Bab 7

408 68 77
                                    


Setelah lima belas menit menelusuri jalanan Tokyo. Akhirnya mobil convertible Lilac itu berhenti
juga pada tempat yang ditujunya. Sepasang sejoli itu sekarang sedang berada di sebuah restoran yang cukup populer di Tokyo. Ya, sebut saja namanya Mominoki House. Hinata sangat menyukai menu peterseli, karena itu dia mengajak Naru untuk makan di restoran yang terkenal akan masakan vegetarian nya itu. Mominoki House adalah sebuah restoran nyaman yang terdapat di distrik Shibuya. Restoran ini sangat berdedikasi untuk menciptakan makanan lezat menggunakan bahan makanan yang tumbuh secara alami. Pada menu Mominoki House, tersedia makanan favorit yang sehat dan lezat seperti steak tahu, nasi merah, dan segala jenis sayuran dapat dinikmati di restoran tersebut. Selain menyediakan menu vegetarian, restoran ini juga menyediakan beberapa jenis daging, seperti ayam dan ikan bakar. Menu favorit Tokyo, seperti sup miso dan teh bancha, juga tersedia di restoran ini. Sebab terkenal akan kelezatan menu vegetarian nya, karena itulah restoran ini menjadi surga bagi peminat menu vegetarian.

Sepasang sejoli itu sedang duduk saling berhadapan disebuah meja yang letaknya berada disudut ruangan. Mereka terpaksa duduk di sana lantaran hanya meja itu saja yang masih kosong. Dari tadi belum ada diantara mereka yang membuka obrolan ringan. Mereka berdua sibuk dengan urusan masing-masing. Seperti halnya Saat ini, Hinata fokus menikmati makanannya. Sedangkan Naru sibuk sendiri dengan ponsel pintar nya dengan sesekali tersenyum kecil. Hinata yang mulai bosan akan keheningan ini akhirnya buka suara, dia juga penasaran kenapa pria pirang dihadapannya ini mesem-mesem sendiri.

"Naru.." panggilnya pelan.

Merasa namanya dipanggil, Naru mengalihkan pandangannya dari ponsel dan menatap Hinata.

"Iya, ada apa? Apa kau sudah selesai? Atau kau mau pesan makanan pencuci mulut?" Tanyanya santai sembari menatap Hinata teduh.

Gadis itu menggeleng pelan, lalu kembali melanjutkan kegiatan makannya. Hal itu tentu saja membuat Naru bingung, pasalnya tadi Hinata memanggilnya. Lalu saat ditanya, kenapa gadis itu hanya diam dan malah terlihat murung.

"Hei.. kau kenapa Hinata? Tadi kau memanggilku. Lalu sekarang kok malah diam? Katakan ada apa?" Tangan kanannya terulur menyentuh dagu lancip Hinata, sehingga membuat gadis itu mendongak, lalu menatap nya dengan raut yang kentara sedih.

"Katakan ada apa? Jangan membuatku cemas." Pintanya lembut seraya menjauhkan tangannya dari wajah Hinata.

"A-apa yang kulakukan ini salah? Sepertinya aku mengambil posisi orang yang penting bagimu." Entah kenapa perkataan gadis itu terdengar ngelantur dan hal itu membuat Naru mengernyitkan alisnya, lantaran tidak paham maksud perkataan dari gadis dihadapannya ini.

"Hinata.. apa yang kau maksud hum? Aku tidak paham. Katakan dengan jelas ya, agar aku mengerti."

Hinata menunduk sekilas dan meminum juice melon nya, lalu kembali menatap pemuda pirang dihadapannya itu.

"Seharusnya yang berada di posisi ku ini kekasih mu, bu..." Ucapan Hinata terhenti lantaran Naru yang menempelkan telunjuknya ke bibir mungil Hinata.

"Ck, jangan mengatakan hal yang aneh-aneh Hinata. Kau kan tahu sendiri kalau aku pendatang baru di negara Jepang ini, lalu bagaimana bisa aku memiliki seorang kekasih disini. Sedang aku selalu berada di rumah, bahkan ini pertama kalinya aku keluar rumah, sejak menginjakkan kaki di negeri sakura ini. Dan kenapa juga kau merasa kalau aku memiliki kekasih? Apa kau memiliki argumen yang kuat akan asumsi mu itu?" Naru kesal akan pandangan Hinata mengenai status nya. Bagaimana bisa Hinata berasumsi kalau dia memiliki seorang kekasih, sedang dirinya selalu menutup diri dari dunia luar. Apalagi Naru cukup sadar diri akan kondisinya, sehingga dia merasa pesimis jika ada seorang gadis yang mencintai nya setelah tahu mengenai kondisi kesehatannya. Dia yakin gadis itu akan pergi, lalu mencari gandengan lain.

Pseudo Happiness [On-going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang