Refleksi

408 11 0
                                    

**

Cinta masa lalu itu bernama Lily. Refleksi itu bernama Lily.

**

Bicara cinta, tak ada perempuan yang lebih kucintai di dunia ini setelah Ibuku, selain gadis cantik berhidung mancung, berkulit putih dengan pipi merona, mata bulat bulunya lentik dengan warna pupil berwarna coklat dengan rambut berwarna kemerah-merahan.

Gadis bongsor yang mampu menyamai tubuhku, yang sejak di anugrahi tinggi tegap dari genetik ayahku.

Jika yang lain mengejarku hanya karena ingin mencontek atau mendapat predikat pacaran dengan ketua kelas sekaligus ketua OSIS paling terkenal di sekolah Nusantara. Namun, berbeda dengan Lily. Ia sudah cerdas dari lahir. Aku tak pernah mampu mengunggulinya. Maka aku harus cukup puas dengan predikat dua atau tiga besar. Sementara ia rutin unggul di angka satu, dengan nilai sempurna satu sekolah.

Tak ayal, beasiswa berprestasi selalu menjadi langganannya. Dalam olimpiade dan lomba-lomba, Lily selalu jadi yang pertama kandidat untuk dikirim. Sementara aku ibarat pemain cadangan, menunggu antara Keukeu--teman sebangku Lily, langganan juara dua dan tiga sama sepertiku-- atau kelas lain. Beruntunglah beberapa kali bisa ikut lomba bersama Lily dan Keukeu. Sehingga kami bisa memiliki kenangan indah bersama ketika masa remaja.

Bicara cinta saat ini, urutan yang menempati hati kecilku tentu saja berubah. Ibu, istriku, lalu dua anakku. Sementara Lily, ia tak tergantikan. Namun, ibaratnya benda berharga, ia hanya di simpan baik-baik dalam peti tertutup rapat. Suatu saat, jika aku lelah dan rindu, aku akan membukanya.

Jujur saja, aku tak akan pernah mampu melupakannya.

Bagaimana tidak, ia adalah kekasihku. Inspirasiku. Motivasiku. Ia seperti bayangan untukku.

Terkadang saat berc*m*bu dengan istriku, aku membayangkan wajah dan perasaan Lily. Barulah aku mampu mencapai kepuasan dan kebahagiaan. Mungkin, akulah lelaki brengsek itu. Menyimpan nama wanita lain, kala istri salehahku yang telah memberikan cinta dan menyelamatkan dari panasnya api neraka dengan pengabdiannya. Namun, kubalas dengan memikirkan wanita lain yang tak pernah nyata kehadirannya.

Entahlah, mungkin ini obsesiku. Bagiku ia tak sekadar masa lalu dan cinta monyet belaka. Ada mimpi yang tertanam dalam bawah sadarku. Ada impian yang terimplankan dalam blue print otakku. Cinta itu Lily.

Tuhan, jika kami tak berjodoh, setidaknya pertemukan sekali seumur hidup, saja agar aku bisa tenang menjalaninya.

Doaku pada semesta. Mungkin jalan kita berbeda. Kita tak ditakdirkan bersama. Kita ada dipersimpangan jalan. Dua rel yang bersisian namun tak bersinggungan.

Ting.

Sebuah pesan inbox terbuka.

"Kha, ada grup reuni SMP Nusantara, gabung ya!" Sebuah pesan dari Gilang teman sekampung dan satu SMP denganku, saksi bisu rasa cinta terpendamku dan kisah Rakha dan Lily.

Ah, SMP NUSANTARA, aku berharap ada kamu juga di sana.

Apa kabarmu Ly?

Bergabung dalam grup reuni di fesbuk berharap ia memiliki sebuah akun fesbuk hanya sia-sia belaka. Setiap ahri aku melakukan pencarian dengan nama lengkapmu atau nama kecilmu. Panggilan dariku. Mimi ...

Ngobril saring mengingatkan kenanfan. Bebebrapa kawan mengunggah foto lama. Ada foto lily dan aku. Bagai menemukan harta karun segera kusimpan dalam file khusus.

Dari grup reuni setelah aku memiliki ide mmbuat grup kampung.

Kami adalah kampung yang peduli. Banyak perantau yang kembali ingin membangun desa.

Kunamai grup itu, 'Facebooker Mayang'. Desa Mayang adalah nama kampung kami.

Suatu hari, aku melihat sebuah unggahan yang membuatku berdebar.

Assallamualaikum, punten, hatur nuhun tos diinvite ka ieu grup. (Terima kasih sudah diinvite ke grup ini).

Berdebar jantungku ketika kusetujui postingan itu.

Mimi Gara. Kubaca nama akunnya. Dia memadukan nama kecil dan mungkin nama anaknya. Ah fotonya. Dia sudah berubah. Cantik!

Seharin kupuaskan mengamati profilnya setelah meminta pertemanan.

Kukirim inbox untuknya.

[Salam. Apa kabar Lily?]

Tak ada jawaban. Aku belum diijinkan mengirim pesan, karena belum berteman.

Tak lama, ada notifikasi gambar teman berwarna merah, setelah pertemanan, barulah terlihat beberapa fotonya. Aku berdecak kabum. Foto sederhana, namun bak seorang model. Cantik dan sexy.

Lily masih sama deperti dulu. Langsung, badannya bagus. Putih alami, cantik dan senyum khasnya.

Namun, statusnya membuat aku kaget. Hanya ada status kelam yang tersirat di sana; sedih, lelah, dan, bahkan, putus harapan.

Di dalam telaga matanya yang indah, terlihat sorot matanya bening menyejukan. Namun seakan ada cahaya cahaya binar harapan, dan bayang sendu yang tertangkap.

Apakah engkau tak bahagia Ly?

Jika ia, aku tak akan mampu memaafkan dirilu sendiri. Izinkan aku menolongmu, Ly.

Dewa, kita akan menjadi kawan sepadan.

Aku bukan Rakha kecil dulu! Bukankah sudah kukatakan padamu, dulu, bahagiakan dan jangan sakiti Lily, jika itu terjadi, maka aku akan merebutnya darimu!

Dulu kau tertawa sinis dan menganggap remeh padaku. Sekarang aku bukan yang dulu. Lily tak pernah tahu itu.

Mari kita bertemu, Bung!

***

Proses menuju novel untuk kisah inu sangat berat. Selain kisah pertama yang Emak tulis, kisah ini pun ada balutan kisah nyata dan edukasi soal budaya pemerkosaan. Jangan sampai Emak salah menyampaikan berakibat dosa yang harus Emak tanggung. Selain itu, tentu saja karena tulisan pertama masih sangat amburadul. Perlu penyusunan ulang dan banyak belajar. Juga riset yang mendalam.

Namun, jika berminat, bisa hubungi kontak Emak di 087802404277.

Selain itu dukung emak di kisah Kuntala Raja Siluman Ular (proses novel: waiting list) dan Teror Kumara Merah (on going) dan The Sugar Baby ( KBM App nyaris tamat)

Kalau mereka sukses dan juara plus dipinang, Emak akan pertimbangkan ulang untuk pinangan novel Lily.

Terima kasih atas vote dan komentarnya. Semoga sehat dan bahagia selalu..

Gadis Desa yang Ternoda [proses revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang