Setelah perjalanan yang cukup jauh, mereka beristirahat beberapa menit di depan Gua Setonggo. Ki Danang menatap ke arah gua, memperhatikan sekitar yang gelap. Sementara binatang malam mulai bersuara dari balik semak belukar dan pepohonan yang lebat.
“Leo, sini kamu,” panggil Ki Danang. Leo lalu menurut dan mendekati pria tua itu sambil tetap memegang nampan sesaji di tangannya.
Di depan gua itu, Ki Danang melakukan sesuatu kepada Leo. Sambil berdiri memegang dupa, Leo memejamkan mata menghadap ke gua. Tangan Ki Danag mulai bergerak. Tangan kanannya menyentuh kening Leo. Sedangkan tangan kirinya bergerak-gerak ke udara seakan sedang mengumpulkan suatu energi dari tempat tersebut. Sambil melakukan gerakan ritual itu, mulutnya komat-kamit membaca mantra.
Yang tak ada menjadi ada, yang tak bisa menjadi bisa, yang tak terlihat jadi terlihat... Hadir, hadir, hadir, di sini ada suguhan.
Setelah beberapa detik melakukan gerakan-gerakan itu, Ki Danang melepas tangan kanannya dari kening Leo dan mengusap wajah Leo dengan tangan kirinya. Setelah Leo dipersilahkan untuk membuka matanya.
Setelah membuka mata, pandangan Leo berbeda dari sebelumnya. Suasana gua dan hutan yang semula gelap, kini berubah menjadi terang. Seakan ada cahaya yang menerangi sekitarnya, sehingga sudut-sudut gelap seperti semak dan dahan-dahan pohon yang semula gelap dan tak terlihat, kini bisa dengan jelas ia lihat. Entah bagaimana caranya, seakan ada cahaya yang masuk ke dalam matanya dan menerangi pandangannya.
“Kenapa jadi terang begini?” tanya Leo.
“Sana masuk,” perintah Ki Danang tanpa menjawab pertanyaan Leo.“Masuk? Saya masuk ke gua?” tanya Leo lagi, Ki Danang hanya mengangguk mengiyakan. “Saya masuk sendiri?” tanyanya sekali lagi.
“Iya, sekarang kamu masuk ke dalam. Terus berjalan sampai jauh ke dalam. Sepanjang perjalanan, kamu akan melihat berbagai hal. Apa pun yang kamu lihat dan dengar, jangan berhenti! Terus fokus ke dalam. Kamu boleh berhenti ketika kamu sudah menemukan sebuah batu yang menyerupai meja, ada banyak bekas sesaji di sana,” tutur Ki Danang memberitahu Leo.
Awalnya Leo takut, ia sempat menelan ludah. Tapi ia kembali ingat akan tujuannya datang ke sini. Ia ingat bagaimana orang-orang memperlakukannya, bagaimana orang-orang meninggalkannya dan bagaimana sang sitri mencampakkannya di tengah kesusahan. Sehingga rasa takut itu tidak terasa lagi.
Ki Danang lalu menyalakan dupa yang ada di dalam nampan sesaji tadi. Asap dan wanginya mulai tercium. Ia mempersilahkan Leo untuk masuk, sementara dirinya berdiam di luar menunggu semuanya selesai. “Semua perjanjian yang kamu buat di dalam, bukanlah urusan saya,” ucapnya sesaat sebelum Leo masuk ke gua.
Kakinya mulai melangkah masuk. Leo mulai masuk ke dalam gua yang gelap itu, tanpa membawa lampu ataupun penerangan lainnya. Meski berada di tengah kegelapan, matanya bisa dengan jelas melihat sekitar. Hasil dari ritual yang sempat dilakukan Ki Danang barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jerat Maut Perjanjian Setan (TAMAT)
HorrorKISAH PESUGIHAN UANG GAIB DI GUA SETONGGO Di tengah berbagai kesulitan yang menimpa dirinya, Leo nekat mengambil jalan instan demi mengembalikan kejayaan. Ia pun meminta bantuan seorang dukun untuk membuat perjanjian dengan setan penghuni Gua Seton...