CAPEK

2.2K 202 0
                                    

:: CAPEK ::

Bahagia dan sedih itu akan terus selalu berdampingan selama kita hidup. Hidup tidak mungkin hanya ada bahagia, tidak mungkin juga hanya ada sedih. Aku menyadari hal ini.

Kemarin aku sudah merasa bahagia, ya mungkin sekarang saatnya aku mendapatkan kesedihan itu. Memang begitu kan cara kerja hidup?

**

Aku tidak membenci Kelana, aku tahu ia orang yang baik. Tapi untuk sekarang, aku memilih menjauh dan memberi jarak bagi kita masing-masing. Barangkali ia butuh ruang untuk menyelesaikan sesuatu dan aku juga butuh ruang untuk berpikir lebih jernih lagi.

Galeri sedang ramai, aku memutuskan untuk melukis di bawah bersama yang lain sambil ngobrol-ngobrol. Hitung-hitung recharge energy. Melukis membuatku seperti bahagia, ditambah mengobrol dengan teman-teman juga ternyata sangat menyenangkan.

"Wih, rame nih!" Teriak Rendy yang baru saja memasuki galeri bersama Tiara.

Mereka baru saja pulang dari rumah sakit untuk memeriksakan sakit tenggorokan yang Tiara alami tiga hari terkahir, tidak kunjung sembuh. Aku menghampiri mereka yang duduk di mini bar sekalian mengisi ulang gelas air putih.

"Gimana? Apa kata dokter Ra?"

Muka Tiara terlihat kesal saat aku tanya itu. "Wong nggak jadi periksa Rin. Dokternya sendiri malah mual-mual. Hamil kali tuh." Katanya.

"Lah terus nggak ganti dokter gitu?"

"Udah mau ganti dokter, tapi aku harus nunggu jadwal praktik selanjutnya. Kira-kira tiga jam lagi. Ya mending aku balik dulu. Ya nggak beb?"

Rendy mengangguk "Tapi Rin, dokternya tuh mirip banget sama cewek yang sama om kemarin deh. Yang kita liat di Mall." Kata Rendy sedikit ragu-ragu.

Keningku berkerut. Hah? Tunggu....

"Maksud kamu dokter Wina?"

"Loh, kamu kenal Rin?" Tanya Tiara bingung. "Iya deh kayaknya namanya Win Win siapa gitu gak terlalu jelas nametage-nya ketutupan rambut panjangnya, ternyata Wina namanya?"

Pikiranku yang awalnya sudah mulai tenang, kini mulai bergejolak kembali. Apa tadi kata Tiara? Dokter Wina mual-mual? Tiara bilang kalau dokter itu hamil? Wait! Apa ada hubungannya dengan 'makasih semalam' dan dokter Wina yang menginap di rumah Kelana dan gestur mesra mereka di Mall?

Tanpa aba-aba, dengan cepat aku menyimpulkan bahwa... Apa Kelana yang menghamili...

Ahh tidak mungkin! Mereka hanya teman, Kelana yang menegaskan sendiri jika mereka hanya teman, tidak lebih.

Haissshhhh... Kenapa pikiranku tidak bisa diajak kompromi? Kenapa sekarang pikiranku sulit diajak berpikir positif lagi tentang Kelana?

"Kamu yakin Ra, kalau dokter itu lagi hamil?" Tanyaku mengulik.

"Kayaknya sih gitu, ya dia mual-mual gitu loh kayak lagi hamil muda. Sampe susternya aja manggil dokter dan masuk di ruang periksa obgyn."

Jleb!!

Aku seperti hampir jatuh ke jurang. Jantugku seperti terjun bebas setelah mendengar kesaksian Tiara bahwa dokter Wina kemungkinan hamil muda. Apalagi yang aku tahu, dokter Wina tidak punya suami, dan setiap kali bertemu, ia selalu dekat sekali dengan Kelana.

Apa lagi coba? Semua itu cukup kan membuatku berkesimpulan aneh-aneh?

"Ren, Ra. Aku pamit keluar bentar ya, titip galeri." Kataku.

"Rin, mau kemana?" Teriakan Rendy terdengar, tapi aku mengabaikan.

Aku butuh mendinginkan kepala. Maka kuambil topi dan ponsel di dekat kanvas dan keluar dari galeri ini. Berjalan sampai ujung gang dan menunggu TransJogja. Aku hanya ingin mengalihkan pikiran yang tak tenang ini.

Rindu Kelana (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang