Malam yang sunyi di sebuah komplek perumahan. Semua penduduknya sudah masuk ke rumah masing-masing, mobil-mobil terparkir di garasinya. Beberapa masih ada di pinggir jalan yang masih basah setelah diguyur hujan sore tadi, tetes demi tetes air yang tersisa di dedaunan pohon jatuh ke tanah. Pantulan lampu jalan berkilauan di air-air yang menggenang di ceruk jalanan. Sedangkan langit masih berawan, sehingga rembulan dan gemintang malam masih bersembunyi di baliknya.
Di dalam rumahnya, Leo duduk seorang diri. Berhadapan dengan televisi yang menyala menyiarkan acara olahraga. Dengan santai ia menyandarkan dirinya di sofa. Kedua kakinya ia luruskan dengan naik ke atas meja kecil. Tangan kirinya memegang sekaleng minuman dan tangan kanannya memegang remot.
Walau terlihat sedang menonton televisi, nyatanya tidak demikian. Dalam hatinya Leo was-was. Ditambah Nessa belum pulang setelah pergi dari rumah sejak sore tadi. Teleponnya sulit dihubungi. Untuk membuat suasana lebih ramai, Leo memutuskan untuk menyalakan televisi dan membesarkan suara.
Hingga tak lama, Nessa yang menelepon duluan. Mendengar dering suara teleponnya, Leo segera mengambil handphone-nya di meja. Segera ia angkat telepon itu. “Halo, Nes?” sapanya.
“Halo, Leo. Aku ada di apartemen temenku,” kata Nessa memberitahu.
“Kamu mau pulang kapan? Mau dijemput?” tanya Leo sambil membenarkan posisi duduknya.
“Aku gak mau pulang, Leo. Jujur aku masih takut. Kamu urus dulu deh rumah kamu itu, panggil paranormal atau apa buat usir hantu-hantu itu,” ujar Nessa.
Leo menghela nafas. “Ada siapa di apartemen?” tanya Leo.
“Ada Nindy sama Ellis, aku aman kok di sini. Kamu gak perlu khawatir,” ucap Nessa.
Leo mengangguk. “Hmm, oke deh. Besok pagi aku ke sana ya,” kata Leo.
“Iya,” jawab Nessa.
Setelah itu percakapan mereka pun selesai, Leo segera menutup teleponnya. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sudah saatnya ia beranjak ke kasur dan terlelap dalam sunyinya malam. Televisi ia matikan, semua bekas makanan dan minuman ia bereskan dari meja kecil. Setelah itu dirinya meninggalkan ruang tengah dan berjalan masuk ke dalam kamar.
Leo mematikan lampu ruang depan, lalu masuk ke dalam kamar. Saat hendak menutup pintu kamarnya, ia melihat ada seseorang sedang duduk di sofanya di tengah kegelapan. Karena gelap, ia tak bisa melihat jelas siapa yang duduk di sana. Hanya nampak sebuah siluet. Padahal, Leo hanya sendiri di rumahnya ini.
Perasaannya sudah tidak enak, tapi ia juga penasaran dengan sosok itu. Akhirnya tangan Leo meraih tombol lampu. Dengan jantung berdebar ia mencoba menyalakan lampu. “Oke, hitungan ketiga nyalain lampu,” gumamnya. Mulutnya komat-kamit sesaat menghitung sampai tiga. Saat sudah masuk hitungan ketiga, tombol lampu ia tekan.
Lampu menyala, mata Leo dengan jelas menangkap sosok yang tengah duduk di sofanya. Sesosok pocong dengan lidah menjulur yang pernah ia temui sebelumnya. Ketika lampu dinyalakan, kepala pocong itu bergerak menoleh ke arahnya dengan mata melotot. Seketika Leo langsung membanting pintu kamarnya hingga tertutup rapat. Tak lupa ia kunci pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jerat Maut Perjanjian Setan (TAMAT)
HorrorKISAH PESUGIHAN UANG GAIB DI GUA SETONGGO Di tengah berbagai kesulitan yang menimpa dirinya, Leo nekat mengambil jalan instan demi mengembalikan kejayaan. Ia pun meminta bantuan seorang dukun untuk membuat perjanjian dengan setan penghuni Gua Seton...