24 :: Galau ::

627 102 3
                                    

Galau, ingin marah tidak bisa mau tidak marah juga tidak bisa. ingin memaksa Ed bukanlah seorang Tuhan yang bisa memaksa Arinda menyukainya, ingin diam saja rasanya dia benar-benar ingin membuka mata Arinda lebar-lebar. Dia juga sudah termakan omongannya sendiri sepertinya, dulu dia tidak benar-benar menginginkan Arinda selain bisa bermalam dengan wanita itu, tapi kini dia benar-benar ingin mengikat wanita itu selamanya.

"Arinda kau yakin ?" Hanya kalimat ini yang bisa Ed ucapkan pada akhirnya setelah membaca isi surat yang saat ini berada di tangan Ed. Kenapa setelah pulang liburan bukannya Arinda makin ingin dekat dengannya malah wanita ini ingin berhenti bekerja. Tidak masalah berhenti bekerja, tapi statusnya jadi kekasih Ed saja. Ed tidak keberatan sama sekali untuk memberikan uang bulanan kepada Arinda meski mereka belum menikah.

"Iya abang bos saya yakin." Arinda tersenyum manis yang membuat Ed menjadi frustasi.

"Arinda tidak masalah jika kau ingin berhenti, tapi jadilah kekasihku." Mata Arinda terbuka lebar, dia melihat Ed seperti layaknya hantu saat ini.

"Abang bos, maaf anda__,"

"Jadilah kekasih ku, kau tidak perlu bekerja apapun dan aku tetap akan memberikan uang yang kau inginkan."

"Abang bos tap-i sa__,"

"Kita akan menikah jika kau ingin."

"ABANG BOS DENGAR DULU," teriak Arinda kesal, menghadapi Ed kepalanya terasa mengeluarkan asap saat ini.

Ed terdiam menutup mulutnya rapat-rapat, tatapan Arinda kepadanya benar-benar mengunci nyali Ed yang luar biasa itu. "Saya tidak menyukai anda, saya sudah memiliki orang lain dan saya tidak suka bermain-main dengan anda. Itu hanya akan menghabiskan waktu saya dengan percuma," kata Arinda bahkan dia menggunakan kata saya  dengan penuh penekanan karena tidak lagi nyaman dengan Ed.

Ed yang awalnya memegang lengan Arinda kini dengan berat hati melepasnya, penjelasan Arinda begitu jelas untuknya. Meski dia tergila-gila dan ingin memiliki Arinda tapi dia masih memiliki harga diri. Cukup sudah dia meminta Arinda, cukup sudah apa yang lakukan, wanita masih banyak diluar sana yang mengantri untuk menjadi kekasihnya. Mungkin, salah satu dari mereka ada yang membuat Ed tertarik.

"Saya tidak pernah meminta seorang wanita sebelumnya, tapi jika kau sudah memutuskan maka baiklah. Aku berharap pilihan mu sudah tepat." Ed pergi dari hadapan Arinda, sarapan yang Arinda buat ia tinggalkan begitu saja. Masih menggunakan kaos putih polos dan celana boxer selutut Ed pergi dari pintu apartment-nya entah kemana.

Arinda menghembuskan napas, berbicara dengan Ed selalu saja menguras tenaganya. Arinda yakin pilihannya untuk berhenti bekerja sudah benar, dia tidak ingin Ed terus-terusan menyentuhnya dengan sembarangan apalagi menciumnya. Arinda melihat piring yang sudah dia letakkan di hadapan Ed tadi, hatinya sakit karena Ed tidak menyentuh sedikit saja hasil jerih payahnya itu.

"Apa tadi kata pria itu ? menikah ! yang benar saja, mungkin belum satu tahun Ed sudah menceraikannya karena ingin mencari wanita lain."

Arinda berbicara dalam hati teringat dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang membersihkan apartment Ed dan juga melihat fakta adanya jaket seorang wanita di lantai saat ini. Ed sungguh menyebalkan sebagai Pria.

****

Ed pulang malam hari, dia menghidupkan lampu ruangan dan langsung disambut dengan kekosongan. Arinda benar-benar sudah pergi, dan wanita itu tidak akan lagi kembali ke apartmentnya ini. Ed berjalan ke arah dapur, tempat dimana biasa Arinda menghabiskan waktu ketika di apartmentnya.

Di meja makan ada banyak makanan dan sebuah note kecil dapat Ed lihat disana.

Kalau marah cukup dengan saya saja, makanannya jangan dibuang. Mereka tidak salah apa-apa, terima kasih atas semuanya abang bos.

Ed tiba-tiba saja kesulitan bernapas, ponselnya bergetar dan dia melihat pesan dari Ali. Ketika dia membuka pesan itu dia dapat melihat sebuah foto, dia bisa melihat Arinda dan seorang laki-laki sedang duduk di sebuah cafe.

"Shit !" umpat Ed lalu menggebrak meja makan itu. Dia memang menyuruh Ali untuk menyewa orang agar mengikuti Arinda kemanapun wanita itu pergi dan memberikan laporan kepadanya. Meski berkata tidak ingin memaksa Arinda tapi kenyataanya dia tidak bisa melepaskan wanita itu begitu saja.

Sementara di tempat lain, Arinda sedang di dalam mobil bersama Anton menuju kost mereka. Ini adalah kencan kedua mereka dan Arinda benar-benar bahagia, Anton mengatakan jika besok dia akan membawa surat lamaran Arinda untuk dia berikan ke temannya. Sementara Arinda sudah berpikir untuk berjualan saja dengan modal yang dia dapatkan dari bekerja dengan Ed.

"Arinda kalau saya kenalkan kamu ke orang tua saya apa kamu mau ?" tanya Anton.

Arinda yang terkejut mendengar itu hanya bisa terdiam sejenak sebelum menjawab "Apa bang Anton yakin mau kenalin saya ? bang Anton tidak malu ?"

"Kenapa harus malu, kalau kamu tidak keberatan saya akan memberitahukan kepada Mama dan Papa saya." Arinda hanya mengangguk saja.

Sebelum sampai ke kost Anton juga mengatakan jika besok dia akan mengajak Arinda jalan-jalan, Arinda setuju saja karena memang dia belum memiliki kegiatan. Hingga akhirnya mobil Anton sampai di depan kost, Anton tidak turun karena dia akan kembali ke rumah orang tuanya. Arinda yang kesulitan membuka seatbelt akhirnya di bantu Anton melepaskannya.

Jarak yang cukup dekat antara Anton dan Arinda membuat mereka saling tatap satu sama lain, pandangan itu terkunci namun anehnya bukan mata Anton yang ada di benak Arinda saat ini melainkan Ed. Wajah bahkan senyuman tipis pria itu saat mereka berdekatan seperti ini.

Keduanya terkejut ketika kaca mobil Anton di ketuk dari luar, Anton bergerak menjuah dari Arinda dan dia menurunkan kaca mobil yang di dekat Arinda duduk. Saat kaca mulai turun wajah Pria yang tidak asing lagi bagi Arinda muncul dengan wajah kaku dan matanya sungguh mengerikan.

"Abang bos," kata Arinda masih tidak mengerti kenapa Ed ada disana. Ed tidak menjawab, dan masih tetap diam membuat Arinda segera turun dari dalam mobil. Karena Anton masih mengawasi mereka Ed tidak berbicara sama sekali sehingga Arinda mengerti maksudnya tapi bagaimana bisa dia mengusir kekasihnya, Ed saja yang harusnya pergi.

"Abang bos kenapa kesini ?" tanya Arinda pada akhirnya, mengerti jika Pria busuk di dalam mobil itu tidak akan pergi maka Ed terpaksa membuka suara.

"Saya sudah tunggu kamu sedari tadi, ternyata kamu pacaran diluar sana !"

"Dasar bos iblis, apa urusannya sama lo. Mending gue pacaran  di cafe daripada lo ngamar mulu kerjaannya." Gerutu Arinda di dalam hati.

"Mana saya tahu abang bos kesini, memangnya ada apa ?" tanya Arinda lagi dan Ed mengambil lengan Arinda memberikan sesuatu yang Arinda tahu apa itu. Kain yang sedang Arinda pegang saat ini adalah celemek yang dulu Ed belikan untuknya.

"Kamu melupakan ini." Arinda mengucapkan terima kasih dengan pelan lalu dia menatap Ed berpikir mantan bos-nya itu akan pergi tapi ternyata Arinda membulatkan matanya ketika Ed sudah menciumnya dengan tiba-tiba dan ciuman itu sungguh lembut juga manis.

Ed berbisik setelah mencium Arinda "Aku bisa pastikan pria itu tidak bisa mencium mu seperti ini Arin-da."

Anton? bukankah Pria itu masih belum pergi ? hanya itu yang langsung terlintas di pikiran Arinda.

Bersambung...

Di tunggu vote dan juga komentarnya ya...
❤️❤️❤️

Abang BosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang