Battle

388 60 7
                                    

Dalam gelapnya sel, Rina masih menangis sementara Kakashi terus memanggil namanya. Pikirannya sangat kacau, ia tidak memedulikan panggilan Kakashi. Punggungnya terasa sangat pedih, ia ingin berbaring tapi tidak bisa. Bahkan memejamkan mata pun tidak bisa, pada akhirnya hanya bisa menangis.

“Rina,” sekali lagi Kakashi memanggilnya pelan. Rina menunduk sambil menutup wajahnya dengan tangan. Ia terlalu malu untuk melihat Kakashi.

Aku sangat lemah, tidak ada bedanya dengan yang dulu. Aku tetap jadi beban.

“Rina,” panggil Kakashi lagi, mungkin sudah yang kesepuluh kalinya ia memanggil tapi tidak digubris olehnya. “Kumohon dengarkan aku, kita akan keluar dari sini. Aku punya rencana.”

Akan tetapi, Rina menggeleng putus asa. Ia kemudian mendekat dan mengulurkan tangan hendak melepas tali yang mengikat lengan Kakashi. “Aku tidak akan pergi dari sini. Lebih baik Sensei yang pergi sebelum mereka menyadarinya. Keahlianku tidak berguna di dunia ini, aku tidak bisa lari....” isaknya pelan. Kembali ia merasakan perih di punggung.

“Tidak, dengarkan aku baik-baik, aku bisa membawamu keluar dari sini. Kita akan pulang ke Konoha,” ujar Kakashi seraya menenangkan.

Rina tetap menolak, menurutnya itu bukan jalan keluar terbaik. Satu-satunya pilihan terbaik adalah membiarkan Kakashi pergi sementara ia tetap di sini. Ia tidak ingin Kakashi mati konyol karena dirinya.

Begitu talinya terlepas, Kakashi mengulurkan tangan hendak menyentuh wajahnya. Terlihat jelas di mata sayunya saat itu, wajah yang dilingkupi keputusasaan. Ryu telah berhasil membuat psikisnya anjlok. Tersirat di pikirannya untuk mengembalikan kepercayaan dirinya. Waktu mereka tidak banyak, Kakashi harus segera membuatnya bangkit dari keterpurukan.

Dibelainya pipi wanita itu lembut seraya berkata, “Aku sudah janji tidak akan meninggalkanmu, percayalah padaku kita bisa kembali ke Konoha dengan selamat. Di mataku kau tetaplah wanita pemberani.”

Rina berhenti menangis, lalu tertegun. Netranya menatap kedua mata sayu milik Kakashi. Namun, pujian itu tidak serta merta membuatnya bangkit. Ia menggeleng sambil berkata, “Sudahlah, Sensei tidak perlu memikirkan nasibku. Hidupku sudah digariskan dengannya. Aku tidak bisa menghindar. Bila nanti bertemu waktu yang tepat, aku pasti akan membunuhnya dengan tanganku sendiri. Ini hanya soal waktu, lebih baik Sensei pergi dari sini secepatnya!” Kini ia merasa gusar melihat Kakashi terus mengulur waktu sementara sebentar lagi pagi akan datang dan pangeran brengsek itu akan bangun.

Akan tetapi, bukannya segera kabur, Kakashi justru mencengkeram erat kedua bahunya. “Aku... tidak akan membiarkanmu hidup bersamanya. Masih ada kesempatan untuk lari tanpa harus ada yang dikorbankan,” ucapnya tegas.

Rina merasa frustasi di situasi yang membuatnya terjepit. Kenapa dia begitu keras kepala? Bukannya sejak awal dia tidak ingin terlibat masalah denganku?

Rina menghela nafas berat, ia tidak punya pilihan selain mengikuti kemauannya. “Semisal aku ikut denganmu, apa aku tidak akan menjadi beban untukmu? Kan, sudah kubilang keahlianku tidak berguna melawan mereka. Terlebih salah satunya pengguna genjutsu. Sensei paham tidak, sih?”

Kakashi menatapnya tajam. “Kau pikir aku tidak mempertimbangkan apa-apa? Keahlianmu sangat aku perlukan di situasi ini, makanya dengarkan aku dulu.”

Rina bergeming, ia sama sekali tidak menangkap maksud ucapannya. “Apa maksudmu membutuhkan bantuanku? Bukankah yang seharusnya bilang begitu adalah aku?” tanya Rina bingung.

Kakashi mulai ambil nafas sebelum akhirnya menjelaskan, “Dengar, jurus orang itu masih terhubung padaku. Kuncinya ada pada boneka yang mirip denganku. Kau harus merebut itu darinya, dengan begitu aku bisa bebas bertarung tanpa merasa khawatir akan diserang lagi.”

The Return and The End  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang