Setelah mandi dan mengenakan gamis bersih yang ia ambil dari lemari Adiva mematut diri di balik cermin. Wajahnya tampak segar, tak sepucat seperti saat terbangun tadi pagi. Lalu Adiva sedikit memoles bedak di wajahnya agar tidak terlihat terlalu polos. Adiva juga mengikat ekor kuda rambut panjangnya agar terlihat rapi. Karena hanya bersama keluarga, Adiva membiarkan rambutnya terbebas dari hijab. Dengan ceria Adiva segera ke luar dari kamar untuk menemui keluarganya.
Adiva menggerutu saat tak menemukan semua orang di dalam rumah. Pandangannya mengedar ke seluruh sudut rumah yang tampak sepi. Langkah Adiva terhenti di ruang makan. Membuka tudung makanan yang ternyata masih utuh. Artinya semua orang belum sarapan sedangkan waktu sudah hampir menunjukkan pukul 8 pagi. Adiva kembali menggerutu tak jelas sambil melangkah menuju arah luar. Pintu depan dalam kondisi terbuka lebar.
Kini Adiva berdiri di ambang melihat semua orang yang tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Farhan yang hanya mengenakan bokser dan kaos tanpa lengan sedang mencuci motor kesayangannya dengan bersiul sedangkan Azzam terlihat serius menatap bidak catur di hadapannya dengan sesekali menggaruk kepala. Sudah pasti Azzam akan kewalahan melawan ayah mertuanya yang memang sejak muda adalah pemain catur andal.
Sekarang Adiva berganti memperhatikan satu-satunya perempuan di antara ketiga laki-laki kesayangannya. Perempuan cantik dan lembut itu tengah asyik merawat bunga di taman kecil yang terdapat di sudut halaman rumah. Di tangannya memegang sebuah gunting untuk memotong dedaunan kering atau batang bunga mawar yang telah layu. Kata ibunya, bunga mawar itu akan terus berbunga jika rajin di potong setelah bunganya layu. Dari bekas potongan itulah yang nantinya akan melahirkan tunas-tunas baru untuk berbunga kembali. Ibunya juga rajin memberikan pupuk sebulan sekali. Bahkan air bekas cucian beras pun ibunya manfaatkan untuk menyiram bunga. Tak hanya itu, air bekas cucian beras itu juga difermentasi selama sehari semalam bersama dengan kulit bawang merah dan bawang putih. Hasil dari fermentasi air tersebut mampu menguatkan akar tanaman serta mengusir hama yang biasa mengganggu tanaman dengan efektif.
Dengan senyuman terkembang Adiva mulai melangkah ke arah di mana ibunya berada. Ibunya adalah pecinta tanaman hias. Tidak seperti dirinya yang hanya mampu mengagumi keindahannya saja. Sejak dulu Adiva paling suka duduk di bersantai di ayunan kayu yang terdapat di pohon mangga depan rumah buatan ayahnya. Di ayunan tersebut Adiva bisa duduk berlama-lama demi menikmati bunga-bunga yang sedang bermekaran untuk ia jadikan obyek menggambarnya. Hobi Adiva sejak kecil. Tapi semenjak statusnya berubah menjadi istri Azzam kegiatan favorit itu sudah jarang sekali dilakukan oleh Adiva. Bukan karena lantaran Adiva telah bosan melainkan setiap kali menggambar dirinya akan selalu diingatkan kenangan bersama Aldebaran. Adiva tidak ingin lagi kehidupan rumah tangganya dibayangi kisah cinta masa lalunya.
"Gimana udah baikan Nduk?" tanya Fitri dengan senyuman merekah. Sejenak Fitri menghentikan kegiatannya yang tengah memotong daun bunga aglonema yang telah menguning.
"Alhamdulillah sudah Bu," balas Adiva lalu memegang bunga mawar berwarna kuning yang belum mekar secara sempurna. Mengirup aroma wangi bunga mawar tentu menjadi kesenangan tersendiri bagi Adiva. Adiva memang tidak pandai merawat tanaman tapi bukan berarti tidak menyukainya. Adiva hanya malas dengan segala perawatan yang menurutnya sangat ribet dan menyita waktu. Menggambar adalah cara Adiva mengagumi tanaman indah tersebut.
"Di halaman rumah kamu ditanami bunga kan bagus Nduk," ucap Fitri seraya menatap Adiva yang tengah memetik bunga mawar kuning miliknya.
"Duh nggak ah Bu. Siapa nanti yang merawat?" balas Adiva tanpa berminat.
"Boleh Bu, biar nanti saja yang merawatnya," sahut Azzam yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Adiva.
"Mas Azzam bikin kaget aja," kesal Adiva karena terkejut dengan kehadiran Azzam yang secara tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Hati Satu Cinta (End)
RomanceRate 18+ Blurb Perpisahan dengan seorang sahabat terbaik beserta dengan cinta pertamanya tentulah hal yang tak mudah bagi Adiva Dania Khanza, gadis berusia 18 tahun itu. la terisak tatkala harus melambaikan tangannya melepas Aldebaran Malik pergi me...