Ed masih dengan memasang wajah tidak bersemangat duduk bersama para sepupunya yang sangat menyebalkan saat ini, jika biasa club adalah tempat kesukaannya sepertinya tidak untuk malam ini karena nyatanya dia sangat ingin pulang dan ehm... jika bisa melihat wajah Arinda.Tiba-tiba seorang wanita datang dan bergabung bersama meraka. "Ed," panggil wanita itu yang tak lain adalah Samantha.
"Dari mana tahu aku ada disini ?"
"Aku menelpon Ali. Kau tidak menjawab panggilan ku sedari kemarin, kau juga tidak datang ke kantor."
"Pekerjaan ku tidak hanya ada disana Sam," ujar Ed lalu menyuruh Samantha untuk duduk. Samantha sempat memberikan senyumannya untuk menghormati dua orang yang memiliki nama besar di sebelah Ed.
"Ed please aku tidak ingin di pindahkan ke New York, kau tahu aku sangat suka disini."
"Aku tidak tahu kau suka disini ! Lagi pula keluarga mu di New York, dan aku juga menaikkan jabatan mu disana." Samantha kesal dia akan membicarakan ini besok saja pikirnya karena saat ini sedang ada dua orang lagi yang dia takut akan terganggu dengan obrolannya.
"Baiklah aku akan pulang, besok pagi aku ke apartment mu."
"Hei Sam tunggu biar aku antar," ujar Ed lalu dia berpamitan dengan dua orang yang mengumpat karena Ed langsung pergi dari sana.
"Kau mau mengantar ku Ed ?" Samantha menatap Ed dengan bahagia.
Ed mengangguk dan kebetulan Samantha kesana menggunakan taksi jadi tawaran Ed benar-benar sempurna untuknya.Di dalam mobil Ed sempat bercerita jika minggu depan dia akan pergi ke luar negri dan akan kembali sebelum acara penting untuk stasiun tv diadakan.
"Kau tidak ingin mampir," tanya Samantha yang sudah turun tepat di depan loby apartemennya.
"Aku ada urusan penting saat ini, bye Sam." Samantha melambaikan tangannya meski sedikit kecewa tapi bisa diantar oleh Ed secara langsung merupakan keajaiban untuknya.
***
Arinda dan Anton baru saja keluar dari bioskop mereka akan langsung ke parkiran namun langkah kaki keduanya terhenti ketika ponsel Arinda berbunyi.
"Halo," jawab Arinda sedikit bingung ketika melihat nama si penelpon.
["Arinda saya mau kamu."]
Arinda menatap ponselnya dengan alis bertaut, fix bahasa Indonesia bos-nya harus diperbaiki dengan mencari guru les.
Terdengar helaan napas dari Ed ketika Arinda mendengarkan lagi apa yang akan Ed katakan.
["Saya lapar dan saya ingin kamu memasak. Saya akan jemput kamu sekarang !"]"Loh ! Ini sudah malam sekali bos, gimana kalau bos pesan online saja."
["Kamu yang jadi koki pribadi saya, bukan penjual online. Kamu harus siap kalau saya butuh kamu, karena itu saya memberikan kamu gaji dan bonus yang besar."]
"Baru juga di bilang baik ! Dasar bos labil." Batin Arinda.
["Tidak perlu ganti pakaian, saya suka kamu apa adanya."]
Ingin rasanya Arinda menyumpal mulut besar Ed saat ini. Dengan perasaan gemas dia menjawab Ed tanpa memperdulikan Anton yang saat ini tengah menatapnya.
"Saya sedang di luar bos, akan saya kirim lokasi ke nomor bos." Hanya itu yang bisa Arinda katakan lalu dia menatap Anton dengan tidak enak hati.
"Ada apa Rin ?"
Arinda lalu menjelaskan apa yang terjadi dan Arinda meminta Anton mengantarkannya ke depan mall saja. Tempat biasa pengunjung menunggu taksi. Anton setuju meski dia merasa sedikit aneh dengan permintaan bos Arinda.
"Kalau ada apa-apa telpon aku ya, nanti kalau kamu mau pulang biar aku jemput." Anton sempat melihat Arinda naik ke mobil lalu dia tersenyum seorang diri di dalam mobilnya.
Dia akhirnya mendapatkan pujaan hatinya, sekarang hanya tinggal mencari waktu untuk mengenalkan Arinda ke kedua orang tuanya, karena Anton benar-benar ingin serius dengan Arinda.
****
Ed mengemudikan mobilnya ke arah apartemen dan terlihat sekali jika Ed sedang buru-buru sehingga Arinda sedikit kesulitan menyamai langkah Ed.
"Ini abang bos beneran lapar ya ?" tanya Arinda di dalam hati.
Begitu membuka pintu Arinda yang berada di belakang Ed juga ikut masuk dan tubuhnya seolah melayang ketika Ed menarik lengannya kuat hingga dia ingin jatuh namun Ed menahannya. Arinda tidak bisa berkonsentrasi dengan posisi wajah Ed tepat berada di hadapannya, dan tatapan mata tajam itu seolah menghipnotis Arinda dalam sekejap.
Lengan Ed melingkar di pinggang Arinda, tubuh mereka sudah tidak ada lagi jarak. Saat ini Ed ingin sekali mengecup bibir Arinda yang sepertinya kelu karena jarak yang Ed ciptakan, tapi Ed hanya bisa tersenyum kepada Arinda lalu melepaskan tangannya dari pinggang ramping Arinda.
"Maaf membuat kamu terkejut, tadi ada orang yang membawa tangga jadi saya takut mereka mengenai kepala kamu." Alibi Ed padahal dia sengaja melakukan itu agar ada alasan membuat Arinda terpesona.
Arinda yang masih terkejut akibat kejadian tadi hanya mengangguk saja lalu dia berjalan ke dapur.
Ed meletakkan kunci mobilnya di atas meja dapur lalu menopang dagunya serius menatap Arinda yang jadi salah tingkah karena Ed terus menatapnya.Arinda hanya bisa memasak ayam yang dia rebus dengan banyak geprekan bawang putih, ditambah lada hitam dan bumbu lainnya dan agar Ed lebih kenyang Arinda juga menambahkan kentang di rebusan itu.
Dalam sepuluh menit Arinda sudah selesai memasak lalu menghidangkan ke hadapan Ed. "Nasinya saya ganti kentang bos," ujar Arinda lalu dia segera ingin pergi namun tangannya di tarik Ed.
"Saya tidak suka makan sendiri, jadi temani saya ya." Arinda kemudian menuruti keinginan Ed.
Ed menyodorkan sendok makannya ke arah Arinda. "Biasakan sebelum memberikan ke saya kamu harus mencobanya terlebih dahulu." Arinda yang berpikir jika masakannya tidak enak, dia pun membuka mulut dan menerima suapan dari Ed.
Arinda merasakannya sendiri dan tidak ada yang aneh.
"Ini enak kok bos !" serunya masih sambil mengunyah."Saya tidak bilang masakan kamu tidak enak. Saya malah suka ini." Ed tertawa kecil melihat raut wajah Arinda yang sudah mengerti jika dia dikerjai oleh Ed.
"Bos," panggil Arinda ketika mereka berdua hening beberapa saat.
"Ya."
"Bos yakin bawa saya ke luar negri ?"
"Tentu saja ! Saya akan mengajarkan banyak hal kepada kamu." Ed dengan gemas menarik hidung Arinda.

Bersambung...🖐 hai... Jangan lupa tinggalkan jejak ya...
Love u dear... 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Abang Bos
RomanceMenangis seorang diri karena pengangguran sudah sering dia lakukan namun dia tidak menyerah, darah Batak dalam dirinya membuat ia pantang menyerah dengan kehidupan keras dan mahal di Jakarta. Dari masakan jatuh ke hati begitulah nasib Arinda beruba...