Bag.32

411 15 5
                                    

Hari ini tepat dengan hari perayaan tujuh bulanan arini, ya rangga memutuskan untuk membuat acara syukuran kembali. Maklum, anak pertama.

aku yang semula tengah mengupas bawang harus beralih ke memotong-motong  mereka menjadi serpihan-serpihan kecil.

Ah.. menyebalkan!

Harusnya aku tadi pergi bekerja saja tadi.

"Jangan cemberut gitu dong motongnya, pake perasaan sayang biar gak pedih di mata."

Aku mencebik mendengar ucapan arini yang begitu pongah, aku yakin dia sangat puas dengan keadaan ku saat ini.

Jika bukan karena ada orang tuaku juga disini, tak akan mau aku menuruti permintaannya.

"Ini permintaan dedek bayi loh, senyum dong." Ujarnya lagi sambil tertawa, meledek.

Ibu-ibu lain yang ikut memasak pun tak lantas melewatkan untuk menertawaiku.

Apalagi dengan mataku yang sudah sangat merah serta hidung berteler.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam.."

Aku sontak menoleh mendengar suara yang sangat aku kenali dan sangat aku tunggu-tunggu kehadirannya...

"Mass..."

"Lihat mataku!
Merah kan?"

"Masa aku disuruh kupas sama motong bawang si mas dari tadi, pedih tau.." keluhku dengan suara manja.

Aku tahu dari raut wajah pria itu, ia sangat terkejut dengan sikap manja ku.

Bodo amat!

Lagi pula saat ini lagi banyak orang, tak mungkin aku memarahinya seperti biasa.

Pria itu lantas tersenyum padaku" siapa yang sudah menyuruh kamu sayang?"

Ah tidak!

Kini malah aku yang terkejut.

Kenapa harus pake sayang segala sih.

"Ttuh!!" Tunjukku pada arini.

"Dia yang nyuruh, katanya ini permintaan kamu dan papah. Biar terlihat kerjanya di depan bapak sama ibu." Ujarku ngadu.

Tak ada yang ku lebih-lebihkan, memang begitu yang dia ucapkan tadi sewaktu aku masih di kamar.

"Rin kita harus bicara!" Ujar rangga pada wanita itu,

Arini berdiri seraya mencebik, aku tahu hatinya tengah kesal bercampur malu saat ini.

"Sayang, Kamu juga!"

Aku?

Kok aku juga?!

Kami mengikuti rangga ke ruang kerjanya di lantai dua.

"Kalian seharusnya tak berbuat masalah diacara yang penting ini." Ucapnya disertai tatapan tegas, arini yang semua tampak kesal berubah menunduk.

"Apa yang ingin kamu cari dengan menjahili ira?"

Ira?

Kenapa nama itu keluar dari bibir, aku tahu itu nama panggilan ku tapi tak semestinya ia mengucapkan hal ini di hadapan arini.

Apalagi dia tak tahu tentang aku yang sebenarnya adalah ira, hanya tahu bahwa ada nama ira di hati suaminya, tidak maksudku kami.

Seperti tugaanku, arini terkejut dengan ucapan rangga.

Ia menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan.

"Dia ira?" Tanyanya tak percaya seraya menunjukku.

Rangga terdengar menghela napas "maaf! Saya baru memberitahu mu sekarang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan Istri Ke-tigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang