31. Adil bukan untuk dunia

85 17 8
                                    

"Segala sesuatu yang terlalu di paksa, sering kali berakhir sia-sia."

...

Lyana duduk melihat laptopku terbuka, dengan berbagai jurnal mengenai ilmu hukum yang sempat aku baca sebelum keluar dari kamar.

Lyana membuka satu persatu lembar buku yang terbuka dan beberapa catatan kecilku.

Aku memasuki kamar melihat Lyana duduk di meja belajarku.

"mama kapan masuk?" tanyaku.

"kamu belajar weekend cuma untuk masuk jurusan hukum?" tanya Lyana.

"ma masuk ke jurusan itu bukan cuma" kataku tak percaya dengan pertanyaan Lyana.

"buku kedokteran yang selama ini mama kasih kurang bagus?"

"ma, bolehkan Thea milih jurusan yang Thea mau?"

Lyana menghela napas menatapku, "Thea, mama cuma mau yang terbaik buat kamu."

"ma pliss.."

"Thea ma yang ga mau, Thea yang bakal jalaninnya seumur hidup, Thea yang bakal terpaksa ma seumur hidup."

Aku selalu saja menghindari pembahasan ini, walaupun hal ini sudah di depan mata dan tak bisa ku elak.

"buktiin ke mama, kalau menikah dengan papa kamu gak bikin anak mama ga jadi dokter Thea."

Aku membulatkan mata mendengar perkataan mama, "maa, papa kurang apa?"

"mama ga perlu punya anak seorang dokter kalau mau mereka sukses, di dunia ini bukan cuma dokter kan ma yang sukses? kenapa sih ma harus dokter?"

"kamu tau Thea jawabannya, keluarga kita udah tanamin itu dari lama." Lyana keluar dari kamarku lalu menutup pintunya.

Aku memijat sedikit kepalaku yang terasa pusing, mempelajari segala sesuatu dari awal agar masuk jurusan keinginanku tidaklah mudah.

Seorang perempuan terlihat dari balik pintu kamarku, "bang Zaren dibawah." ia kembali menutup pintu kamarku.

Aku sampai lupa soal Zaren, ponsel ku sudah ku silent sejak memulai belajar tadi.

Aku sempat memarahi Zaren lewat telefon karena penolakannya pada Jovita, aku tak masalah dengan keputusan Zaren karena dari awal aku sudah mewanti Jovita.

Tapi penolakan Zaren benar-benar kasar menurutku, walau hanya kata.

Aku turun menemuinya.

"masuk."

"gue lagi belajar dan lu tau itu."

Zaren melihatku, "lu mau tau kan alasan gue nolak Jovita? Masuk" titah Zaren.

Aku masuk kedalam mobilnya, hening selama perjalanan yang aku sendiri tidak tau kemana tujuannya.

"kemana sih?"

"ikut aja, gausah bawel."

Aku diam saja tak ingin memulai pertengkaran.

Kulihat suasana sekitar pusara tempat akhirnya Zaren berhenti, Zaren keluar dari mobil lalu aku mengikutinya.

"kita lagi ga mau ngunjungin siapa-siapa Ren."

"kita bukan mau berkunjung, kita mau menjawab pertanyaan lu."

Aku ikut berhenti saat kaki Zaren terhenti pada salah satu kuburan, aku melihat batu nisan nya.

"Syahla, lahir 2001, wafat 2016."

[✓] Teruntuk, Ell BaresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang