17 - Si Gila Mencari Darah

1K 118 2
                                    

“Leo! Mana tumbalku?!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Leo! Mana tumbalku?!”

Sesosok iblis dengan badan besar hitam datang mendatanginya. Matanya melotot besar, merah menyala. Rambutnya berantakan, gimbal dan panjang hingga selutut. Taringnya tajam mencuat keluar dari dalam mulut. Bau busuk menyengat pun tercium, hawa panas terasa kala makhluk itu kian mendekat.

Leo terduduk lemas di dinding, menatap sosok mengerikan itu dengan wajah pucat. Badannya lemas tak bisa bergerak. Sementara sang iblis terus mendekat ke arahnya dangan aura yang begitu jahat dan mengancam.

“Mana tumbalku, Leo?!” bentak sang iblis.

“Tidak mau! Aku tidak mau membunuh lagi!” jawab Leo sambil memejamkan mata saking takutnya.

Mendengar itu, sang iblis pun murka. Ia berteriak mengaum, menciptakan suara yang keras dan mengerikan. Saking kerasnya hingga membuat rambut Leo beterbangan. Nafas Leo terengah-engah, wajahnya berkeringat, dan jantungnya berdebar dengan kencang. Mata si iblis terus menatapnya.

“Kau tidak bisa seenaknya memutus perjanjian, Leo! Kau harus memenuhi janjimu!” kata iblis itu.

“Tapi aku tidak mau! Sudah cukup!” jawab Leo.

“Sudah cukup apa? Sudah cukup kaya maksudmu?” tanya iblis. “Cukup bagimu, bagiku tidak. Aku tidak pernah merasa cukup, Leo. Aku ingin kematian! Aku ingin darah!”

“Tidak!” teriak Leo ketakutan.

“Atau, kalau kau tidak mau memberiku tumbal. Maka kau saja yang jadi tumbalnya, kau harus mati, Leo!” ancam sang iblis.

“Tidak! Tidak! Tidaaak!!!” teriak Leo sekeras mungkin.

Kemudian ia pun membuka mata dan terbangun dari tidurnya. Ternyata itu hanyalah mimpi. Sebuah mimpi yang sangat nyata. Leo terbangun dengan wajah pucat dan berkeringat, persis seperti dalam mimpinya. Tubuhnya bergetar ketakutan. Nafasnya mulai tak beraturan. Ia langsung duduk di sofa dan meringkuk sambil memeluk kakinya.

“Jangan, jangan, aku gak mau mati,” gumam Leo dengan tatapan kosong.

Dirinya seorang diri di ruang tamu yang sepi. Meski jam menunjukkan pukul sembilan pagi, akan tetapi suasana cukup gelap dan redup. Lampu dimatikan dan cahaya matahari tidak ada yang masuk ke dalam. Hawa mencekam begitu terasa di dalam apartemen yang kacau dan suram itu.

Semua gangguan setan yang datang padanya perlahan membuat Leo gila. Kewarasannya kian terkikis. Ia sudah datang ke berbagai orang yang konon katanya bisa melepaskannya dari gangguan para setan. Tapi semuanya nihil, tidak memberikan pengaruh apapun. Mereka tetap datang dan menagih janji.

Leo, ayo bunuh orang lagi!

Jangan lupa janjimu, Leo!

“Tidak, diam! Diam!” teriak Leo saat mendengar bisikan-bisikan di telinganya. Matanya ketakutan, rambutnya berantakan dan kedua tangannya menutup telinga sekuat mungkin agar bisikan-bisikan itu tidak masuk.

Jerat Maut Perjanjian Setan (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang