Cemburu

543 21 0
                                    

Dewa melajukan motor sport-nya dengan kecepatan penuh menuju bengkel mobil miliknya di Jln Seokarno yang padat.

Bengkel sudah tutup ketika Dewa tiba. Arman sedang menarik rolling dor hingga ke bawah tersisa hanya pintu samping.

"Tumben Bos ke sini sore, tanpa Nyonya." Arman bertanya. Dewa tak bergeming. Ia membuka helm, membanting tubuh di kursi tunggu di dalam bengkel.

Tanpa menjawab pun, Arman mafhum apa yang sudah terjadi. Tabiat bosnya sejak dulu tak pernah berubah.

Dewa memandangi mobil sport kesayangannya yang masih dimodifikasi. Satu lagi mobil klien putra seorang pejabat teras. Salah satu hobinya adalah memodifikasi kendaraan roda empat yang disalurkan menjadi bisnis.

Bertahun-tahun lalu bisnisnya belum semaju sekarang. Setelah ia terusir dari SMP tempatnya mengajar dan rumah dinas kedua orang tuanya ia pergi ke Bandung memboyong Lily--istri kecilnya. Hidup mereka tak mudah. Ia melamar dan bekerja ke sana kemari dengan susah payah demi membuat istri dan anaknya berkecukupan tanpa kekurangan apapun.

Tak ada instansi pemerintah yang menerimanya melihat track record kasus yang menimpanya. Bahkan, swasta pun ketika mengetahuinya langsung memecatnya. Sementara bengkel miliknya, bangkrut terkena imbas dari perbuatannya. Dewa harus membangun semuanya dari awal.

Saat di bawah, Dewa melihat semua sahabat dan kolega yang dulu menempel padanya seperti semut mengerumuni gula, menjauh tanpa bekas. Mereka yang paling banyak menerima uang dan manfaat darinya dan keluarganya, justru yang paling gencar berteriak untuk menghakimi. Cih! Dewa merasa jijik sekaligus paham betapa kemunafikan terpampang di depan matanya. Bukannya ia tak tahu, kelakuan mereka seperti apa. Memang, dirinya salah ketika itu. Namun, seandainya mereka pun terungkap keburukannya, mungkin dunia akan lebih gempar ketimbang kasusnya merebak.

Dewa masih ingat, papinya bersusah payah menghabiskan banyak uang untuk meredakan dan menutup kasusnya. Karena itulah beberapa bisnis keluarga bangkrut selain tentu karena sanksi sosial. Berkat itu pula mami memberi pilihan; memilih keluarga atau istri kecilnya. Tentu saja, memilih Lily dan bayi dalam kandungan gadis yang dicintainya itu adalah konsekwensi putus hubungan dengan seluruh keluarga besar.

Setelah bekerja keras siang malam kerja di kantoran, kerja di rumah dan merangkap kerja panggilan, akhirnya, bengkel mereka kembali berdiri dan mulai maju. Bengkel yang menyelamatkan bukan hanya keluarga kecilnya, tetapi juga anak-anak jalanan yang ikut dan setia bersama dengannya sejak kuliah dulu. 

Arrghh! Lily, semua perjuangan itu untuk kamu. Untuk kebahagiaanmu. Namun, sampai detik ini, tak pernah sekalipun kamu membalas cintaku. Setidaknya, meskipun tak cinta dan tak mau memaafkan, bersikap hangatlah. Dewa tertawa getir. Ia yang sepenuh hati mencintai dan melakukan apa saja untuk Lily, hanya mendapatkan raga tanpa rasa. Lily dingin dan kaku terhadapnya. Selalu takut dan gugup. Semua hal dalam rumah tangga harus dirinya yang inisiatif. Selama ini, Dewa merasa bertepuk sebelah tangan. Sebagai lelaki, dia merindukan kasih sayang dan cinta yang tulus. Mungkin memang nasibnya untuk tidak pernah mendapatkan cinta. Baik orangtua maupun pasangan hidup.

Arman pernah memujinya dia lelaki beruntung memiliki pasangan hidup yang sempurna, keluarga yang sempurna, dan perempuan mudah jatuh cinta dalam sekali pandang, lantas tergila-gila jika sering bertemu. Lagi-lagi Dewa tertawa getir. Miris sekali hidupnya, seorang Dewa yang dikagumi dan digilai banyak perempuan, hanyalah seorang lelaki pecundang,  ia hanya lelaki kesepian yang haus kasih sayang perempuan.

"Ada masalah apa, Bos?" Arman memberanikan diri bertanya demi melihat muka keruh dan frustasi.

"Masalah Nyonya lagi, ya?" Dewa menghela napas. Salah satu tangan asisten kepercayaannya itu selalu paham.

"Kenapa kamu selalu tahu, Man. Apa kamu dukun?" Arman tertawa. Bagaimana tidak tahu, sejak Dewa kuliah ia sudah bertemu dengan lelaki yang menyelamatkannya dari komplotan jaringan human traficking. Dia dipaksa menjadi pengemis dan disiksa. Dewa lah yang menyelamatkannya dan membawanya hingga ia bisa seperti sekarang. Arman memutuskan mengikuti Dewa penyelamatnya apapun yang terjadi. 

"Mudah saja, Bos. Setiap kali Bos ada masalah di kantor atau bengkel, pasti reda ketika pulang ke rumah. Tapi, kalau bos bawa masalah ke bengkel, apalagi kalau bukan masalah dari rumah."

"Kamu benar-benar paham diriku, Man." Arman tersenyum. Ia berusaha keras untuk pantas berada di sisi bosnya.

"Katakan saja, Bos. Kalau menyangkut Nyonya, mungkin aku bisa bantu kasih saran."

"Hah. Bagaimana bantu, kamu saja tak pernah dekat dan jatuh cinta dengan perempuan. Bercintamu hanya dengan oli dan onderdil, Man."

"Hahaha. Bos bisa saja. Meski begitu Bos, aku gini-gini, ahli lho, jadi makelar cinta. Buktinya, si Jon dan Angga, sukses menikah berkat saran cinta dariku."

Dewa terbahak mendengarnya." Lagakmu, Man. Tapi, okelah. Kasih saranmu tentang Lily. Delapan tahun aku memuja dan melakukan segalanya untuk dia, kerja keras dan memberi perhatian, tak sekalipun dia pernah tersenyum dan memberiku kehangatan cinta. Semua yang dilakukan hanya sebatas kewajiban. Dia benar-benar seperti robot."

Mata Dewa menerawang. Hatinya dipenuhi kesedihan. Arman terenyuh melihatnya. Dibalik sosok kerasnya, bosnya hanya seorang lelaki yang mendambakan cinta dari perempuan. Arman tahu dengan jelas sang ibu meskipun memanjakan, tetapi ada yang salah dalam hubungan batin mereka. Sang ayah sosok yang begitu dibenci Dewa adalah lelaki yang membuatnya tanpa sengaja menciptakan sosok iblis dalam diri Dewa. Kini, bahkan setelah menikah, Dewa tak mendapatkan balasan cinta. Tentu saja, Arman melihat ada yang salah dalam hal mendapatkan dan mewujudkan cinta itu.

"Bos kalau boleh aku kasih saran, tapi please, jangan marah ya. Jangan terlalu mengekang Nyonya. Hati perempuan lembut dan halus, mudah tersentuh. Namun juga antik seperti kaca, mudah pecah. Harus hati-hati menjaga dan merawatnya."

"Menurutmu aku terlalu mengekang? Menurutmu apa yang kuberikan selama ini tak pernah membuat bahagia?" Arman menghela napas. Ia harus hati-hati menjelaskan. Khawatir bosnya tersinggung.

"Bos. Anda pasti paham apa yang terbaik buat Nyonya. Namun, Bos. Setahuku pula, materi tak selamanya membuat bahagia."

"Hmm. Bukankah semua perempuan ingin hidup mapan?"

"Nyonya bukan tipe seperti itu, Bos. Anda tentu paham Nyonya bukan perempuan matre seperti perempuan-perempuan yang mengejar Bos selama ini. Nyonya hanya ingin kepercayaan, Bos."

"Bagaimana aku bisa percaya jika dia selalu menyembunyikan banyak hal dariku!" Dewa mendadak kesal. Dia teringat Lily sering membohonginya dari hal kecil hingga hal besar, dan itu tentu saja membuatnya murka. Seperti kejadian tadi. Dia tentu saja tahu Lily menyembunyikan ponsel di saku dasternya. Dia juga tahu Lily berhubungan dengan siapa saja di fesbuk.

"Selain itu, tak sedikitpun dia pernah mencintaiku. Aku seperti hidup dengan robot tak bernyawa. Hanya sebatas kebutuhan lahir saja. Di hatinya ada lelaki lain. Aku selalu takut kalau dia selingkuh.

Arman tersentak. Ternyata Dewa yang selalu arogan dan mendominasi itu memiliki rasa takut. 

"Bos, percayalah. Nyonya pasti di hatinya ia mencintaimu. Tak mungkin selama bertahun-tahun dan memiliki dua buah hati, tak ada cinta sedikit pun di hatinya. Aku juga yakin, Nyonya tak akan pernah selingkuh."

"Jangan pernah dia berani selingkuh! Bahkan, selingkuh hati pun tak boleh! Lily hanya milikku!" Dewa mengepalkan tangan dan membanting helm membuat Arman tersentak kaget.

"Jangan terlalu posesif, Bos. Lagian, hati tak ada yang mampu menguasai," ucap Arman meskipun hanya di dalam pikiran saja. Alih-alih mendamaikan hatinya, nasehat Arman malah membuat emosi bosnya kembali meledak. Jika sudah seperti itu, asisten setianya tak bisa berbuat apa apa lagi.

Ah, sayang bosnya hanya mencintai dengan cara salah.

Gadis Desa yang Ternoda [proses revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang