Bag. 28

910 53 1
                                    

Tak terasa sudah empat bulan usia kehamilan arini, karena hal inilah rumah besar yang tadi nya sepi menjadi sangat ramai.

Mungkin karena ini anak pertama maka dari itu rangga berusaha untuk melakukan yang terbaik termasuk acara syukuran empat bulanan.

Banyak hal yang terjadi selama itu niat namira untuk memperbaiki hubungannya dengan rangga harus pupus karena kesibukan masing-masing.

Rangga pria itu selain sibuk bekerja dikantor dan ia selalu disibuki dengan sikap manja arini entah dari mood nya yang berubah-ubah atau dengan keinginan yang harus segera ia dipenuhi.

Selain itu kesibukan pekerjaan namira di restoran membuatnya terkadang melupakan rencananya, sampai saat ini.

Karena persiapan acara empat bulanan mengharuskannya dan rangga untuk mengambil cuti untuk membantu persiapan.

Beberapa kali mereka berpapasan dan beberapa kali juga mereka berbicara mengenai hal-hal diluar pribadi mereka.

Tenda besar telah berdiri gagah didepan rumahnya, kursi-kursi pun mulai ikut di dijejerkan dengan rapih.

Namira kini tengah berjalan seraya menopang nampan berisi cemilan untuk para tukang, lantas menaruhnya di meja.

"Pak cemilannya saya taruh disini ya!" ujarnya sedikit berteriak kepada bapak tukang yang tengah memasang dekorasi.

"Siap neng!"

Lantas gadis itu memutuskan beranjak untuk kembali ke dapur, namun sebelum kakinya melangkah netranya lebih dulu menangkap sesosok pria yang ia pikirkan akhir-akhir ini tengah mengobrol dengan seorang pria yang ia taksir berumur lebih dari 50 tahunan.

Tampa bisa ia cegah kakinya malah melangkah mendekati pria itu diikuti degup kencang dari jantungnya.

Pikirnya, apa ini waktu yang tepat.

Tidak ada siapa-siapa disini hanya beberapa tukang yang tengah sibuk bekerja dan pria yang berbicara dengan rangga pun sudah tak ada, hanya ada rangga sendiri yang tengah sibuk mengoperasikan ponsel.

Tangannya ikut merogoh sesuatu yang ada di kantung celana belakangnya, ia menatap sebuah selembar foto yang selalu sengaja ia bawa akhir-akhir ini.

ia kembali memperhatikan pria itu yang tampak sibuk berbicara lewat ponsel.

"ini!" sodornya memberikan selembar foto tadi, pria itu tampak mengeryit namun tak ayal meraihnya.

Lantas ia mematikan sambungan telfonnya.

"dari mana kamu dapatkan foto ini?" ujarnya setelah hampir beberapa menit terdiam.

"Kenapa kamu gak pernah cerita?" bukannya menjawab namira malah ikut kembali bertanya.

"Harus ya tahunya dari orang lain? well.. walaupun papah memang bukan orang lain sih."

Sial kenapa suaranya malah sedingin ini, niatnya kan bicara bukan begitu.

Kesannya seperti mencari ribut.

Rasa gengsi ini membuatnya gila!

"jika saya memberi tahumu tentang ini ketika kamu belum mengingatnya apa kamu akan percaya?"

Namira mencebik, alasan!

"trus sekarang apa kamu percaya jika aku mempercainya walau aku belum terlalu mengingatnya?"

sial!! kenapa dari tadi hanya pertanyaan yang dibalas pertanyaan saja sih.

"Ini hanyalah tentang bukti, walau ingatan ku belum kembali tapi jika kau memiliki bukti, tak ada pilihan lain selain mencoba percaya. apa kamu tak pernah berpikir sampai disitu?"

Bukan Istri Ke-tigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang