Arinda sedang menyiapkan sarapan untuk keluarga dan juga Ed, dia masih terbayang dengan apa yang semalam dia dan juga Ed lakukan. Untung saja tidak ada yang melihat, jika sampai ada yang melihat habis lah mereka. Bisa-bisa mereka di nikahkan secara paksa, pikir Arinda di dalam hati.
Arinda sadar hatinya tidak lagi berontak saat ini, bahkan melihat wajah Ed dari jauh saja dia mulai merona. Ed sudah dengan lihai mengambil hatinya, mungkinkah dia bisa merangkai kisah bahagia bersama Ed. Mungkinkah cinta Ed begitu kuat untuknya ? sama dengan apa yang pria itu katakan. Dia tidak pandai menerka soal pria apa lagi berurusan dengan kisah asmara, pengalamannya masih jauh jika di bandingkan dengan sahabatnya yang lain.
Andai ada Reina atau Yinela dia bisa meminta pendapat, tidak mungkin ke Nindy. Dia masih ingat bagaimana tingkah rusuhnya membuat Pak Bos Raka meminta maaf kepada si gendis kesayangannya itu sebelum dia kembali ke Medan.
Arinda membawakan sarapan itu ke teras rumahnya lalu dia bersiap-siap untuk pergi bersama Ed. Hari ini Ed ingin di temani mengunjungi satu tempat dan karena keluarganya ada undangan sehingga mereka tidak jadi untuk ikut bersama. Hanya Arinda saja yang menemani Ed dan tentunya juga bersama Ali.
Ada sedikit perubahan di rencana Ed, setelah dari bukit bernama Pahoda yang saat ini mereka kunjungi dia dan Ali akan langsung kembali ke Jakarta di karenakan hal yang sangat mendesak yang harus dia kerjakan. Ed datang memang tanpa persiapan apapun maka dia harus segera kembali dan membereskan semua urusan pekerjaannya yang jadi berantakan.
Dari bukit Pahoda itu Ed dan Arinda duduk berdua di sebuah kursi kayu, memandang danau toba yang luas beserta bukit-bukit yang mengelilinginya. Arinda tersenyum ketika Ed merentangkan tangannya sambil tersenyum lebar. Lalu kemudian Ed menatap Arinda di sebelahnya "Kamu akan kembali ke Jakarta bukan ?" tanya Ed dan Arinda mengangguk."Setelah semuanya membaik saya akan kembali ke Jakarta tentu saja, jika tidak bekerja mau makan apa." Arinda dan Ed tertawa bersama, Ed menyentuh wajah Arinda.
"Saya bisa membiayai kamu dan keluarga kamu Arinda."
"Stop abang bos jangan mulai lagi, saya masih sehat dan belum jadi jompo." Ed tiba-tiba mencium bibir Arinda ketika wanita itu tertawa, dia melebarkan mata kemudian Ed melepaskannya, pria itu tersenyum sebentar dan mencium Arinda lagi. Ed menahan leher dan punggung tubuh Arinda agar semakin dekat dengannya, Ed masih menunggu hingga Arinda mau membalas sedikit saja ciuman itu dan dia menyeringai ketika berhasil mencapai tujuannya.
"I love you," ujar Ed lalu memeluk Arinda. Jantung Arinda tidak karuan karena Ed, dia ingin berteriak di bukit ini andai saja Ed tidak ada. "Arinda apakah kamu mau menjadi kekasih saya ?" Arinda masih diam lalu perlahan melepaskan diri dari kurungan lengan kekar Ed. Menatap wajah Abang Bos yang dia juluki bos labil, bos Iblis, dan segala macam lainnya.
"Jika tidak mau menjadi kekasih saya kita bisa menikah," kata Ed lagi hingga Arinda kini tertawa. Melihat itu Ed menggenggam tangan Arinda, dia tahu Arinda masih ragu jadi dia tidak ingin memaksa. "Baiklah tidak perlu di jawab saat ini, jika kamu ingin kembali ke Jakarta saya meminta kamu bekerja seperti dulu kepada saya. Mencari kerja tidak lah mudah, saya tahu itu. Jadi saya harap kamu bisa mengambil keputusan yang tepat, tidak ingin saya membiayai kamu bisa mengambil pilihan untuk bekerja bersama saya. Bagaimana ?" tanya Ed membuat Arinda mengangguk setuju.
Apa yang Ed katakan benar, mencari kerja tidak mudah dan dia tidak bisa lama-lama menjadi pengangguran. Terlebih dia tahu saat ini urusan dapur keluarganya juga bersumber darinya.
Ed berpisah dengan Arinda, sebelum dia naik ke taksi Ed memeluk Arinda kemudian berbisik "Sampai bertemu di Jakarta, dapur dan tempat tidur saya menunggu kamu." Ed tertawa dan kemudian merasakan sakit di perutnya yang kena cubitan Arinda.
Hati Ed sangat bahagia, tidak sia-sia dia menumpuk pekerjaan demi mengejar Arinda ke Balige. Tidak sabar rasanya untuk segera bertemu dengan wanita pujaan hatinya itu lagi.
****
Satu minggu berlalu....Malam hari di temani lampu yang temaram di gazebo kayu kuno di sebelah rumahnya, Arinda menatap ponsel yang ia miliki. Membalas pesan group para sahabatnya dan juga berbalas pesan dengan Ed.
Ali sudah mengirimkan tiket untuk Arinda kembali ke Jakarta dan juga sudah mengirimkan uang ke rekening Arinda. Ali berkata kalau uang itu akan di potong sedikit demi sedikit dari gaji Arinda kelak. Dia tahu Ed pasti yang menyuruh Ali melakukan hal itu, senyum Arinda kembali hadir ketika Ed hadir dalam benaknya.
Senyum Arinda perlahan sirna ketika Samos datang dan duduk di sebelahnya. "Kamu sudah harus kembali ke Jakarta Rinda ?"
"Iya Pak. Arinda harus kembali bekerja, tapi Arinda janji akan ambil cuti secepatnya agar bisa kembali melihat keadaan mamak, bapak dan juga opung."
Samos mengangguk mengerti kemudian menatap Arinda dengan penuh pertanyaan "Ada apa Pak ?"
"Tidak ada. Bapak hanya teringat bos kamu," kata Samos membuat Arinda sedikit gugup ketika mendengarnya.
"Kamu dan bos kamu itu apa punya hubungan ?" Arinda langsung menggelengkan kepalanya "Bapak tidak akan melarang kamu berhubungan dengan pria yang menjadi pilihan kamu. Namun, kamu harus ingat kalau kamu harus pintar-pintar menjaga diri. Jaman sekarang orang berpacaran itu berbeda dengan jaman dulu." Arinda mengerti kemana arah pembicaraan ini.
"Apalagi dia orang luar, budayanya berbeda dengan kita Rinda. Kalau jaman dulu mau ketemu aja malu-malu, harus bawa kawan dulu itu juga cuma bertemu di jalan sebentar." Arinda tersenyum mendengarnya "Harga diri kamu adalah segalanya, jangan biarkan keindahan yang terbentang di depan mu saat ini membuat kamu melupakan harga diri kamu sebagai wanita. Harus pintar-pintar menjaga diri ya nak ku," kata Samos lagi dan memeluk Putri semata wayangnya itu.
"Bapak tidak ingin kamu hancur, kamu kebanggaan kami. Walau pun kita bukan orang berada, tapi melihat kamu tumbuh jadi wanita yang kuat dan cerdas seperti ini adalah kebanggan untuk bapak dan mamak mu." Arinda terharu mendengarnya, dia membalas pelukan sang ayah lalu meneteskan air mata.
***
Sepanjang meeting Ed terus saja gelisah, dia seolah tidak sabar untuk segera mengakhiri rapat dengan para pemimpin perusahaan yang ia pegang.
Begitu rapat selesai tanpa menutupnya seperti biasa dia langsung pergi dari ruangan itu."Ed," panggil Samantha menghentikan langkahnya "Kita ada janji dengan Leo, Sean dan Prime. Apa kau lupa ?"
Ed menutup matanya karena lupa akan janji temu dengan tiga teman sepermainannya di London. "Aku harus menjemput Arinda di Bandara, bisa kau temui mereka dan mengatakan aku akan menemui mereka besok malam. Bagaimana ?"
"Tapi Ed, mereka jauh-jauh dari London dan mer___,"
"Aku tahu Sam, tapi aku sudah satu minggu belum bertemu dengan Arinda." Ed tersenyum lebar lalu pergi setelah melambaikan tangannya kepada Samantha yang tidak terima dengan hal ini.
Karyawan lainnya yang mendengarkan mereka tadi berbisik-bisik semakin membuat Samantha mengepalkan tangannya. Dia kembali ke ruangan dengan amarah yang luar biasa.
"Arinda ?!" gumamnya tidak percaya "Apa hebatnya wanita itu." Pikir Samantha.
Bersambung....
*Hem.... Ada yang mau kangen- kangenan nih... 😂😂
Btw cerita ini sudah nadra publish di Karyakarsa sampai tamat plus ada ekstra part juga ya. Cari saja nama pena Nadra El Mahya atau judul novel ini. Terima kasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
Abang Bos
RomanceMenangis seorang diri karena pengangguran sudah sering dia lakukan namun dia tidak menyerah, darah Batak dalam dirinya membuat ia pantang menyerah dengan kehidupan keras dan mahal di Jakarta. Dari masakan jatuh ke hati begitulah nasib Arinda beruba...