18. Jarak dan pilihan

603 93 15
                                    

Harus berjauhan saat hubungan sedang merenggang bukanlah suatu hal yang baik. Hal itu bisa jadi pemicu rusaknya komitmen di antara mereka.

Hinata sangat tau itu. Jujur dia sendiri sedang di landa rasa hampa, Hinata rasa ini waktu yang tepat untuk pergi tapi dia masih takut. Seperti apa hidupnya nanti tanpa Naruto, Hinata belum punya keturunan yang akan jadi temannya menjalani hidup. Hinata tidak ingin menghabiskan hidupnya seorang diri.

***

Dering ponsel Hinata menyadarkan gadis itu dari lamunannya. Dengan malas dia meraih ponselnya.

'Naruto❤️' 

Lelaki tampan itu sudah sampai di hotel sepertinya. Hinata langsung mengangkat panggilannya tanpa pikir panjang.

"Hm?" Gumam Hinata ketika panggilan mereka tersambung.

"Aku udah sampai di Bandara, ini lagi nunggu taksi jemput." Ujar Naruto dari sebrang telepon. Hinata menghela nafas lega, setidaknya lelaki itu sudah sampai tujuan dengan selamat.

"Baguslah, barang-barangnya udah di cek semua kan?"

"Udah, btw Nat nanti lagi ya ini taksi nya udah dateng..." potong Naruto, suaranya terdengar terburu-buru kemudian langsung menutup telponnya tanpa menunggu jawaban Hinata.

"Hm, take care." Balas Hinata meski mungkin suaranya tidak akan terdengar oleh lelaki itu.

Suasana kembali hening seperti sebelumnya, kemudian pikiran Hinata melambung tinggi. Berusaha mengingat kembali momen-momen membahagiakannya bersama Naruto di apartemen ini.

Tapi nihil, kenapa yang terbayang justru pahitnya perjuangannya untuk tetap ada di sini. Naruto tidak pernah menyuruhnya pergi, namun sekalipun lelaki itu tidak pernah menunjukkan kepeduliannya. Entah Hinata berharga atau tidak Naruto tidak pernah mengatakannya.

Pahit, padahal Hinata sudah jatuh terlalu dalam pada lelaki itu.

Selama ini Hinata masih bertahan, tapi mengingat apa yang Khusina katakan mungkin ada benarnya. Bahwa wanita pantas di cintai dan di hargai. Jika di satu tempat kau tidak di butuhkan, kau tidak di anggap dan hanya di abaikan. Pergi saja, mungkin di sana bukan tempat mu karena mungkin kau bukan tulang rusuknya. Masih banyak tempat lain yang bisa menerimamu, jangan berkecil hati.

Demi keselamatan mental dan hatimu, melangkahlah pergi untuk hari esok yang lebih baik.

***

Naruto baru saja sampai di hotel, dia baru menyelesaikan ritual mandinya dan langsung membereskan pakaiannya.

Padahal biasanya Naruto paling malas melakukan itu, ada Hinata yang pasti akan membereskan pakaiannya. Mandi ketika baru saja bepergian bukanlah kebiasaan Naruto, tapi Hinata selalu mendikte pemuda itu untuk selalu menjaga kebersihan. Katanya kalau kita mandi setelah perjalanan jauh tubuh kita akan kembali segar dan bersemangat.

Omong kosong yang dulu Naruto sepelekan sepertinya sekarang mulai dia pahami. Ya, tubuhnya kembali segar setelah mandi entah karena air dingin di shower atau karena bayang senyum Hinata yang begitu lembut menari di pelupuk matanya.

Hinata😡
-Online-

Udh tdr?
23.45

Belum.
23.45

Tdr!
23.46

Ya.
23.47

Good night ❤️
23.48

H

ingga beberapa saat kemudian pesan Naruto tak juga mendapat balasan. Naruto berkesimpulan mungkin Hinata sudah terlelap.

Tapi entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, pikirannya selalu tidak tenang ketika mengingat Hinata. Padahal dia baru saja tiba di sini namun rasa rindu itu menyeruak dan begitu menyesakkan dadanya.

Apakah hal buruk akan terjadi?

***

Pagi itu seperti biasa Naruto akan bangun ketika sinar matahari masuk ke dalam kamarnya. Lelaki itu berdecak pelan lalu menutup wajahnya dengan selimut. Biasanya ketika Naruto seperti ini, Hinata akan mengomel dengan kecepatan cahaya hingga membuat telinga lelaki itu panas tapi hari ini setelah sekian lama Naruto kembali merasa dunianya sunyi.

Tak ada Hinata di sini.

Dia rindu suara berisiknya yang sangat menganggu.

Naruto tidak ingin terjebak dalam rasa rindu yang kian mencekik ini. Di raihnya ponsel di nakas, mencari-cari nama Hinata lalu menelponnya.

Butuh tiga kali panggilan sebelum akhirnya Hinata mengangkatnya. Aneh, Hinata tidak biasanya seperti ini.

"Iya Nar? Kenapa?"

Terdengar suara Hinata yang agak lesu di sana. Naruto menghela nafas panjang.

"Kamu dari mana aja kok baru ngangkat telepon aku?" Tanya Naruto dengan nada bicaranya yang sedikit merajuk.

"Dari kamar mandi tadi," 

"Dari kamar mandi kok lesu? Bilang aja baru melek.." cibir Naruto. Tak ada sahutan berarti atau tawa yang biasanya Hinata tunjukkan.

"Hehe iya nih aku baru bangun," ujar Hinata.

Naruto terdiam sejenak, ada yang berbeda tapi apa?

"Hm okelah, jangan lupa sarapan." Pada ahirnya Naruto menyerah dia tidak ingin membebani kepalanya dengan spekulasi-spekulasi memusingkan tentang Hinata.

Gadis itu pasti baik-baik saja, dia adalah gadis cerewet yang sangat terbuka. Dia pasti akan menceritakan jika sesuatu terjadi padanya.

"Oke,"  lalu sambungan telepon itu terputus sepihak oleh Hinata.

Naruto menatap langit-langit kamarnya, dia tidak ingin memikirkan Hinata tapi bayangan wajah gadis itu seolah menghantuinya.

"Iya iya gue mandi," ujar Naruto seolah-olah bayangan Hinata yang ada di kepalanya sedang mengomelinya pagi ini.

Dasar gila.

***

Hinata belum mengambil langkah apapun, yang dia lakukan selama Naruto tidak ada hanyalah berdiam diri dan merenung. Batinnya masih berperang hebat saling bertentangan dengan keputusan logikanya. Tapi Hinata tidak bisa bertahan lebih lama, dia juga ingin mengakhiri masa-masa kesepiannya.

Hinata tidak ingin menghabiskan waktu dengan orang yang salah. Mungkin uang bisa di cari tapi waktu yang berharga tidak akan pernah datang kembali.

Maka dengan segala pertimbangan berat Hinata ahirnya memilih pergi, meski dia masih membiarkan Naruto menghubunginya sesekali.

Hinata akan menjauh perlahan, setidaknya dia bisa memulai dari meninggalkan tempat penuh kenangan ini.

"See you Nar, mungkin ini adalah yang terbaik." Ujar Hinata sambil menatap kamar tidur mereka yang penuh dengan kisah-kisah mereka.

Gadis itu menarik koper yang sudah dia siapkan sejak kepergian Naruto namun perlu waktu satu minggu agar Hinata memiliki cukup kekuatan untuk melangkah dari sini.

Pergi memang menyakitkan dan butuh keberanian yang besar, tapi bertahan juga bukan pilihan yang benar jika keberadaan mu tidak di harapkan.



To be continue....







Segitu aja dulu besok sambung lagi.
Terimakasih untuk yang selalu nunggu aku update. Love you guys.. nantik aku update lagi kalau gak ngantuk..

Another Life | Namikaze Naruto✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang