KESIMPULAN

2.4K 222 2
                                    

:: KESIMPULAN ::

Mataku memang terpejam, tetapi pikiranku melayang kemana-mana. Seharusnya aku cukup cerdas untuk tahu maksud dari yang dilakukan Kelana saat ini.

Dulu, aku membuat keputusan sepihak dan ia merasa aku mempermainkannya. Lalu tiba-tiba aku baik padanya lagi, baik pada Kara. Wajar sih, jika ia mempertanyakan dan bingung dengan sikapku yang tiba-tiba. Sementara aku melakukan itu karena aku sudah menyadari bahwa lelaki satu ini sudah membuat aku jatuh cinta. Dan aku mau memperbaiki hubunganku dengannya, kalaupun ia sudah menutup kesempatan itu, ya paling tidak Kelana tahu perasaanku, meski sudah terlambat sekalipun. Itu misi awalku, mengungkapkan perasaan saja. Dan misi itu sudah tercapai. Kelana sudah tahu perasaanku meski aku mengungkapkannya dalam suasana yang sangat buruk. Entah ia percaya atau tidak.

Dan sekarang, aku merasakan apa yang dirasakan Kelana waktu itu. Aku juga merasa dipermainkan olehnya setelah ia marah-marah dan menuduhku sembarangan, sekarang ia juga tiba-tiba baik padaku.

Kesimpulanku ada dua kemungkinan mengapa ia melakukan ini, yang pertama, sengaja untuk balas dendam. Yang kedua, ia merasa bersalah sudah menuduhku macam-macam.

Oh ini yang ketiga, kesimpulan alternatif. Mungkin tidak jika Kelana sudah menyadari perasaanku dan ternyata juga menyukaiku, makanya ia hanya mau afirmasi itu padaku? Ah ini terlalu naif sih.

Mobil Kelana tiba-tiba berhenti. Lalu aku membuka mata dan melihat keluar. Ini masih ada di depan gang masuk rumah orangtuaku karena aku hafal betul jalannya. Kenapa ia malah berhenti di sini. Atau ia mau menurunkan aku di sini? Oke baiklah.

Aku meraih tas ransel di kursi belakang dan bersiap untuk turun. Sebelumnya aku perlu berterimakasih pada Kelana karena sudah mengantarku meski hanya sampai gang depan, tanggung.

"Makasih mas udah nganterin sampai Solo. Maaf kalo ngrepo..." Ujarku pada Kelana dan ia lagi-lagi menatapku aneh seperti saat di Bandara.

"Tunggu..." Potongnya sambil memegang pergelangan tanganku. "Kamu tidurnya pules banget. Saya nggak tega bangunin. Makanya sengaja berhenti di sini, nungguin kamu bangun." Imbuhnya.

"Oh... Tapi aku turun di sini juga nggak apa-apa mas. Tinggal deket doang kok." Ujarku santai.

"Enggak, saya antar."

Kelana menyalakan mesin mobilnya kembali dan menjalankannya benar-benar sampai depan rumah-masuk di halaman rumah-.

Bunda dan ayah sudah keluar dari rumah saat mobil Kelana tepat berhenti. Wajah mereka tampak sumringah sekali. Belum pernah aku disambut sesumringah ini sebelumnya. Paling-paling hanya senyum dan peluk lalu menanyakan kesehatan. Malam ini beda dan aneh sekali.

Aku turun dan mencangklong ranselku. Tersenyum selebar-lebarnya karena mereka juga demikian. Walaupun badan sudah hampir remuk minta direbahin. Kupeluk satu per satu kedua orangtuaku.

Kelana yang ternyata juga ikut turun dan mengikutiku dari belakang, menjabat dan mencium tangan ayah dan bunda bergantian.

"Makasih ya nak Lana, udah mengantar anak bunda. Mari masuk dulu."

"Iya sama-sama bu. Saya mau pamit langsung pulang aja pak, bu."

Melihat jam di tangan, ternyata sudah hampir pukul sepuluh malam. Kelana mau pulang ke Jogja. Kira-kira sampai sana pukul sebelas atau setengah duabelas malam kalau lancar. Perasaan tidak enak muncul kembali. Masa iya, aku tega mengabaikannya saat ia rela mengantarku pulang Jogja-Solo dan akan pulang kembali ke Jogja tanpa istirahat, malam-malam pula. Di mana hati nuraniku?

"Masuk dulu aja mas." Tawarku.

Akhirnya Kelana mau masuk. Sementara ibu ke dapur membuatkan minum dan aku bebersih badan, Kelana mengobrol dengan ayah di ruang tengah sambil menonton bola.

Rindu Kelana (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang