papa membenciku, aku akan selalu menjaganya dari jauh."
"Kau membuatku takjub, tapi menjengkelkan juga."
"Tolong jangan mengatakan itu dengan ekspresi datar."
Ethaian memutar mata. "Baiklah, jika itu keputusanmu. Tapi ingatlah baik-baik jika jam pasir takkan bisa kau balikkan lagi. Yang hanya bisa kaulakukan ialah melihat pasirnya jatuh terus menerus, membiarkan semua mengalir begitu saja. Pasirnya akan lama habis dan jika semua pasir sudah berada di bawah, maka itulah akhir dari kehidupanmu.
"Kemenanganmu kali ini janganlah membuatmu jadi begitu senang. Ada banyak yang akan kaulakukan di masa depan. Pertumpahan darah takkan mudah berhenti dan kau harus bersiap dengan segala macam." Ethaian mengulurkan tangan, Sharley menegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Country (3) : Curse from the Past (√)
FantasiAkhir-akhir ini Sharley sering mengalami pusing, mimisan, dan mimpi buruk. Sharley tak tahu mengapa, padahal dia menjaga kesehatan tubuhnya dengan baik. Hal ini membuat Asher dan Cleon cemas. Asher berkata kalau ini bukanlah penyakit biasa, tapi dia...