Aku sampai didepan rumah, melihat heran kearah lelaki yang duduk diatas motor dari jendela mobil.
"Thea turun duluan ya mang" dibalas anggukan oleh mang Iwan.
Aku menghampirinya yang masih saja melihat ke arah lahan kosong sebelah rumahku.
"ngapain?"
"btw, luka lo.." kataku melihat sedikit luka di sudut bibirnya.
Lelaki itu "lagi mikir, ntar juga sembuh gini doang."
Aku menyeryitkan alis mendengar perkataannya, "bisa?" tanyaku sambil menggelengkan kepala.
Ell yang mengerti maksud pertanyaanku memanyunkan bibirnya, "untung Thea."
"aku lagi mikir, pengen beli lahan samping rumah kamu."
"hah? Harus banget yang itu?" tanyaku tak bisa kubayangkan tetanggaku adalah Ell.
"iya, nanti buat kamarnya yang hadapan sama kamar kamu" katanya menunjuk kearah letak kamarku.
"kalau kangen tinggal manggil, kalau ga ada respon tinggal jalan ke pintu depan, indahnya hidup bertetangga" kata Ell sambil tersenyum.
Aku menatapnya aneh, "gausah halu."
"liat aja nanti" kata Ell lalu tertawa menancapkan gas nya pergi dari hadapanku.
Aku bergidik ngeri mendengarnya, "jangan sampe ya Allah" lalu masuk ke rumah.
...
Malam itu keempat pria bersantai menikmati suasana malam, berhubung sudah lama tak berkumpul seperti ini, di cafe tua yang menjadi langganan mereka, namun kali ini sudah berempat mengingat kehadiran Juna.
"jadi lo kenapa bisa ribut sama Bagas, kaya gada lawan lain aja" kata Arsen.
"ga pernah gua liat Bagas pake kekerasan" tambah Putra.
Ell tertawa simpul, "biasa, kalap kali" ia mulai menghisap rokok pada sela jarinya, membuat gempulan asap.
"ga biasanya anjir."
"Bagas siapa?" tanya Juna.
"yaelah Jun, udah mau sebulan belum kenal juga, mantan ketos sebelum si Putra ni" jelas Arsen yang dibalas anggukan Juna.
"kalau ga urgent, ga mungkin lu mukul orang, tapi si Bagas ga pernah bikin orang lain main fisik" Putra lagi-lagi memikirkan teori yang masuk akal.
"udahlah ngapain lu pada pikirin, kaga penting."
Arsen mengangguk setuju, lalu mulai mencicipi satu persatu minuman di meja itu,
Putra yang melihat kelakuan Arsen tak segan menjitak jidatnya, "sedekah air liur lu?"
"icip."
"kaki lu icip, ya tuhan dosa apa ya gua jadi temen lu" Putra merutuki nasibnya.
"sayang Tra kalau pesan lagi gak habis, yakan?" tanya Arsen ke Juna dan Ell.
Juna mengangguk tersenyum tipis memberikan minumannya ke Arsen seakan menyuruh Arsen menghabiskan minumannya.
Ell membuka ponselnya, melihat kontak yang tertera pada layar ponsel, pikirannya kembali pada perkataan Bagas siang tadi, bukan karena masalah orang tuanya.
Ell tidak ingin munafik, ia terkadang juga merasa terlalu kelam untuk Thea yang punya segalanya.
"sial jadi kepikiran gua."
Fokus mereka beralih ke Ell mendengar monolog Ell tiba-tiba, Arsen melirik ke ponsel Ell sambil tersenyum.
"langsung aja kali" Arsen langsung merebut ponsel Ell menekan video call pada kontak Thea.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Teruntuk, Ell Bares
Ficção Adolescente❝Teruntuk lelaki penuh pesona, Menyihir setiap orang yang menatapnya.❞