1. Manusia berisik

2.5K 166 21
                                    

Sejatinya hidup itu memang benar sebuah pilihan. Dengan siapa kamu akan menjalaninya, untuk apa kamu berjuang selama ini dan cara seperti apa yang kamu gunakan untuk menghargai dirimu sendiri yang sudah bertahan sejauh ini.

Hinata Hyuga, gadis cantik berusia 23 tahun yang selalu berusaha bersyukur dengan apa yang selama ini sudah menjadi takdirnya. Baginya, hidup adalah perihal memilih dan Hinata tidak pernah menyesali hal itu.

***

"Naruto, bangun!!!"

Seperti pagi-pagi biasanya, apartemen berukuran sedang yang di tempati sepasang kekasih itu sangat berisik. Ya bagaimana tidak, di pagi buta seperti ini Hinata sudah berteriak dengan suara yang menyamai suara tukang jualan keliling yang sedang menawarkan jajanan.

Bakso, bakso, bakso! Baksonya kak!

Begitu kurang lebih.

Tapi agaknya, telinga Naruto sudah sangat kebal mendengarkan segala bentuk ocehan Hinata yang tidak ada habisnya. Ralat! Tidak pernah ada habisnya. Naruto sendiri heran kenapa kekasihnya itu sangat gemar mengomel dan berteriak, seolah semua yang ada di dunia ini salah hingga Hinata harus membenarkannya.

Mulai dari kenapa ada orang yang meletakan aquarium di dekat televisi hingga kenapa ada manusia kurang ajar yang berkeliaran di dalam rumah tanpa menggunakan sandal.

Hinata selalu memprotes itu, sekalipun tidak langsung gadis itu akan tetap menggerutu dengan Naruto. Beruntung lelaki itu sudah sangat terbiasa mendengarkan Hinata jadi dia tidak mengidap suatu gangguan pendengaran akibat terlalu lama mendengarkan ocehan Hinata.

"Nar, lo tidur apa mati sih! Pekak banget dari tadi?!" Hinata dengan segala aura kemarahannya memasuki kamar sambil menenteng sudip yang rencananya akan dia gunakan untuk memukul pemuda itu. "Naru-"

Hinata menghentikan ocehannya saat melihat lelaki tampan itu sudah berdiri dengan stelan jas rapih dan dasi yang sudah terpasang sempurna. Gadis itu mengulum senyum lalu mendekati Naruto, sementara Naruto memutar bola matanya jengah. Dasar betina, kenapa tidak pernah bisa sabar barang sekejap? Kenapa semua harus di pikirkan dengan sudut pandang yang merepotkan?

"Masih pagi, kenapa harus jerit-jerit sih Nat?"

Sementara Hinata tanpa rasa bersalah mendekat dan memeluk Naruto erat, "Kirain kamu masih tidur, kan pagi ini ada jadwal meeting aku takut kamu telat." Ujarnya. Naruto mengangguk saja lalu melepaskan pelukan Hinata, tanpa banyak bicara dia keluar dari kamar lalu menuju meja dapur. Aroma masakan Hinata yang begitu mengusik indra penciuman membuat perut Naruto keroncongan dan lapar. Pemuda itu ingin segera menyantap makanannya.

"Tadi aku masakin ramen, kesukaan kamu." Ujar Hinata antusias. Naruto tersenyum sekenanya lalu mengusap kepala Hinata sekejap.

"Makasih," ujarnya. Hinata mengangguk semangat, baginya mendapat respon demikian dari Naruto sudah sangat membahagiakan. Naruto sudah banyak berubah, dirinya sudah tidak seperti sosok Naruto dua tahun silam saat mereka pertama bertemu, atau saat pertama mereka menandatangani kontrak kerja sama.

Ya mereka hanya bekerja sama, mereka tinggal bersama bukan karena saling mencintai atau bersahabat. Mereka tinggal bersama karena mereka saling membutuhkan. Naruto membutuhkan Hinata menjadi temannya, gadis itu cukup supel dan cerdas meski Naruto menemukannya dengan cara yang agak menggelikan. Gadis itu bukanlah gadis pendidikan, hanya gadis penjaga toko yang sangat cerewet dan berani memarahi pembeli yang kedapatan mencuri. Naruto tersanjung melihat keberanian Hinata. Dia berfikir Hinata akan jadi sosok yang cocok menemani dirinya yang sunyi ini, selain itu Naruto juga butuh orang untuk berpura-pura menjadi kekasihnya. Dia muak terus-terusan di kejar oleh sang Ibunda soal statusnya yang masih saja melajang.

Another Life | Namikaze Naruto✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang