Sepulang dari acara pemakaman wooyoung, san mengistirahatkan dirinya di kamarnya yang sunyi. Tubuhnya yang lemah ia dudukan diranjang.
Matanya menatap kosong ke semua sudut kamar, bahkan bayang bayang wooyoung masih bisa tertangkap oleh indera penglihatannya. Mengingat dulu wooyoung pernah singgah dikamar ini.
Mata sayu itu perlahan melirik kertas di genggamannya. Rasanya sangat berat untuk sekedar membaca. Bahkan baru membayangkan isinya saja sudah membuat dadanya sesak.
Meski demikian, san tetap memberanikan dirinya untuk membuka surat itu. Biarlah ia menangis sejadi jadinya hari ini, untuk hari hari berikutnya ia akan tegar agar wooyoung tak mengoloknya cengeng di atas sana.
Perlahan san membuka surat itu, terlihat deretan kalimat yang tertulis rapi dengan tinta hitam pekat.
.
.
."Untuk Choi San
Hi San.
Surat ini aku buat untuk mengucapkan selamat tinggal padamu.
Maaf jika kamu membacanya setelah aku pergi.
Entah atas kemauan Tuhan atau atas kemauan lancangku.Sudah tiga tahun kita berteman.
Aku masih mengingat jelas saat pertemuan pertama kita.
Di hari itu, kamu menyelamatkan hidupku.
Jika kamu tidak menemuiku saat itu, mungkin aku sudah pergi saat itu juga.Mengenalmu dan berteman denganmu adalah suatu anugrah untukku.
Kamu orang yang baik, kamu selalu menghiburku, kamu orang yang penuh semangat, dan terkadang aku sangat ingin menjadi sepertimu.Maafkan aku karena sudah menyimpan rasa untukmu selama ini.
Aku tau aku tidak pantas mengatakan ini, namun aku benar benar mencintaimu Choi San.Aku takut pertemanan kita akan berakhir jika aku mengatakan langsung kepadamu.
Mana ada orang yang sudi dicintai oleh seseorang sepertiku. Bukankah begitu?Saat melihatmu bersama orang lain hatiku terasa sakit.
Entahlah, aku belum siap melihatmu bersama orang lain saat itu. Atau memang aku tidak akan pernah siap. Maaf jika aku terlalu egois.Oiya, aku juga ingin memberitaumu satu hal yang belum pernah aku katakan padamu.
Selama ini aku telah mengidap penyakit kanker darah. Maaf tidak memberitaumu sejak dulu.
Aku sudah berusaha keras untuk melawannya, bahkan aku sudah menyusahkan orang lain karna hal itu.
Namun sekarang aku tidak sekuat sebelumnya.
Kenangan buruk masa lalu, trauma, rasa sakit yang selalu menemani kian hari semakin menyiksaku.Karena itu aku pergi.
Terima kasih sudah pernah menjadi warna dalam kehidupanku yang abu abu.
Terima kasih sudah mengisi beberapa bagian dalam ceritaku.Ceritaku akan berakhir sampai di sini.
Namun ceritamu masih tetap akan berlanjut.
Di chapter berikutnya, tak akan ada aku lagi dalam ceritamu.Hiduplah dengan penuh kebahagiaan.
Hiduplah dengan pilihan yang tepat.
Gapailah apa yang kamu harapkan seperti yang pernah kamu katakan dulu.
Aku akan senang melihatmu nantinya.Aku mohon padamu untuk tidak menangisi kepergianku.
Aku akan merasa sangat bersalah untuk itu.Doakan saja semoga surga berbaik hati untuk menerimaku.
Aku akan menjadi matahari terbenam favoritmu.
Aku akan menjadi mimpi indah dalam tidurmu.
Aku akan menjadi sesuatu yang mungkin bisa kamu rindu.Terima kasih, maaf, dan aku mencintaimu.
Mari bertemu kembali dalam kehidupan selanjutnya.
Jung Wooyoung"
.
.
.San mencengkram dadanya kuat. Air matanya lagi lagi keluar membasahi. Kalimat demi kalimat terasa seperti jarum yang menusuk dadanya.
Banyak hal yang san tidak tau tentang wooyoung, entah itu tentang masa lalunya, traumanya, rasa sakit yang wooyoung rasakan.
Yang ia tau wooyoung adalah anak yang ceria, padahal seribu luka tersimpan rapat dalam dirinya.Mengetahui fakta bahwa wooyoung menyukai san sejak lama membuat san merasa semakin bersalah dan menyesal.
Menyesal tidak mengungkapkannya sejak lama. Merasa bersalah karna nyatanya san tidak mengenal wooyoung seutuhnya.
Menangis dan menjerit pun tak akan membuat wooyoung kembali.
Yang harus san lakukan selanjutnya adalah belajar bagaimana cara mengikhlaskan.
"Aku juga mencintaimu, Jung Wooyoung"
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
03.00am •woosan
Dla nastolatków"bahkan ketika kamu pergi semuanya tetap akan baik baik saja" •dom,san || sub,woo.