STATUS

2.2K 209 4
                                    

:: STATUS ::

Kami makan di sebuah kedai mie ayam yang aku rekomendasikan. Awalnya, Kelana mau menjemput Kara terlebih dahulu lalu makan di restaurannya. Tapi ini jam tanggung, 11.30. Sedangkan Kara pasti juga sedang makan siang di sekolahnya. Lalu Kelana tetap memutuskan untuk kita makan dulu dan mengikuti rekomendasiku di Kedai 'Mie Ayamin Aja'

Katanya, mukaku terlalu kentara kalau sedang lapar-laparnya. Ia tahu saja kalau perutku sudah keroncongan, apalagi kejadian kesrempet tadi membuatku tiba-tiba lemas seperti orang kurang tenaga.

Ya tadi memang diberi snack sih di dalam aula. Tapi itu hanya cukup untuk mengganjal perut. Sementara kapasitas perutku untuk menampung makanan masih terlalu banyak. Halah lebay. Tapi ini memang benar, aku memang laperan.

Aku pernah sekali makan ke kedai ini bersama Tiara, sebetulnya ia yang pertama kali merekomendasikannya. Tempatnya unik, dibawah pohon besar dan rasa mie ayamnya enak.

Kelana mengeluarkan ponsel dan menggulirnya padahal pesanannya sudah di depan mata. Kalau sudah begini, ia seperti punya dunia sendiri. Aku dan makanan itu hanya numpang.

"Mas..." Panggilku iseng.

"Hmm?" Jawabnya hanya hmm saja.

"Aneh deh, hari ini masa aku Ketemu Hangga di tempat yang nggak aku duga."

Tidak ku sangka, Kelana langsung menaruh ponselnya di meja dan manatapku penuh. Yes, aku berhasil mengalihkan perhatiannya pada ponsel. Ya bukannya aku melarangnya untuk mengurus hal lain. Hanya saja, ini kita sedang makan loh. Waktu yang seharusnya santai dan menikmati makanan.

Ia menaikkan alisnya bertanya. Pasti ia penasaran.

"Nanti deh ceritanya, dimakan dulu mas." Hehe aku tertawa melihat ekspresinya yang sudah sangat penasaran itu. Lalu kita mulai makan.

Pas di perjalanan menuju sekolah Kara, aku baru bercerita. Kasihan juga nanti pasti ia tidak bisa tidur. Lagipula di dalam mobil selalu hening dan krik krik. Kelana jarang mau memulai pembicaraan duluan.

"Jadi ceritanya pas di kereta, Hangga ada di belakngku, ya aku kaget kirain siapa. Terus pas aku kesrempet dia yang nolongin pertama. Aneh nggak sih dia selalu muncul tiba-tiba." Aku tertawa mengingat itu.

"Oh... Dia orang pertama yang nolongin kamu?"

"Iya, harusnya tadi aku bilang makasih dulu. Kamu main ajak pergi aja."

"Oh."

Oh doang. "Ramah dikit kek mas, kaya, senyuuummm aja gitu." Ujarku sambil menukikkan senyum dengan dua jari.

Ia menoleh padaku dan benar-benar tersenyum. Tapi bukan itu, yang aku maksud adalah senyum kepada orang.

"Bukan sama aku aja, tapi sama orang juga."

"Saya nggak suka pura-pura tersenyum hanya untuk dibilang ramah."

"Kok gitu. Ah itu sebabnya ya kamu nggak punya banyak temen."

"Kalau temen yang kamu maksud sekedar temen nongkrong, temen ngobrol atau main, saya nggak punya. Tapi saya cukup banyak teman relasi."

Skak matt!!!

Aku tidak cukup pintar ternyata untuk debat dengannya. Sudah beberapa kali aku kalah terus. Aku menangis dalam hati. Miris sekali. Perasaan mainku sudah jauh tapi masih aja kurang pengetahuan. Ya iyalah ia punya banyak teman relasi, makanya bisnisnya bisa sesukses sekarang.

"Iyadeh, aku kalah." Ucapku mengedikkan bahu.

Kelana menjulurkan tangannya mengelus puncak kepalaku, beberapa detik dan tersenyum. "Kamu nggak kalah kok. Cuma saya terlalu pintar aja."

Rindu Kelana (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang