Chapter 8

63 10 3
                                    

"Bye, Gem. Kami balik dulu ya. Sampai jumpa besok."

"Jangan lupa minum obat dan istirahat biar cepat sehat, ya!"

"Ya lo, semua guru rindu denganmu."

Duduk di ranjang miliknya, memberikan senyuman manis sebagai jawaban untuk pesan dari teman-temannya. Mereka beranjak pulang, dikarenakan hari yang sudah menjelang malam.

"Wey, Fang. Ayo cepat," Gadis berambut sebahu tersebut menyikut lelaki disampingnya, menyadarkan ia dari fokusnya terhadap smartphone miliknya.

Fang sedikit terkesiap, tadi ia begitu fokus melihat smartphone nya yang menampilkan kolom chat dengan kakaknya.

Pandangannya naik menatap satu persatu dari tujuh bersaudara itu. Helaan nafas meluncur keluar dari hidungnya.

"Jangan repotkan kakak kalian."

Setelah mengucapkan itu ia melenggang melewati pintu kamar 3 kembar pertama tersebut. Meninggalkan mereka yang kepalanya dipenuhi tanda tanya.

Laki-laki dengan ciri khas warna ungu itu sebenarnya juga tak begitu mengerti, ia hanya menyampaikan pesan yang disampaikan kakaknya tadi.

Setelah mengantar teman-temannya sampai ke pintu depan, Taufan kembali memasuki kamarnya yang masih diselimuti keheningan. Pikiran mereka dipenuhi oleh kalimat terakhir yang Fang lontarkan sebelumnya.

"Apa yang Fang maksud itu adalah kak Oliv?" gumam Taufan yang masih dapat didengar oleh semua saudaranya.

Blaze dan Thorn mengangguk setuju dengan ucapan Taufan. Halilintar memutar bola matanya malas. Terdengar decakan kecil dari mulut Ice. Solar? Memilih tutup telinga dan meladeni ribuan pesan di handphone miliknya. Sedangkan Gempa menatap datar mangkuk sup yang sudah habis isinya. Tentu saja itu paksaan, bukan kemauannya sendiri.

Melihat reaksi beragam dari saudaranya, membuat Taufan gemas sendiri. Ingin rasanya ia terjun bebas ke jurang sangking kesalnya dengan saudara-saudaranya.

"Ck, ayolah kalian. Kejadian itu sudah 8 tahun yang lalu. Lupakan dan berbaikan lah dengan kak Oliv. Lagipula, kalian tak ingat apa kata polisi waktu itu, ha? Ayah dan ibu ditem-"

"Fan, berhentilah berbicara kalau kau tak ingin ada perpecahan di rumah ini."

Kalimat Taufan dipotong dengan kalimat datar nan dingin yang keluar dari mulut Halilintar. Tatapan keduanya bertemu, saling melayangkan pandangan tak suka.

Memang selalu seperti itu. Setiap kali Taufan ingin membela kakak perempuan mereka, kalimatnya selalu dipotong cepat oleh Halilintar. Seolah ia tidak ingin lagi mendengar hal itu. Taufan hanya tak suka pada sikap saudaranya yang selalu menampakkan kebencian setiap kali mendengar nama kakak perempuan mereka disebut. Ia hanya ingin semua saudaranya bersikap baik di depan kakak perempuan mereka. Ia ingin mereka semua melupakan dan berdamai dengan kejadian itu.

Tak ingin memancing masalah, lebih baik ia diam dan tak membahas itu lagi jika ia tak ingin hubungan mereka menjadi semakin memburuk. Apalagi mengingat kondisi Gempa yang tengah sakit, tak mungkin ia memancing keributan dan membuat adiknya itu tambah pusing menghadapi mereka semua bukan?

Memijat pangkal hidungnya, mengontrol emosinya sebelum kembali bicara, "kak Oliv sedang pergi, katanya pulangnya bakal larut. Kalian mau aku masakin makan malam atau kita pesen makanan luar aja?"

"Pesen makanan luar aja kak," jawab Solar tanpa mengalihkan atensinya dari layar ponselnya.

Anggukan saudaranya yang lain membuat Taufan bangkit dari duduknya, mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di atas nakas. Baiklah, sesekali memesan makanan luar tak apa juga kan. Lagipula ia sedang malas untuk memasak.

I'm Sorry (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang