02. Pengakuan

4K 566 246
                                    

Kana tersenyum pelan sambil menyiram bunga ditaman belakang rumahnya, ia bersenandung kecil sambil dan membereskan peralatan yang ia pakai.

Ia berdiri ditengah taman bunga itu dengan perasaan damai, ia sangat senang kini pernikahannya dengan Ran sudah berjalan selama 8 bulan. Selama itu mereka tak pernah bertengkar sekalipun karna Ran sebagai suami yang baik dan pengertian selalu mengalah pada Kana apapun yang terjadi.

Kana begitu mencintai Ran, bahkan ketika mengetahui bahwa lelaki itu sering melakukan tindak kejahatan dan menjadi eksekutif sebuah organisasi kriminal yang bernama bonten pun ia tak mempermasalahkannya.

Asal bisa bersama lelaki itu Kana tak mempermasalahkan apapun.

Kana mendongak melihat matahari yang perlahan-lahan mulai menghilang, warna jingga dari senja itu benar-benar sangatlah indah.

Kana memejamkan matanya hingga sebuah tangan melingkar pada pinggang rampingnya, tanpa melihat siapa Kana sudah tahu siapa orang itu.

"Ran..." Ucapnya pelan sambil berbalik dan memeluk lelaki itu.

"Kau masih sama saja, masih menyukai senja." Ucap Ran.

"Karna saat itu kamu mengajakku berpacaran ketika Senja."

Ran mengusap punggung istrinya sambil berdeham pelan.

"Ran, aku sangat mencintaimu."

"Aku tahu."

Kana menggigit bibir bawahnya, ia mendongak pelan. "Apa kau juga mencintaiku Ran...?" Tanyanya dengan ragu.

Ran menatap kosong kearah manik Kana. "Tidak."

Angin berhembus, menerbangkan beberapa kelopak bunga disana serta rambut panjang Kana.

Dengan perasaan sesak Kana merutuki dirinya yang sudah bertanya tentang itu.

Selama ini ia mengira Ran mencintainya- ah tidak sebenarnya ia tahu bahwa lelaki itu tidak mencintainya namun ia selalu berangan bahwa lelaki itu juga mencintainya karna setiap perlakuannya terasa begitu manis.

Kana mengusap pipi Ran dan dengan spontan Ran memejamkan matanya dan memegang tangan Kana.

"Apakah aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku Ran?"  Tanyanya dengan lirih.

"Tidak Kana."

"... Kenapa?"

"Aku bukanlah lelaki yang cocok dengan kata cinta, aku tak bisa membalas perasaanmu. Yang bisa kulakukan padamu hanyalah bersikap baik dan menuruti keinginanmu."

"Kenapa kamu melakukan itu?"

Ran membuka matanya perlahan, dengan tatapan datar ia menatap Kana yang sedang menatapnya balik dengan pedih.

"Karna kamu wanita yang kupilih untuk berdiri disampingku."

"Sebenarnya apa tujuanmu menikahiku Ran?"

Ran menggenggam tangan Kana yang berada di pipinya dan menjatuhkan tangan itu bersamaan dengan tangannya.

"Aku bersimpati padamu, kau adalah wanita sempurna yang tepat untukku Kana."

"Hubungan yang kujalin denganmu hanyalah untuk mengisi kekosongan tempat disampingku, tidak lebih."

~

Kana sedaritadi terus saja menangis, hatinya benar-benar hancur. Hah... Menyedihkan sekali.

Setelah mengatakan hal menyakitkan tadi Ran langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun, dan Kana tak mencegahnya karna kini ia butuh waktu untuk sendiri.

Kana merenungkan banyak hal, ia jadi sangat-sangat kalut kini. Ia tak menyangka bahwa lelaki itu akan sejujur itu.

Karna inilah Kana tak pernah berani untuk menanyakan tentang perasaan lelaki itu, namun entah mengapa kali ini rasanya ia ingin mendengar jawaban lelaki itu.

Namun ia harus kecewa karna jawaban lelaki itu diluar ekspektasinya.

Kana menghela nafas, ia tak boleh seperti ini. Meskipun Ran tak bisa membalas perasaannya setidaknya ia bisa terus bersama dengan Ran kan...? Sial, bahkan kini pikiran-pikiran negatif memenuhi kepalanya seperti apakah lelaki itu benar-benar setia padanya atau dia memiliki kekasih lain?

Kana mengusap air matanya perlahan, ia meraih ponselnya dan menelpon Ran, karna jujur ia cukup khawatir ini sudah tengah malam dan lelaki itu belum juga pulang.

Awalnya panggilannya tidak dijawab namun ketika mencoba untuk kedua kalinya akhirnya Ran mengangkat telpon dari Kana.

"Hm?"

"Kau dimana?"

Ran menggeram pelan. "Hei? Dimana ini?" Ucapnya sayup-sayup dapat didengar oleh Kana dari sebrang.

"Bar di ropponggi."

Kana membulatkan matanya. "Apa yang kau lakukan disana Ran?"

"Hm... Aku mabuk, Rindou... Menyuruhku minum."

Kana menghela nafas, "pulang." Titah Kana.

Ran menggerutu. "Aku mabuk... Aku tak bisa menyetir, jemput aku."

"Tunggu."

Kana mematikan sambungan secara sepihak dan segera meraih kunci mobil dan mengendarainya menuju bar di ropponggi yang dimaksud oleh Ran tadi.

Saat sampai Kana bisa melihat Rindou yang sedang membopong Ran didepan bar itu.

Dengan tergesa-gesa Kana keluar dari mobil dan menghampiri mereka.

"Bukankah sudah kukatakan bahwa kau tidak boleh mabuk ketika diluar??" Omel Kana.

Rindou cengengesan. "Jangan memarahinya kakak ipar, akulah yang memaksanya minum."

Kana menghela nafas jengah. "Kemari." Ujarnya sambil mengulurkan tangannya pada Dan.

"Hehe, Kana..." Ujar Ran sambil memeluk Kana.

"Dasar bayi." Cibir Kana.

"Dia seperti ini hanya padamu, tidakkah kau berpikir kalau kau itu spesial kakak ipar?"

Kana mendengus. "Dia begini hanya karna aku istrinya."

"Istriku...?" Gumam Ran sambil sedikit mendorong Kana, ia pun memegang kedua pipi Kana.

"Kana istriku, hehe." Ran cengengesan.

"Yaampun! Seberapa banyak yang kau minum??" Desis Kana karna merasakan geli pada perutnya.

"Em... 5?"

"Gelas?"

"Botol."

Kana mengusap pelan dahinya pusing. "Sudahlah, ayo pulang."

"Apa kau ingin ikut Rindou?" Tanya Kana sebelum membawa Ran ke mobil.

Rindou menggeleng, "tidak kakak ipar, aku ingin menemani kekasihku yang sedang menungguku didalam bar."

"Ah... Apa dia sekertaris Bonten yang itu?"

Rindou mengangguk.

"Bagus, akhirnya kau menang setelah merebutkannya dengan Sanzu, Koko, Takeomi, dan Kakucho ya."

Rindou cengengesan. "Tentu saja, jika dibandingkan dengan mereka akulah yang terbaik."


Tbc

Maaf banget klo ini ga ngefeel ini pun saya berusaha buat up hshs😓 banyak banget deadline tugas buat besok tapi gada yang selesai hshs jadi mohon pengertiannya ya dan maaf atas ketidaknyamanannya! Semangat selalu kalian!

Pathetic ||Haitani RanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang