Kalian tau, sekuat apapun Hinata memakai topengnya selama ini ketika dia sendirian maka Hinata akan kesepian. Semua luka-luka yang ia pendam sendiri mendadak naik ke permukaan.
Sebenarnya ada alasan kenapa Hinata masih bertahan bersama Naruto. Lelaki itu adalah satu-satunya yang dia punya, bukan karena Hinata tak mampu hidup di luar sana seorang diri tapi gadis itu hanya takut. Hidupnya tidak akan seramai ketika dia bersama Naruto, sama seperti sebelum bertemu pemuda itu kehidupan Hinata hanya di isi oleh kehampaan. Dan Hinata sangsi jika harus kembali ke suasana itu.
Hinata menghela nafas, andai dia bisa hamil mungkin hidupnya tidak akan sesunyi ini, jika dia punya anak mungkin Hinata tidak akan merasa terasingkan dan sendirian.
Tapi sayangnya mustahil dia memiliki keturunan, entah Naruto yang terlalu cerdik bermain atau memang Tuhan belum mengizinkan dirinya mendapat seorang anak hingga saat ini Hinata masih belum mengandung.
"Ya Tuhan, kalaupun aku gak bisa sama Naruto lebih lama tolong kasi aku temen, aku juga pengen lepas dari kesepian ini." Gumam Hinata sambil menatap langit-langit kamarnya.
***
Pukul delapan malam Hinata mendengar suara derap kaki yang menuju kamar, gadis itu yakin Naruto sudah pulang. Segera ia turun dan menghampiri Naruto. Mungkin ada hal yang pemuda itu butuhkan.
"Nar, tumben pulang cepet?" Hinata berjalan ke arah Naruto yang sedang duduk di sofa, pemuda itu terlihat sangat letih hingga Hinata tidak tega. Mungkin jika Naruto itu ponsel, maka keadaan Naruto sekarang seperti sebuah ponsel yang batrainya sekarat.
"Gatau gue capek banget," ujarnya sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Hinata duduk di sebelah Naruto lalu dia menarik kepala pemuda itu ke pangkuannya.
"Sini aku pijitin," Naruto tidak menolak, sebaliknya pemuda itu justru menyamankan diri di pangkuan Hinata yang sangat hangat menurutnya.
"Kan aku udah bilang, pot bunga yang aku taruh di dalem jangan di keluarin biar kamu gak gampang sakit kepala gini.." ujar Hinata sambil mengurut kepala Naruto pelan.
"Gak ada korelasinya Nat," pungkas Naruto sambil memejamkan mata.
"Ck, kamu tuh gak pernah dengerin aku makanya gak paham." Hinata menyentil dahi Naruto gemas sedangkan pemuda itu malah mengkrucutkan bibirnya.
"Kasar," cibir Naruto sambil menatap Hinata kesal. Hinata terkekeh pelan lalu mengelus dahi Naruto yang tadi dia elus. Kadang Naruto itu memang sangat menggemaskan, entahlah Hinata sendiri bingung kenapa lelaki dewasa seperti Naruto bisa punya kepribadian yang beragam. Hinata curiga Naruto selama ini adalah pengidap alter ego.
"Aku naruh tanaman di sudut ruangan kamu itu biar kamu bisa cuci mata,"
"Cuci mata mah liat cewe Nat, masa liat taneman!!" Potong Naruto sambil bersungut-sungut.
Hinata berdecak lalu dengan gemas dia memencet hidung Naruto. "Lo tu cewek mulu pikirannya! Gak ada yang lain apa si!!!" Memang lelaki itu pikirannya tidak akan jauh-jauh dari wanita. Selalu ada alibi yang bisa menggiring opini mereka agar mengarah ke wanita. Dasar bebek sawah!
"Nat, sakit astaga!!!" Naruto meronta dia melepas paksa cubitan Hinata yang seperti penjepit jemuran itu. Bukan main memang, tangan selentik itu ketika mencubit bahkan manusia sebongsor Naruto sekalipun bisa mengaduh kesakitan.
"Habisnya lo ngeselin," Hinata tertawa saat melihat hidung Naruto memerah sedangkan Naruto menatap Hinata yang tengah tertawa bahagia. Lama dia mengamati guratan bahagia itu hingga ahirnya Hinata berhenti sedang sendirinya. Sungguh, tawa Hinata yang begitu lepas sanggup membuat hati Naruto berdebar-debar. Pemuda itu berdecih untuk mengalihkan perhatiannya sendiri.
"Ketawa aja sampe puas!!" Ujarnya dongkol.
Hinata menarik nafas dalam lalu menghembuskannya pelan, "Oke-oke gue gak ketawa lagi.." Hinata membentuk jarinya jadi huruf V sambil menunjukkan wajah tanpa dosanya.
Naruto meraih pinggang Hinata hingga gadis itu kini duduk di pangkuan Naruto. "Udah puas belum ketawanya?" Hinata bungkam seribu bahasa saat melihat mata Naruto menatapnya tajam.
"Udah," dengan susah payah Hinata mengangguk, pemuda itu mencengkram pinggang Hinata pelan sambil tersenyum miring.
"Sekarang giliran gue dong yang ketawa," ujarnya. Seketika tubuh Hinata merinding. Pemuda itu masih menatap Hinata dengan sorot tak terbaca, Hinata tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini tapi dia yakin tidak ada namanya damai dengan Naruto jika pemuda itu sudah terlanjur kesal.
"Nar kan cuma bercanda," rengek Hinata sambil berusaha melepaskan cengkraman Naruto di pinggulnya.
"Gapapa, gue juga cuma mau bercanda kok." Tangan besar Naruto meremas bokong sintal Hinata dengan lembut hingga membuat Hinata mulai gelisah.
"Bercandanya lo mah beda!!!" Hinata berusaha melepaskan diri tapi sial, Naruto tidak memberinya celah sama sekali.
"Naruto please, jangan..."
"Daddy," Naruto mengoreksi sambil berdiri menggendong gadis itu, jujur Hinata merinding bukan main saat merasakan sesuatu menojol dari balik celana kantor yang di pakai Naruto. Sesuatu yang besar dan keras, ah sial Hinata tidak sanggup membayangkan malam-malam panas yang pernah terjadi di antara mereka.
"Nar-"
"Panggil Daddy, atau hukumannya lebih lama?" Hinata menggeleng kontan saat mendengar itu. Sepuluh menit saja rasanya Hinata ingin menangis apa lagi lebih lama. Bisa mati berdiri dia di atas kasur.
"D-daddy," Hinata melirih pelan sambil membuang muka, jujur dia sangat malu mengatakannya.
"Kurang eksotis sayang," pemuda itu melempar tubuh Hinata ke atas kasur dengan kasar hingga sedikit terpental sementara dia dengan gerakan cepat melepas kemeja dan celananya.
Hinata menelan ludahnya kasar, hamparan roto sobek yang melenakan itu membuat tubuh Hinata panas dingin.
"Aku hitung sampai tiga kalau masih diam aku tambah 10 menit hukumannya," Hinata gelagapan. Dia mulai panik saat Naruto kini mengurung tubuhnya dengan posisi berbaring. "C'mon babe..." Naruto meniup telinga Hinata pelan.
Gadis itu memejamkan matanya karna takut, "Daddy, pelase..." Hinata berbicara lembut sambil memejamkan matanya rapat.
Naruto tersenyum miring lalu mengecup dagu Hinata lembut, "Oke hukumannya cuma lima menit aja."
"Lah kok masih ada hukuman?!" Spontan Hinata mendelik namun tatap Naruto membuatnya seketika ciut.
"Lima menit atau lima belas menit, kamu bebas milih." Ujar pemuda itu sambil menatap Hinata remeh.
Gadis itu ingin menjerit tapi bagaimana lagi dia sudah tidak mampu berkutik. "Lima menit, tapi jangan main curang!!!"
Naruto terkekeh pelan lalu menarik gadis itu hingga kini dia duduk di atas perutnya. "Gue bebasin kalau lo bisa ngelepas baju lo semua dalam waktu sepuluh detik."
"Cepet-" Hinata hendak protes namun Naruto dengan tidak pedulinya sudah mengangkat tangannya untuk berhitung.
"Satu,"
"Naruto,"
"Tiga,"
"Woy itu curang namanya!!!" Hinata protes tapi tak urung dia tetap melepaskan atasannya dengan terburu-buru.
"Lima,"
Naruto tertawa bangga saat melihat Hinata panik bukan main. "Tujuh," Naruto gemas sendiri saat melihat Hinata berusaha melepaskan bra yang dia pakai dengan susah payah, maka dengan rakus pemuda itu menarik tengkuk Hinata hingga dia bisa melahap buah dada itu ketika pengaitnya terlepas.
"NARUTO ANJ*NG, SABAR BANGS*!!!!*
To be continue.......
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Life | Namikaze Naruto✔
FanfictionKalau Tuhan ngasih kebebasan aku buat milih, di kehidupan selanjutnya pun aku tetep mau sama kamu, Naruto. a naruhina fanfiction story by MhaRahma18 cover by pinterest only for 18+ year old