Bab 2

645 113 19
                                    


"Shika sepertinya kau pantas menjadi dokter spesialis untuk menangani penyakit Naruto. Apa kau bersedia nak?" Tanya Hiasi kepada putra mendiang sahabatnya itu. Ya, Shikamaru baru selesai memeriksa keadaan Naru dan memberinya obat tidur. Sekarang Minato, Hiasi, dan Shikamaru sedang duduk di sofa ruang tengah seraya menikmati teh chamomile
dan beberapa kue kering yang disediakan Kushina di atas meja bundar di hadapan mereka.

"Saya tidak keberatan dengan itu, semua tergantung keputusan paman Minato. Apa paman mengijinkannya?" Tanya Shika sembari menoleh kearah Minato yang sedang menyesap teh herbalnya.

Meletakkan cangkir kembali di samping poci atas meja. Minato melirik shika dengan pandangan yang sulit diartikan, lalu menghela nafas sejenak.

"Shika menurutmu apa masih memungkinkan bagi Naruto untuk sembuh?" Tanyanya dengan nada keputusasaan.

Shikamaru terdiam sejenak, sebelum buka suara.

"Begini paman... Setelah pemeriksaan yang ku lakukan pada tubuh putramu dan melihat Rontgen yang tadi kau perlihatkan padaku, Sepertinya
Kemungkinan untuk terbebas dari penyakit itu sangat kecil. Tapi, bukan berarti tidak bisa sembuh. Jika sang kuasa berkehendak putramu pasti akan sembuh. Namun, yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah menyuruhnya meminum obatnya dengan teratur. Karena hanya obat-obatan itu harapan terakhir yang bisa saya canangkan." Jelasnya penuh detail. Mendengar hal itu, Minato merasakan dadanya yang sesak serasa di remas tangan tak kasat mata. Ternyata benar, hanya keajaiban sang kuasa lah, jalan satu-satunya agar putranya sembuh.

"Tapi Shika, bagaimana kalau Naruto melakukan operasi transplantasi tulang belakang?" Tanya Hiasi, dia masih berharap agar ada jalan lain untuk kesembuhan putra sahabatnya ini.

"Sebenarnya itu bisa dilakukan paman, tapi keadaannya sekarang sudah berbeda."

"Berbeda? Maksudnya?" Hiasi bingung akan respon sang dokter muda dihadapannya ini.

"Ya berbeda, lebih tepatnya sudah terlambat. Karena pott yang menggerogoti Naruto ini sudah sangat parah, bahkan bisa dipastikan dua atau tiga bulan lagi tulang belakangnya akan mengalami pembengkokkan.
Jika hal itu sudah terjadi, maka selanjutnya secara permanen Naruto akan mengalami lumpuh total."

Praaanggg

Bunyi piring pecah, mengejutkan ketiga pria yang duduk di ruang tengah tersebut.

Ketika menoleh ke arah dapur, tiga pasang netra berbeda warna itu dapat melihat Kushina yang berdiri tidak jauh dari mereka, dengan pecahan kaca dan Taiyaki yang berserakan di lantai. Wanita itu menangis sembari menutup mulutnya, awalnya dia berencana mengantarkan Taiyaki buatannya agar di nikmati oleh tiga pria tersebut.
Namun, langkahnya terhenti saat mendengar penjelasan Shikamaru mengenai hal buruk yang akan terjadi pada sang putra. Spontan saja tangannya yang memegang sepiring Taiyaki itu gemetar, berakhir dengan Taiyaki yang berserakan di lantai. Melihat sang istri yang menangis mematung diantara pecahan kaca, Minato pun beranjak menghampirinya.

"Kushina, jangan berdiri disini sayang!...nanti kau terluka." Ucapnya seraya menarik tangan istrinya agar menjauh dari pecahan kaca tersebut.

"Minato, aku hiks...tahu bahwa pada akhirnya hiks... putra kita akan hiks...lumpuh. Memang sulit untuk menerima hiks... fakta jahat tersebut, tapi hiks.. mau tidak mau aku harus hiks...menerimanya. Tapi aku belum hiks...sanggup jika hal itu terjadi hiks...dalam waktu dekat ini." Isak tangis nya sembari memeluk sang suami.

"Kushina tenangkan dirimu, kita harus tegar menerima kenyataan pahit ini demi Naru sayang. Aku juga tidak sanggup jika putra kita
akan lumpuh, tapi jika kita lemah, lalu siapa yang akan menjadi penguat Naru untuk melalui semua itu hum? Setidaknya kita harus kuat demi putra kita, kau mau kan?" Kata-kata bijak Minato sepertinya bisa menenangkan sang istri, terbukti dengan anggukan pelan yang ia rasakan didalam dekapannya.

Pseudo Happiness [On-going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang