17. Paket Dari Aldebaran

27 3 0
                                    

"Ayo turun Dek, kita udah sampai," ucap Azzam saat melihat Adiva masih bergeming di tempat duduknya. Adiva hanya membalas dengan senyuman lalu berniat turun tetapi Azzam segera mencegahnya.

"Kamu kenapa? Sejak tadi Mas perhatikan kok melamun terus?" ucap Azzam seraya memegang lengan Adiva.

"Nggak papa Mas, aku cuma merasa kurang fit aja," dusta Adiva demi menutupi kegelisahan hatinya.

"Ya udah, kita langsung menemui Ayah dan Ibu dulu baru nanti kamu istirahat di kamar," balas Azzam lalu membelai pipi Adiva dengan lembut sembari kembali berkata-kata, "Mas berharap kamu selalu jujur dengan perasaan kamu." Setelah mengucapkan itu Azzam bergegas turun dari mobil.

Adiva membuka pintu mobil lantas menyambut uluran tangan Azzam. Dengan perasaan tak terdefinisi Adiva menurut saja saat Azzam menuntunnya melangkah menuju teras rumah. Bertepatan saat Azzam memencet bel tiba-tiba saja pintu terbuka lebar.

"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh," sapa Azzam pada Fitri, ibu mertuanya sembari meraih tangan perempuan itu untuk diciumnya.

"Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh," balas Fitri dengan tersenyum lebar lalu memeluk Adiva dengan mata berkaca-kaca.

"Kalian datang kok nggak bilang-bilang ibu dulu sih," ucap Fitri sembari mengurai pelukan dari putri kesayangannya.

"Maaf Bu saya repot jadi baru sempat pulang bersama Dek Adiva," balas Azzam  dengan sopan.

"Ayo masuk dulu. Jangan ngobrol di depan pintu," ajak Fitri dengan merangkul Adiva menuju ruang keluarga sedangkan Azzam memilih berjalan di belakang kedua perempuan itu dengan perasaan haru. Azzam sampai melupakan jika istrinya tetaplah seorang gadis kecil di hadapan ibunya.

Sejenak Fitri duduk di sofa sebelah Adiva sebelum pamit ke dapur untuk membuat minuman. Bersamaan saat Fitri pergi ke dapur Mansur ayah Adiva ke luar dari kamarnya. Melihat kedatangan putri dan anak menantunya membuat Mansur merasa sangat bahagia. Lantas Mansur menerima uluran tangan Azzam dan memberikan pelukan hanya kepada Azzam dan Adiva secara bergantian.

Mansur duduk dengan Adiva dalam pelukannya seperti biasa. Adiva sendiri tidak ingin menyia-nyiakan waktu saat bersama kedua orang tuanya. Dan Azzam sendiri sudah terbiasa melihat istrinya bermanja-manja dengan kedua orang tuanya. Hal yang wajar karena memang mereka jarang sekali bertemu karena baik dirinya maupun Adiva sedang sibuk dengan urusan kampus. Tapi selama Adiva hamil Azzam berniat akan memberikan izin jika seandainya Adiva menginginkan tinggal bersama kedua orang tuanya. Selain itu, Azzam juga ingin memastikan Adiva aman dalam pengawasan di saat dirinya harus pergi ke luar kota. Apalagi jadwal Azzam sangat padat untuk tiga bulan mendatang.

Azzam tengah asyik mengobrol bersama Mansur saat Fitri datang dengan membawa nampan berisi dua gelas kopi dan dua teh panas. Setelah Fitri meletakkan gelas di depan masing-masing orang lantas memilih duduk di samping kanan Mansur.

"Silahkan diminum dulu wedang kopinya Nak Azzam, mumpung masih panas," ujar Mansur mempersilahkan Azzam.

"Injih Yah," balas Azzam lantas membuka penutup gelas keramik berwarna putih di hadapannya dan menuang cairan berwarna hitam pekak itu ke lapik bermotif bunga di bawahnya.

Mansur segera mengurai pelukan Adiva dari tubuhnya demi turut menikmati minuman favoritnya tersebut. Lantas Adiva meraih toples besar berisi kerupuk puli (kerupuk yang terbuat nasi)  dan langsung mengunyahnya. Azzam memperhatikan Adiva yang tampak menikmati kerupuk tersebut dengan tersenyum. Kerupuk berbahan dasar nasi itu memang kerupuk favorit Adiva. Tapi untuk kali ini Azzam bisa menangkap kegelisahan yang Adiva rasakan.

"Dek sini!" Panggil Azzam seraya memukul tempat kosong di sebelahnya. Adiva mengerjap lalu segera menggelengkan kepala karena malu jika sampai Azzam bersikap mesra di hadapan kedua orang tuanya.

Tiga Hati Satu Cinta (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang