Konon otak perempuan lebih kecil dan strukturnya berbeda dari pada laki-laki. Karena itu lebih banyak berpikir dengan perasan daripada logika.
***
"Ba-bapak! Ngapain Bapak kesini?" seru Lily.
Dia kaget melihat tamu yang tak diundang ke rumahnya.
"Lily! Yang sopan, Nak. Dia itu gurumu hanya mau nengok kamu." Ambu menegurnya.
Namun Lily malah cemberut.
Dia bukan guruku, Bu. Dia hanya orang yang mesum, batinnya.Lily memang tak memiliki kelas yang diajar olehnya. Kelas lain yang diajarnya. Sungguh, Lily merasa beruntung akan hal itu. Tidak terbayang jika dia diajar di kelas oleh lelaki mesum itu.
Lelaki itu hanya memasang wajah tersenyum tak tahu malu dan menanggapi sikap Lily dengan santai.
"Seorang guru tidak sudah sewajarnya memperhatikan muridnya yang sedang sakit," ucapnya seperti seorang guru bijak.
"Betul itu Lily," timpal Ambu.
"Tapi Bu--, dia hanya wakasek bukan guru Lily."jelas Lily.
Seharusnya wali kelasnya yang berkewajiban menengok, bukan? , kecuali dia ada maksud tertentu, udang dibalik batu?
"Wakasek? Duh, maaf tokh Pak, maaf saya tidak tahu. Maaf kalau penyambutan kami seadanya." Ambu malah mencondongkan kepalanya berkali-kali.
Hh, Ibu apaan sih, kenapa malah merasa bersalah gitu.
Entah berapa lama Ibu menemani Wakasek mengobrol. Menanyakan keseharian Lily di sekolah dan perkembangan prestasi belajarnya.
Wakasek mesum hanya menjelaskan, Lily murid yang pandai wajar bila melakukan kenakalan remaja biasa.
Apa? berani-beraninya dia menjelekan aku pada Ibu? Kapan aku pernah melakukan kenakalan remaja, bukankah dia sendiri yang nakal?
"Maafkan putri saya, Pak. Tolong didiklah dia dan hukum saja sesuai peraturan yang berlaku," pinta Ibu.
"Ibuuu--" Lily memberengut.
"Hahaha. Tenang Bu, saya akan menghukum Lily sesuai aturan yang berlaku. Saya akan mendidiknya dengan baik. Saya menyayangi dan memperhatikan semua murid saya, " kekehnya.
Lily mencebik. Merasa diatas angin dia, tunggu, hukuman katanya? Enak saja menghukum dirinya yang tidak pernah punya salah apa-apa, si tukang mesum itu yang harusnya dihukum!
Akhirnya karena harus segera mengantar makanan ke para pekerja yang sedang panen di sawah, Ibu pamit. Lily sempat merengek tidak mau ditinggal sebelum kepala sekolah itu pergi. Lily benar-benar takut.
Setelah Ibu pergi mereka hanya duduk berdua. Wakasek itu mengulum senyum tipis, memperhatikan Lily yang gelisah.
"Kenapa Bapak masih di sini? Kenapa tidak segera pulang? Bukankah sekarang sudah jam mengajar? " usir Lily ketus.
"Tenang, Lily gadisku yang cantik. Aku berkuasa disekolah, mengajar bisa ku wakilkan. Dan apa kau tidak ingat apa kata Ibumu tadi? Temani aku dan bersikap sopan lah, atau kau akan ku hukum! " katanya genit.
Dih, wakasek tak tahu diri. Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
"Kamu udah baikan, Ly? Cepatlah kembali sekolah, teman-teman sekelasmu kangen menunggu kehadiranmu." tanyanya. Teman katanya? Teman apa teman...
"Bapak tidak usah sok perhatian, lebih baik bapak segera pulang. Bapak yang harusnya bersikap sopan." ketus Lily. Hatinya mulai kesal.
"Bapak itu guru dan wakasek, emang tidak malu ya jadi playboy korbannya anak abegeh? Apa kata orang, Pak. Guru itu harusnya jadi panutan. Maaf saya mau istirahat!" Lily mulai berani mengemukakan pendapatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Desa yang Ternoda [proses revisi]
Roman d'amour18+ Lily Gadis remaja yang ceria, cantik dan pintar. Namun masa remaja yang polos tiba-tiba direnggut oleh seorang lelaki wakil kepala sekolah yang harusnya menjadi guru yang digugu dan ditiru serta orang tua yang menjaga, namun pada kenyataannya t...